Breaking News

Komnas HAM Buka Lagi Kasus Munir, 18 Orang Saksi Diperiksa, Akankah Dalang Besar Terungkap?

Ketua Komnas HAM Anis Hidayah update pembunuhan kasus Munir

D'On, Jakarta
— Lebih dari dua dekade berlalu sejak aktivis HAM Munir Said Thalib diracun arsenik di atas pesawat Garuda Indonesia rute Jakarta–Amsterdam pada 7 September 2004, kasus ini kembali diguncang dengan babak baru. Komnas HAM resmi membuka lagi penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM berat dalam pembunuhan Munir.

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, memastikan pihaknya melalui Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat telah memeriksa 18 orang saksi. Selain itu, dokumen dari berbagai instansi sudah dikumpulkan untuk melacak jejak siapa sebenarnya “otak besar” di balik kematian salah satu pembela HAM paling vokal di negeri ini.

“Tim telah melaksanakan serangkaian proses penyelidikan, yaitu mengumpulkan bukti dokumen dari sejumlah lembaga dan instansi terkait,” kata Anis di Jakarta, Minggu (7/9/2025).

Ia menambahkan, tim tak hanya berhenti pada pemeriksaan saksi, melainkan juga menelaah ulang seluruh berita acara pemeriksaan (BAP) lama, menyusun kerangka temuan baru, dan melakukan rapat koordinasi intensif bersama instansi berwenang, termasuk Kejaksaan Agung.

Luka Lama yang Tak Kunjung Kering

Kasus Munir ibarat cermin buram penegakan hukum Indonesia. Dunia internasional mengingatnya sebagai salah satu kasus pembunuhan politik paling serius di Asia Tenggara. Autopsi di Belanda kala itu memastikan, tubuh Munir mengandung arsenik dalam kadar mematikan.

Namun sejak 2004 hingga kini, proses hukum seolah jalan di tempat. Mantan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto, pernah dijatuhi vonis bersalah karena keterlibatannya. Ia dipenjara, namun kemudian bebas dengan status pembebasan bersyarat. Nama-nama besar yang sejak awal dituding sebagai dalang justru tak tersentuh.

Bagi keluarga Munir, terutama istrinya, Suciwati, setiap perkembangan penyelidikan adalah harapan sekaligus trauma. Ia terus bersuara lantang, mendesak agar negara tidak berhenti hanya pada “kambing hitam” melainkan mengusut siapa pun yang memberi perintah.

Penyelidikan Pro Justitia: Harapan Baru atau Sekadar Formalitas?

Berbeda dari upaya sebelumnya, kali ini Komnas HAM menegaskan penyelidikan dilakukan pro justitia berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Artinya, jika bukti cukup, temuan tim bisa langsung diteruskan ke ranah hukum tanpa harus dimulai dari nol.

Langkah ini memberi secercah harapan. Namun Anis Hidayah juga jujur mengakui, ada hambatan serius: menghadirkan saksi-saksi kunci tak mudah. Sebagian saksi sulit dihadirkan, ada yang berada di luar negeri, sebagian lain takut bersuara.

“Tim penyelidik masih dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam menghadirkan saksi untuk dimintai keterangannya,” tegas Anis.

Selain itu, akses dokumen penting dari institusi negara kerap terhambat. Tanpa kemauan politik dari pucuk kekuasaan, laporan Komnas HAM berisiko hanya menjadi tumpukan kertas seperti sebelumnya.

Pertanyaan Besar: Siapa Dalang Sebenarnya?

Di kalangan aktivis HAM, penyelidikan ini dinilai akan sia-sia jika tidak menyasar ke pertanyaan utama: siapa yang memerintahkan pembunuhan Munir?

Pollycarpus mungkin terbukti sebagai pelaksana, namun banyak dugaan mengarah pada keterlibatan aktor yang lebih tinggi, bahkan disebut-sebut ada indikasi keterlibatan institusi negara. Sejumlah dokumen dan kesaksian yang pernah muncul menguatkan dugaan itu, tetapi benang merahnya belum pernah dipaparkan ke publik secara tuntas.

Apakah Komnas HAM kali ini berani menyentuh area paling gelap dari kasus ini? Atau lagi-lagi berhenti di lingkaran luar, meninggalkan publik dengan rasa frustrasi?

Kenangan, Tekanan, dan Harapan Publik

Setiap tahun, peringatan kematian Munir digelar oleh masyarakat sipil, mahasiswa, hingga aktivis lintas generasi. Munir dikenang sebagai suara lantang bagi korban pelanggaran HAM Orde Baru, pembela kaum tertindas, dan figur yang tak pernah kompromi terhadap kekuasaan yang menindas.

Kini, ketika Komnas HAM membuka kembali kasus ini, publik menunggu apakah negara serius menuntaskan misteri yang sudah terlalu lama menggantung. Jika kasus Munir bisa diselesaikan dengan terang-benderang, maka kepercayaan terhadap penegakan HAM di Indonesia bisa bangkit kembali. Sebaliknya, jika kembali kandas, ia akan menambah panjang daftar luka sejarah yang tak kunjung sembuh.

Titik Balik atau Pengulangan Sejarah?

Kasus Munir bukan sekadar perkara kriminal. Ia adalah tolok ukur moral bangsa: apakah Indonesia berani menghadapi kebenaran, sekalipun kebenaran itu pahit dan menyakitkan bagi kekuasaan?

Komnas HAM sudah melangkah dengan memeriksa 18 saksi. Namun langkah berikutnya akan jauh lebih berat: melindungi saksi kunci, mengungkap dokumen rahasia, dan berhadapan dengan kemungkinan adanya keterlibatan aktor kuat.

Publik kini menatap dengan satu pertanyaan mendasar: apakah penyelidikan ini benar-benar akan menyingkap dalang besar di balik pembunuhan Munir, atau sekadar mengulang pola lama panas di awal, redup di akhir?

(Mond)

#KasusMunir #KomnasHAM #Nasional #Hukum