Breaking News

4 Peristiwa Bersejarah di Bulan Rabiul Akhir pada Zaman Rasulullah SAW


Dirgantaraonline
- Bulan Rabiul Akhir, yang juga dikenal sebagai Rabi’ ats-Tsani, adalah bulan keempat dalam kalender Hijriah. Bagi umat Islam, setiap bulan dalam penanggalan Hijriah menyimpan jejak sejarah yang sarat makna dan pelajaran. Tak terkecuali Rabiul Akhir bulan yang menjadi saksi sejumlah peristiwa penting di masa Rasulullah Muhammad SAW, yang mencerminkan kecerdasan strategi, keteguhan iman, dan kemuliaan akhlak beliau dalam memimpin umat.

Berdasarkan Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 yang dirilis oleh Kementerian Agama, awal bulan Rabiul Akhir 1447 H jatuh pada 23 September 2025.
Dalam lintasan sejarah Islam, terdapat empat peristiwa bersejarah yang terjadi di bulan ini. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak hanya menjadi catatan dalam kitab-kitab sirah, tetapi juga meninggalkan pesan moral yang abadi bagi kaum Muslimin hingga hari ini.

1. Ekspedisi Buhran: Strategi Rasulullah Mengamankan Umat dari Ancaman Kabilah Sulaim

Dalam karya monumental Ar-Rahiq al-Makhtum (The Sealed Nectar) karya Syaikh Shafiyur Rahman al-Mubarakfuri (Kementerian Wakaf Qatar, 2007, hlm. 245), dijelaskan bahwa Ekspedisi Buhran terjadi pada Rabiul Akhir tahun ke-3 Hijriah. Peristiwa ini bermula ketika Rasulullah SAW menerima kabar bahwa kabilah Bani Sulaim sedang berkumpul di wilayah Buhran, kawasan di daerah Hijaz, dengan niat jahat untuk menyerang kaum Muslimin.

Mendengar ancaman itu, Rasulullah SAW tidak tinggal diam. Dengan ketegasan dan kecerdasan seorang pemimpin, beliau memimpin langsung pasukan Muslim menuju Buhran. Ratusan sahabat ikut dalam ekspedisi ini, menunjukkan kesiapsiagaan umat Islam di bawah bimbingan Nabi.

Namun, ketika rombongan Rasulullah tiba di Buhran, kabilah Sulaim justru melarikan diri tanpa perlawanan. Mereka gentar menghadapi kekuatan moral dan spiritual pasukan Islam yang dipimpin langsung oleh utusan Allah.

Rasulullah kemudian tinggal di Buhran selama satu bulan penuh, memastikan keamanan dan stabilitas wilayah tersebut. Setelah yakin situasi aman, beliau bersama pasukannya kembali ke Madinah pada bulan Jumadil Ula.
Ekspedisi ini menjadi bukti kepemimpinan strategis Rasulullah, yang tidak hanya berfokus pada perang fisik, tetapi juga pada pencegahan konflik dan keamanan wilayah Islam.

2. Pengintaian Zaid bin Haritsah: Misi Intelijen Sang Kesatria Setia

Masih menurut Al-Mubarakfuri (hlm. 245–246), di bulan Rabiul Akhir tahun ke-3 Hijriah, Rasulullah SAW mengutus Zaid bin Haritsah sahabat yang sangat beliau cintai untuk menjalankan misi pengintaian (intelijen) terhadap musuh-musuh Islam.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi Nabi sebelum pecahnya Perang Uhud, yang terjadi tak lama kemudian.

Misi ini berjalan sukses. Kecerdasan, kesetiaan, dan keberanian Zaid membuatnya dikenal sebagai pelopor intelijen Islam pertama di masa Rasulullah. Ia mampu mengumpulkan informasi penting tanpa menimbulkan kecurigaan musuh, menjadikan ekspedisi ini salah satu operasi intelijen paling berhasil di masa awal Islam.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada Rabiul Akhir tahun ke-6 Hijriah, Rasulullah kembali mempercayakan misi serupa kepada Zaid. Ia diutus menuju daerah Jamum di Najd, untuk mengintai kabilah Bani Sulaim yang diduga hendak melakukan perlawanan terhadap kaum Muslimin.
Namun, setelah melakukan perjalanan panjang, Zaid tidak menemukan pasukan musuh. Di sana, ia hanya mendapati seorang wanita bernama Halimah yang sempat ditawan. Dengan penuh kasih dan keadilan, Zaid membebaskannya dan mengembalikannya kepada suaminya.

