Menjauhi Orang Munafik: Dalil, Penjelasan, dan Hikmah dalam Perspektif Islam

Ilustrasi
Dirgantaraonline - Dalam kehidupan sosial rumah, kantor, tempat dakwah kita acap kali berjumpa orang yang tampak saleh di depan umum tetapi berbeda antara ucapan dan kenyataannya. Islam memberi perhatian khusus terhadap fenomena ini: bukan sekadar menyebut, tetapi memberi pedoman praktis bagaimana seorang mukmin harus bersikap. Artikel ini menyajikan dalil Al-Qur’an dan hadis (dengan teks Arab dan terjemahan), pembahasan hukum, serta panduan aplikatif agar bacaan ini bukan hanya teori, melainkan pedoman hidup.
Pengantar singkat: siapa itu munafik?
Secara istilah, munafik (orang munafik) adalah orang yang memperlihatkan iman di luarnya namun menyimpan kekafiran atau penentangan terhadap prinsip Islam dalam hatinya atau setidaknya menunjukkan perilaku yang merusak kepercayaan sosial umat. Munafik bukan sekadar salah ucapan; ia berbahaya karena merusak ikatan kepercayaan (amanah), melemahkan ukhuwah, dan menimbulkan fitnah.
Dalil-dalil Al-Qur’an (Arab + terjemahan)
1) Surah Ali `Imran (3:118)
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ بِطَانَةًۭ مِّن دُونِكُمْ ۖ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا ۖ وَدُّوا۟ مَا عَنِتُّمْ ۚ قَدْ بَدَتِ ٱلْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَٰهِهِمْ وَمَا تُخْفِى صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلْـَٔايَـٰتِ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ۔
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu; mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih besar (lebih buruk). Sungguh, Kami telah menerangkan ayat-ayat (keterangan-keterangan) kepada kamu, jika kamu mengerti.
Komentar singkat: ayat ini menegaskan larangan menjadikan orang yang bermusuhan (atau munafik yang berperilaku merusak) sebagai bittānah—teman dekat/penasehat yang diberi kepercayaan. Ini bukan sekadar saran sosial, melainkan peringatan ilahi agar umat menjaga keamanan batin dan sosial.
2) Surah An-Nisa (4:140)
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آَيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ إِنَّكُمْ إِذًّا مِثْلُهُمْ ۖ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا۔
Dan sungguh Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam Kitab, bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir atau munafik), maka janganlah kamu duduk bersama mereka sampai mereka masuk ke pembicaraan lain. Karena jika kamu tetap duduk bersama mereka, kamu akan menjadi serupa dengan mereka. Sungguh, Allah mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka.
Komentar singkat: larangan duduk bersama ketika ayat-ayat Allah dihina memberi pedoman praktis: jangan menjadi saksi terhadap penghinaan itu dalam bentuk ketidakpedulian — karena diam dalam situasi seperti itu mencerminkan persetujuan moral.
3) Surah Al-Munafiqun (63:1)
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ أَنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ أَنَّكَ لَرَسُولُهُ ۗ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ۔
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, “Kami mengakui bahwa engkau adalah Rasul Allah.” Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.
Komentar singkat: ayat ini menunjukkan sifat munafik yang suka berpura-pura iman (ucapan) namun hatinya berbeda — sehingga bahaya munafik bersifat tersembunyi dan perlu kewaspadaan.
Dalil Hadis (Arab + terjemahan)
1) Tanda-tanda orang munafik Hadis shahih (Bukhari & Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا أُؤْتُمِنَ خَانَ».
Abu Hurairah meriwayatkan: Rasulullah ﷺ bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila ia berbicara, ia berdusta; apabila ia berjanji, ia mengingkari; dan apabila ia diberi amanah, ia berkhianat.” (Muttafaq ʻalaihi — diriwayatkan oleh Bukhari & Muslim).
Komentar singkat: hadis ini menjadi tolok ukur etis—bukan sekadar keyakinan dalam hati—karena perilaku sehari-hari (ucapan, janji, amanah) adalah indikator yang dapat diamati oleh masyarakat.
