Mahfud MD: Rahayu Saraswati Korban “Badai Politik” yang Menghujam DPR

Mahfud MD 
D'On, Jakarta — Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menyebut Rahayu Saraswati Djojohadikusumo sebagai salah satu korban badai politik yang tengah menghujam Dewan Perwakilan Rakyat. Pernyataan itu disampaikan melalui unggahan di akun X @mohmahfudmd pada Jumat (12/9/2025), menegaskan bahwa gelombang kritik dan kontroversi yang menerpa DPR belakangan ini juga menimpa putri politikus sekaliber Saraswati.
“Karena terjadi badai politik yang menerjang (menghujam) DPR, Saraswati ikut menjadi korban,” tulis Mahfud. Mantan menteri tersebut menutup catatannya dengan pujian personal: menurutnya Saraswati adalah legislator yang berkualitas, profesional, dan memahami tugas pokok fungsi lembaga. “Saya pernah bertemu dengannya di Malang. Saras cerdas, tahu tupoksi, dan correct,” ujar Mahfud.
Dari cuplikan viral ke pengunduran diri
Kisah ini bermula dari sebuah cuplikan wawancara berdurasi sekitar dua menit yang kembali viral menjelang peringatan HUT Kemerdekaan ke-80 RI. Dalam video yang beredar, potongan pernyataan Saraswati memicu reaksi keras di kalangan publik terutama kalangan anak muda dan pelaku usaha mikro karena dinilai tidak peka terhadap realitas perjuangan ekonomi banyak keluarga.
Menanggapi gelombang kecaman, Rahayu Saraswati mengumumkan pengunduran dirinya sebagai anggota DPR RI periode 2024–2029 melalui sebuah video yang diunggah ke akun Instagramnya @rahayusaraswati pada Rabu (10/9/2025) sekitar pukul 18.00 WIB. Dalam pernyataannya ia menegaskan bahwa niat awalnya adalah mendorong entrepreneurship, terutama di era transformasi digital yang membuka peluang di ekonomi kreatif, namun ia menerima kenyataan kalau kata-katanya telah menyakiti banyak pihak.
“Walaupun niat saya sebenarnya ingin mendorong entrepreneurship … saya paham bahwa kata-kata saya telah menyakiti banyak pihak, terutama yang saat ini masih berjuang untuk menghidupi keluarganya, bahkan untuk masih bisa bertahan hidup,” ujar Saraswati dalam video permintaan maafnya.
Sikap Partai: proses internal dan penonaktifan sementara
Fraksi Partai Gerindra menyatakan menghormati keputusan pengunduran diri itu dan akan memproses secara internal. Sekretaris Fraksi Gerindra DPR, Bambang Haryadi, menyampaikan bahwa sementara menunggu proses administratif, Saraswati akan dinonaktifkan dari tugas di DPR. Dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (10/9/2025), Bambang menegaskan langkah partai untuk menindaklanjuti pengumuman tersebut secara formal.
Badai politik, media sosial, dan harga kesalahan komunikasi
Kejadian ini menempatkan beberapa persoalan penting di persimpangan politik dan komunikasi publik. Pertama, fenomena context collapse ketika cuplikan wawancara yang dipotong pendek beredar luas tanpa konteks memperlihatkan betapa cepatnya reputasi publik seorang politisi bisa terkikis. Kedua, sensitivitas publik terhadap pernyataan elite soal ekonomi masih tinggi: di tengah realitas ketimpangan dan perjuangan ekonomi rumah tangga, setiap kata dari pejabat atau wakil rakyat mudah dipersepsi sebagai tidak empatik.
Mahfud MD menyebut fenomena ini sebagai “badai politik” yang tidak hanya menggoyang individu tetapi juga institusi. Pandangan ini menegaskan bahwa efek kejadian semacam ini meluas: tidak sekadar persoalan personal, melainkan cerminan bagaimana partai, media, dan publik berinteraksi di era digital. Bagi politisi muda—terutama mereka yang memiliki afiliasi keluarga dengan tokoh besar—risiko reputasi menjadi lebih kompleks: dukungan jaringan besar tidak otomatis melindungi dari reaksi publik.
Implikasi politik dan langkah ke depan
Secara praktis, pengunduran diri Saraswati membuka dua jalur konsekuensi. Di tingkat partai, Gerindra harus mengelola proses pengisian kursi dan meredam gelombang opini negatif yang bisa berdampak pada citra parpol. Di tingkat publik, kasus ini menjadi bahan refleksi soal pembinaan komunikasi politik: pelatihan media, kepekaan sosial, dan strategi respons krisis menjadi barang mutlak bagi wakil rakyat yang tampil di ruang publik.
Sementara itu, di kalangan pendukung dan pegiat usaha terutama pelaku ekonomi kreatif yang sempat menjadi sasaran pesan Saraswati peristiwa ini menimbulkan perdebatan: ada yang menerima permintaan maafnya, ada yang menilai perlu ada konsekuensi tegas agar pesan publik dari wakil rakyat lebih bertanggung jawab.
Kisah Rahayu Saraswati adalah contoh betapa cepatnya dinamika politik dan opini publik saling mempercepat di era platform sosial. Dari sebuah potongan wawancara menjadi viral, lalu berujung pada pengunduran diri proses itu berlangsung dalam hitungan hari dan menorehkan pelajaran politik: komunikasi tanpa konteks adalah ranah bahaya, dan bagi figur publik, kata-kata punya konsekuensi yang nyata. Mahfud MD menutup catatannya dengan pengakuan atas kualitas pribadi Saraswati; namun bagi pemerhati publik, kasus ini tetap menjadi panggilan untuk memperbaiki tata komunikasi politik di ruang publik yang semakin sensitif.
(Mond)
#RahayuSaraswatiDjojohadikusumo #DPR #Politik #Nasional #MahfudMD
 
 
 
