Breaking News

Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim Gugat Ketua KPK: Pertarungan Hukum Bermula di Jakarta Selatan

Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi. (Antara)

D'On, Jakarta –
Drama hukum kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur memasuki babak baru. Hasanuddin, anggota DPRD Jawa Timur dari Fraksi PDI Perjuangan yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kini balik menyerang. Ia menggugat Ketua KPK, Setyo Budiyanto, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menantang langsung keabsahan status tersangkanya.

Berdasarkan data yang tertera dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, gugatan praperadilan itu teregister dengan nomor perkara 126/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Permohonan resmi diajukan Hasanuddin pada Rabu, 1 Oktober 2025, dan sidang perdana dijadwalkan digelar Senin, 13 Oktober 2025 mendatang.

Dalam dokumen pengadilan itu tertulis jelas:

“Pemohon adalah Hasanuddin. Termohon adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia.”

Langkah Hasanuddin ini dinilai berani sekaligus berisiko tinggi. Ia bukan hanya melawan lembaga antirasuah, tetapi juga langsung menggugat pucuk pimpinannya. Upaya ini menjadi sinyal bahwa sang legislator tidak ingin tunduk begitu saja pada proses hukum yang tengah menjeratnya.

KPK Siap Lawan Gugatan

Ketua KPK Setyo Budiyanto menanggapi santai namun tegas langkah hukum Hasanuddin. Ia menegaskan lembaganya akan menghadapi gugatan tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku.

“KPK akan merespons sesuai prosedur melalui biro hukum,” ujar Setyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (10/10/2025).

Di tubuh KPK, gugatan praperadilan semacam ini bukan hal baru. Namun, dalam kasus hibah Jawa Timur, dinamika hukumnya terbilang kompleks karena melibatkan banyak pihak  baik dari kalangan eksekutif, legislatif, maupun swasta.

Skandal Hibah: Dari OTT hingga Belasan Nama Tersangka

Kasus dana hibah ini sejatinya bukan muncul tiba-tiba. Ia berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 14 Desember 2022, yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua P. Simanjuntak. Dalam operasi senyap itu, KPK juga mengamankan staf pribadi Sahat, Rusdi, serta dua pengusaha swasta, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi.

Mereka diduga terlibat dalam pengaturan dana hibah pemerintah provinsi tahun anggaran 2022, yang semestinya diperuntukkan bagi kelompok masyarakat dan lembaga sosial di berbagai daerah Jawa Timur. Namun, di balik proses pengajuan hibah itu, KPK menemukan adanya “commitment fee” yang disinyalir sebagai “pelicin” agar proposal hibah disetujui.

Dari hasil penyelidikan, Sahat Tua diduga menerima suap sebesar Rp 1 miliar dari total komitmen suap Rp 2 miliar yang dijanjikan. Uang itu diberikan agar pihak tertentu mendapatkan jatah proyek hibah dari APBD Jatim.

Vonis Berat untuk Sahat, Bayangan Gelap bagi Lainnya

Kasus tersebut kemudian berlanjut ke meja hijau. Pada 26 September 2023, Majelis Hakim Tipikor menjatuhkan vonis berat terhadap Sahat Tua:

  • 9 tahun penjara
  • Denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan
  • Uang pengganti Rp 39,5 miliar, dengan ancaman penyitaan dan pelelangan aset bila tidak dibayar

Sementara itu, sang staf, Rusdi, juga harus mendekam di balik jeruji besi selama 4 tahun, disertai denda Rp 200 juta.

Vonis tersebut menjadi pintu masuk bagi KPK untuk menelusuri aliran dana hibah Jatim yang diduga menjadi ladang bancakan sejumlah pejabat daerah. Dari hasil pengembangan, lembaga antirasuah itu menetapkan 21 orang tersangka dalam perkara ini.
Rinciannya:

  • 4 orang penerima suap (termasuk penyelenggara negara dan stafnya)
  • 17 orang pemberi suap, terdiri atas 15 pihak swasta dan 2 penyelenggara negara.

Hasanuddin dalam Pusaran Kasus

Nama Hasanuddin, anggota DPRD Jatim dari Fraksi PDI Perjuangan, muncul dalam gelombang penetapan tersangka tahap lanjutan. Ia diduga ikut menerima aliran dana hibah dari pihak pemberi untuk memuluskan distribusi bantuan provinsi kepada sejumlah kelompok masyarakat binaan di daerah pemilihannya.

Belum ada keterangan resmi dari Hasanuddin terkait substansi dugaan tersebut. Namun, langkahnya mengajukan praperadilan terhadap Ketua KPK menegaskan bahwa ia menolak tuduhan itu dan menilai penetapan tersangkanya cacat prosedur.

Bila majelis hakim PN Jakarta Selatan menerima permohonan itu, status hukum Hasanuddin bisa saja gugur  dan itu tentu menjadi pukulan telak bagi KPK, sekaligus membuka perdebatan panjang soal mekanisme penyidikan lembaga antirasuah.

Empat Tersangka Sudah Ditahan

Sementara praperadilan Hasanuddin bergulir, KPK sudah menahan empat tersangka dari total 21 orang yang telah ditetapkan.
Menurut Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan tahap awal selama 20 hari  terhitung sejak 2 hingga 21 Oktober 2025, di Rutan Cabang KPK, Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan.

“Penahanan ini merupakan bagian dari proses hukum untuk mempercepat pengumpulan bukti dan memastikan para tersangka tidak melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,” ujar Asep dalam konferensi pers, Kamis (2/10/2025).

Kasus yang Bisa Mengguncang Politik Jatim

Kasus dana hibah Jatim kini menjadi salah satu skandal politik terbesar di daerah dalam beberapa tahun terakhir. Skema penyaluran hibah yang semestinya membantu pembangunan masyarakat justru diduga dimanipulasi menjadi ajang transaksi politik dan proyek pribadi.

Langkah Hasanuddin menggugat KPK bisa menjadi ujian besar bagi integritas lembaga antirasuah, sekaligus memperlihatkan bagaimana kekuatan politik dan hukum beradu di ruang sidang.

Apakah Hasanuddin mampu membuktikan dirinya korban kriminalisasi, atau justru gugatan ini menjadi upaya terakhir untuk menghindari jerat hukum? Jawabannya akan mulai terungkap Senin depan, 13 Oktober 2025, di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

(*)

#KorupsiDanaHibahJatim #Hukum #KPK