2) Hadis tentang menyerupai orang lain (risiko ikut sifat mereka) Abu Dawud
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud; dinilai hasan/ṣaḥīḥ oleh beberapa ulama).
Komentar singkat: hadis ini mengingatkan bahwa pergaulan yang terlalu dekat hingga meniru sifat/sikap yang buruk bisa membuat seseorang terafiliasi moral dengan kelompok tersebut.
Apa hukumnya (fiqh dan etika) penjelasan ringkas namun mendalam
Menjauhi orang munafik dalam konteks ‘kepercayaan’ dan ‘pertemanan dekat’ diperintahkan dan termasuk bentuk kehati-hatian syar’i. Ayat Ali `Imran 3:118 menegaskan agar tidak menjadikan mereka sebagai bittānah (orang kepercayaan). Dalam praktiknya, ini berarti: jangan memberi amanah penting, jangan menjadikan mereka konsultan agama atau figur berpengaruh yang dipercaya tanpa verifikasi.
Tidak duduk bersama ketika ayat-ayat Allah dihina secara tegas dilarang (An-Nisa 4:140). Ini bukan larangan bergaul total, melainkan larangan terhadap sikap pasif yang seolah-olah menerima penghinaan terhadap nilai ilahi.
Keadilan tetap wajib walaupun menjauhi, Islam melarang berlaku aniaya. Allah memerintahkan berlaku adil meskipun terhadap orang yang dibenci: “Janganlah kebencian sebuah kaum menjadikanmu lalai dari keadilan” (Al-Ma’idah 5:8). Artinya: sikap menjauhi bukan pembenaran untuk berbuat zalim atau menzalimi hak mereka.
Interaksi untuk maslahat (kebaikan) diperbolehkan jika ada tujuan syar’i (mis. dakwah, menasihati dengan hikmah, menjaga keamanan masyarakat, atau urusan keluarga yang tak bisa dielakkan), interaksi yang terbatas dan terkontrol dibolehkan. Prinsipnya: “manfaat > mudharat” dan tetap menjaga batas amanah serta adab.
Jangan menuduh hati tanpa bukti kewaspadaan harus seimbang: mengamati perilaku, tidak berspekulasi tentang isi hati secara arogan. Hanya Allah yang mengetahui isi hati. Tugas kita: menilai dari jejak tindakan (ucapan, janji, amanah).
Praktik konkret: bagaimana menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
Batasi tingkat kepercayaan
Beri peran yang sesuai berdasarkan bukti integritas. Jika seseorang sudah berulang kali mengingkari janji atau mengkhianati amanah, jangan tunjuk menjadi bendahara, penanggung jawab administrasi, dsb.
Jaga adab saat menjauhi
Menjauhi bukan berarti hina atau memutus silaturahmi secara kasar. Tetap ucapkan baik, tunjukkan sikap adil, namun hindari memberi ruang pengaruh yang merusak.
Beri nasihat bijak (taushiyyah) bila memungkinkan
Gunakan prinsip amar ma’ruf nahi munkar menasihati dengan hikmah dan kelembutan. Jika orang tersebut keluarga, utamakan dakwah kelembutan dan contoh nyata.
Jangan menyebarkan fitnah
Bila ada indikasi munafik, pastikan bukti sebelum membicarakan di depan umum. Hindari gosip yang memperparah fitnah.
Introspeksi diri
Hadis tanda munafik memberi peringatan: sebelum menuding orang lain, tanyakan pada diri sendiri — apakah aku amanah? Tepat janji? Jujur? Mengoreksi diri mencegah penularan sifat buruk.
Hikmah dan penutup
Menjauhi orang munafik dalam Islam bukanlah tindakan kebencian kosong, melainkan upaya menjaga kebaikan pribadi dan keberlangsungan komunitas. Rasulullah dan Al-Qur’an memberi pedoman konkret: waspada terhadap perilaku yang merusak kepercayaan, jangan diam ketika nilai dilucuti, tetapi juga jangan berbuat aniaya. Akhirnya, tujuan semua ini adalah membangun masyarakat yang aman, penuh kejujuran, dan beradab tempat iman benar-benar menjadi penggerak akhlak.
(***)
#Islami #Religi #Munafik