Menham Pigai Usulkan Halaman DPR Jadi Ruang Demonstrasi: Aspirasi Rakyat Harus Bertemu Wajah Wakilnya
Ilustrasi Gedung DPR RI.
D'On, Jakarta – Suasana politik tanah air kembali diwarnai wacana segar soal praktik demokrasi. Menteri Hak Asasi Manusia (Menham) Natalius Pigai mengusulkan langkah yang dinilai berani: menjadikan halaman gedung DPR/MPR sebagai ruang resmi demonstrasi rakyat.
Bagi Pigai, ide ini bukan sekadar gagasan teknis, melainkan strategi politik dan sosial yang bisa memperkuat wajah demokrasi substantif di Indonesia.
“Menyediakan ruang demonstrasi di halaman DPR adalah pilihan strategis yang perlu dipertimbangkan serius, karena akan mempertemukan masyarakat dengan lembaga yang mewakili mereka,” tegas Pigai dalam keterangannya di Jakarta, Senin (15/9/2025), dikutip dari Antara.
Menggeser Aksi dari Jalan ke Jantung Parlemen
Pigai menilai, selama ini aksi unjuk rasa sering menimbulkan gesekan lantaran dilakukan di jalan-jalan utama ibu kota. Dampaknya jelas: kemacetan parah, gesekan dengan aparat keamanan, hingga potensi benturan antar-massa.
Menurutnya, jika aksi dipusatkan di halaman DPR, setidaknya ada tiga keuntungan langsung yang bisa didapat:
- Aspirasi rakyat bertemu langsung dengan wakilnya, bukan sekadar orasi di jalan raya.
- Ketertiban umum tetap terjaga, karena demonstrasi tidak lagi mengganggu jalur vital lalu lintas.
- Negara hadir sebagai fasilitator demokrasi, bukan hanya sebagai pengendali keramaian.
“Dengan adanya ruang demonstrasi di halaman DPR, negara dapat menjawab dilema tersebut: hak masyarakat tetap dijamin, sementara ketertiban umum terjaga,” ujar Pigai menutup keterangannya.
Sejalan dengan Sikap Presiden Prabowo
Usulan Pigai ini sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang berulang kali menegaskan bahwa kebebasan berpendapat adalah hak konstitusional rakyat. Bahkan, Prabowo mengingatkan bahwa jaminan tersebut tertuang jelas dalam Kovenan Internasional PBB tentang Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, hingga Pasal 28E UUD 1945.
Bagi Pigai, pernyataan Presiden tidak boleh berhenti sebatas retorika. Negara, katanya, harus mengambil langkah konkret menyediakan ruang yang memungkinkan rakyat benar-benar bisa menyuarakan aspirasi tanpa rasa takut, tanpa harus bentrok dengan kepentingan lalu lintas, dan tanpa distigma sebagai “pengganggu ketertiban”.
Demokrasi yang Lebih Sehat
Wacana Pigai ini sebenarnya menyentuh inti dari problem lama: bagaimana menyeimbangkan hak konstitusional rakyat untuk menyampaikan pendapat dengan tuntutan ketertiban umum.
Selama bertahun-tahun, demonstrasi di sekitar DPR cenderung berakhir ricuh. Polisi menutup jalan, mahasiswa memblokir pintu gerbang, sementara warga biasa menjadi korban kemacetan berjam-jam. Situasi ini menciptakan stigma bahwa demonstrasi selalu identik dengan kekacauan.
Padahal, menurut Pigai, demonstrasi adalah denyut nadi demokrasi. Jika saluran itu terus dibatasi, maka suara rakyat bisa saja mencari jalan lain yang lebih destruktif.
“Negara bukan hanya berkewajiban menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat secara damai, tetapi juga memastikan ruang tersebut tersedia,” kata Pigai.
Pertaruhan Citra DPR
Jika gagasan ini terealisasi, maka DPR juga menghadapi ujian besar. Apakah mereka siap membuka diri untuk benar-benar menjadi rumah rakyat—bukan sekadar gedung megah yang steril dari suara luar?
Bagi banyak kalangan, DPR kerap dinilai jauh dari rakyat. Gedung bercat putih di Senayan itu lebih sering diasosiasikan dengan perdebatan elitis ketimbang ruang terbuka untuk aspirasi publik.
Dengan mengizinkan rakyat berdemo di halamannya, DPR bisa memperbaiki citra dan membuktikan bahwa mereka bukan menara gading yang tertutup, melainkan lembaga yang siap mendengar langsung suara konstituennya.
Menunggu Tindak Lanjut
Usulan Menham Pigai ini tentu menimbulkan pro-kontra. Pihak keamanan mungkin mengkhawatirkan potensi rusaknya fasilitas negara, sementara aktivis menilai ini terobosan yang sudah lama ditunggu.
Namun, satu hal yang pasti, wacana ini menantang cara lama negara memandang demonstrasi. Jika selama ini aksi dianggap ancaman, maka Pigai mencoba membalik perspektif: aksi justru harus diletakkan di jantung demokrasi, di halaman gedung para wakil rakyat.
Catatan: Jika usulan ini benar-benar direalisasikan, halaman DPR bisa berubah fungsi. Dari sekadar taman dan lahan parkir, menjadi panggung terbuka demokrasi di mana rakyat dan wakilnya bertemu muka sebuah simbol bahwa demokrasi Indonesia tidak hanya hidup di ruang sidang, tetapi juga di ruang publik.
(B1)
#Nasional #DPR #MenteriHAM #NataliusPigai #Demonstrasi