Menteri LH Tegaskan PT Gag Nikel Boleh Beroperasi Lagi, Tapi Diawasi Ketat: “Tidak Boleh Ada Air Kotor Jatuh ke Sungai”

Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, memberi keterangan setelah rapat di Kerta Sabha, Denpasar, Sabtu (13/09/2025) malam. 
D'On, Denpasar – Setelah sempat menuai kontroversi, PT Gag Nikel akhirnya kembali beroperasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya, sejak Rabu (3/9/2025). Namun, izin operasional kali ini tidak datang begitu saja. Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, memastikan bahwa perusahaan tambang tersebut hanya bisa berjalan dengan syarat pengawasan superketat dan penerapan aturan lingkungan yang presisi.
Hanif memaparkan, berdasarkan audit Kementerian LH selama empat tahun terakhir, PT Gag Nikel sebenarnya telah menunjukkan catatan yang cukup baik. Dalam program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper), perusahaan itu konsisten mendapat predikat biru bahkan hijau—peringkat yang menandakan ketaatan terhadap aturan lingkungan hidup.
“Secara data dan catatan, tambang di PT Gag Nikel sudah memadai. Tapi Presiden ingin penataan yang lebih serius, sehingga dilakukan audit lingkungan menyeluruh,” ujar Hanif saat diwawancarai usai kegiatan bersih-bersih di Basement Pasar Kumbasari, Denpasar, Minggu (14/9/2025).
Audit Ketat dan Pengawasan Rutin
Audit lingkungan itu, kata Hanif, bukan sekadar formalitas. Tujuannya jelas: memastikan setiap dampak dari aktivitas tambang bisa dimitigasi dengan baik. Jika sebelumnya pengawasan hanya dilakukan dua kali setahun, kini Kementerian LH memutuskan untuk meningkatkan frekuensi pengawasan menjadi sekali setiap dua bulan dengan inspeksi langsung ke lapangan.
“Tidak ada lagi ruang untuk kelalaian. Kita ingin pastikan setiap aktivitas tambang benar-benar terkendali,” tegas Hanif.
Aturan Baru: Kolam Pengendapan dan Larangan Limpasan Permukaan
Salah satu poin paling krusial yang ditetapkan adalah kewajiban PT Gag Nikel membangun serangkaian kolam pengendapan (settling pond). Fasilitas ini akan berfungsi menahan air larian dari area tambang agar tidak langsung mengalir ke sungai saat hujan.
Hanif menekankan bahwa masalah sedimentasi atau kekeruhan air sungai adalah ancaman serius bagi ekosistem Raja Ampat yang terkenal rapuh dan kaya biodiversitas.
“Yang paling krusial adalah tidak boleh ada surface runoff [limpasan permukaan] yang jatuh ke sungai atau laut. Kolam pengendapan itu harus dibuat presisi dengan beberapa tahapan, sehingga air yang keluar benar-benar aman,” jelasnya.
Kendali Emisi Udara
Tak hanya air, pemerintah juga menyoroti kualitas udara. PT Gag Nikel diwajibkan memasang stasiun pengendali kualitas udara untuk memastikan emisi yang keluar tetap di bawah ambang batas baku mutu.
“Setiap partikel debu, setiap gas buangan harus terukur. Tidak boleh ada alasan,” ujar Hanif.
Peran Kementerian ESDM dan Tantangan Pulau Kecil
Hanif menambahkan, soal batasan operasional tambang, keputusan ada di tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, ia menegaskan sudah mengingatkan bahwa Raja Ampat bukanlah wilayah sembarangan: pulau kecil, kaya sumber daya alam, sekaligus rumah bagi ekosistem laut yang mendunia.
“Undang-undang memang memungkinkan tambang beroperasi. Tapi tugas kami adalah menjamin bahwa setiap potensi kerusakan lingkungan benar-benar dimitigasi. Raja Ampat itu aset bangsa, bahkan aset dunia,” tutup Hanif.
Konteks yang Lebih Luas
Keputusan ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: mampukah pemerintah menyeimbangkan antara kebutuhan investasi tambang dengan kewajiban menjaga salah satu kawasan paling indah dan rentan di bumi? Raja Ampat bukan hanya soal nikel yang terkandung di tanahnya, tetapi juga tentang warisan ekologi yang sudah ratusan tahun membentuk ekosistem laut yang menghidupi ribuan orang.
Kini, semua mata tertuju pada PT Gag Nikel dan pengawasan pemerintah. Apakah aturan ketat ini benar-benar akan ditegakkan, atau hanya sekadar janji? Yang jelas, Raja Ampat tidak punya ruang untuk kesalahan kedua.
(T)
#PTGAGNikel #Nikel #MenteriLingkunganHidup #Nasional
 
 
 