Kisah ini menunjukkan bahwa diplomasi dan kemanusiaan selalu menjadi bagian dari strategi Rasulullah SAW. Misi Zaid bukan hanya soal taktik militer, melainkan juga tentang menegakkan nilai kasih sayang di tengah strategi peperangan.

3. Tragedi Dzul Qishah: Ujian Keteguhan dan Keberanian Para Sahabat

Peristiwa ketiga terjadi pada Rabiul Akhir tahun ke-6 Hijriah, dikenal sebagai Tragedi Dzul Qishah. Dalam Ar-Rahiq al-Makhtum (hlm. 322), disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengutus Muhammad bin Maslamah bersama sepuluh sahabat pilihan untuk mengamati pergerakan kabilah Bani Tsa‘labah, yang diduga tengah merencanakan pengkhianatan terhadap umat Islam.

Namun, misi pengintaian itu berujung tragis. Pasukan kecil Muslim ini rupanya terdeteksi oleh pihak Bani Tsa‘labah. Pada malam hari, mereka diserang secara mendadak oleh musuh yang jumlahnya jauh lebih besar.
Pertempuran singkat tapi sengit pun terjadi. Sepuluh sahabat gugur syahid di jalan Allah, sementara hanya Muhammad bin Maslamah yang berhasil selamat dengan luka berat.

Tragedi ini menjadi simbol pengorbanan dan keberanian sahabat Rasulullah, yang siap menempuh bahaya demi melindungi umat. Darah mereka menjadi saksi bahwa jalan dakwah dan kebenaran tak pernah sepi dari ujian.

4. Pernikahan Utsman bin Affan dengan Ummu Kultsum: Dua Cahaya dalam Satu Rumah

Peristiwa keempat membawa nuansa lembut dan penuh berkah. Menurut Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi al-Kabir (Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, 1994, juz 14, hlm. 31), setelah wafatnya Ruqayyah binti Rasulullah, sang suami Utsman bin Affan salah satu sahabat terdekat Nabi menikah dengan Ummu Kultsum, putri Rasulullah SAW yang lain.

Dari pernikahan inilah Utsman mendapat gelar mulia Dzun Nurain, yang berarti “Pemilik Dua Cahaya.” Ia adalah satu-satunya manusia dalam sejarah yang menikahi dua putri Rasulullah SAW suatu kemuliaan yang tidak pernah disandang oleh siapapun selain dirinya.

Diriwayatkan bahwa akad nikah antara Utsman dan Ummu Kultsum berlangsung pada bulan Rabiul Awwal, sementara resepsi pernikahan dilaksanakan pada bulan Rabiul Akhir.
Momen ini bukan sekadar pernikahan keluarga Nabi, tetapi juga menjadi lambang keteguhan iman dan kesetiaan Utsman kepada Rasulullah SAW dan perjuangan Islam.

Makna Mendalam dari Peristiwa-Peristiwa Rabiul Akhir

Empat peristiwa di atas mencerminkan berbagai sisi kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabat: dari strategi perang hingga kelembutan hati, dari ketegasan pemimpin hingga kasih seorang ayah dan suami.
Bulan Rabiul Akhir menjadi saksi bagaimana Islam tumbuh dengan keseimbangan antara kekuatan dan kasih sayang, antara perjuangan dan keikhlasan.

Setiap peristiwa mengajarkan kita untuk:

  • Meneladani kepemimpinan visioner Rasulullah SAW,
  • Menelusuri keberanian dan pengorbanan para sahabat,
  • Dan meresapi cahaya cinta keluarga Nabi yang menjadi teladan sepanjang masa.

Semoga kita mampu mengambil hikmah dari peristiwa-peristiwa ini, menumbuhkan cinta kepada Rasulullah SAW, dan menghidupkan kembali semangat perjuangan Islam yang penuh rahmat.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

(*)

#SirahRasulullah #Islami #Religi