Breaking News

Angka Mengerikan dari Uji Lab: Limbah PT GSL Melebihi Batas, DLHP Hanya Jatuhkan Sanksi Administratif


D'On, Labuhanbatu Selatan
– Polemik pencemaran lingkungan kembali mencuat di Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel), Sumatera Utara. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Mahasiswa Kritis Labusel turun tangan menyuarakan desakan agar Dinas Lingkungan Hidup dan Perikanan (DLHP) Labusel tidak bermain-main dalam menangani kasus limbah PT Global Sawit Lestari (GSL).

Desakan tersebut mencuat setelah hasil uji laboratorium resmi DLHP Labusel yang dirilis ke publik pada 30 Juni 2025 memperlihatkan fakta mengejutkan: air limbah cair milik PT GSL terbukti jauh melampaui ambang batas baku mutu yang telah diatur pemerintah.


Fakta Uji Lab: Angka yang Menohok

Data ilmiah yang dipublikasikan DLHP menunjukkan kadar pencemaran yang signifikan:

  • BOD (Biochemical Oxygen Demand): 8,05 mg/L — lebih dari 2,5 kali lipat di atas baku mutu (3 mg/L).
  • COD (Chemical Oxygen Demand): 62,096 mg/L — hampir tiga kali lipat melebihi standar (25 mg/L).
  • Fosfat (PO₄): 4,345 mg/L — melonjak lebih dari 20 kali lipat dari baku mutu (0,2 mg/L).
  • Amonia (NH₃-N): 2,782 mg/L — hampir 14 kali lipat di atas batas wajar (0,2 mg/L).

Angka-angka tersebut bukan sekadar statistik teknis. Secara ilmiah, kadar BOD dan COD yang tinggi mengindikasikan menurunnya kandungan oksigen dalam air, sehingga biota perairan seperti ikan berpotensi mati massal. Lonjakan fosfat memicu eutrofikasi—yakni ledakan pertumbuhan alga yang bisa merusak ekosistem perairan. Sedangkan amonia dalam kadar tinggi dikenal beracun, tidak hanya bagi ikan, tetapi juga bagi kesehatan manusia jika masuk ke rantai makanan.

Warga sekitar bahkan melaporkan adanya ikan-ikan yang mulai mati dan air sungai yang berubah keruh serta berbau. Kondisi ini jelas mengancam sumber penghidupan masyarakat, terutama mereka yang menggantungkan hidup dari sungai untuk kebutuhan sehari-hari maupun mata pencaharian.

Pertemuan DLHP Dengan Aktivis Mahasiswa 

Ironi Sanksi: Pencemaran Serius, Hanya Administratif

Meski bukti ilmiah menunjukkan pelanggaran serius, DLHP Labusel justru hanya memberikan sanksi administratif kepada PT GSL. Keputusan ini sontak menimbulkan gelombang kekecewaan dan kritik keras.

“Kami menilai DLHP terlalu lembek. Seharusnya kasus ini langsung dibawa ke ranah pidana, karena sudah jelas melanggar undang-undang,” tegas salah seorang perwakilan mahasiswa dalam aksi yang digelar Selasa (19/8).

Mahasiswa menuding, sanksi administratif semacam itu tidak akan memberikan efek jera. Bahkan, ada dugaan lebih jauh: praktik “main mata” antara oknum pejabat DLHP dengan pihak perusahaan.

“Kami menduga ada kepentingan tertentu, sehingga DLHP hanya berani memberi sanksi administratif. Jangan sampai masyarakat curiga bahwa ada transaksi tersembunyi di balik sikap lunak ini,” ungkap mahasiswa tersebut.

Pernyataan DLHP yang Kontroversial

Kemarahan mahasiswa semakin memuncak setelah DLHP Labusel mengeluarkan pernyataan resmi pada 19 Agustus 2025 yang menyebutkan bahwa selama tidak ada korban jiwa akibat pencemaran, maka kasus ini tidak bisa dipidana.

Pernyataan itu langsung dibantah keras. Mahasiswa menilai argumen tersebut menyesatkan publik karena bertentangan dengan undang-undang.

“Pernyataan DLHP bahwa pidana hanya berlaku kalau ada korban jiwa itu omong kosong dan menyesatkan publik. UU jelas menyebut melampaui baku mutu saja sudah pidana. Kami menduga DLHP sengaja membela PT GSL dengan argumen palsu agar perusahaan lolos dari jeratan hukum,” ujar salah satu mahasiswa dengan lantang.

Dasar Hukum: UU Jelas Mengatur Pidana Lingkungan

Merujuk pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), pasal-pasal pidana lingkungan jelas menyatakan bahwa pelampauan baku mutu sudah cukup untuk menjerat pidana, meski tanpa korban jiwa.

  • Pasal 98 ayat (1): Sengaja melampaui baku mutu → penjara 3–10 tahun, denda Rp3–10 miliar.
  • Pasal 99 ayat (1): Kelalaian hingga baku mutu dilampaui → penjara 1–3 tahun, denda Rp1–3 miliar.
  • Pasal 100 ayat (1): Melanggar baku mutu limbah cair → penjara hingga 3 tahun, denda Rp3 miliar.

Selain itu, mahasiswa juga mengingatkan bahwa KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) yang akan berlaku mulai 2 Januari 2026, memperkuat aspek pidana lingkungan hidup. Jika pencemaran terbukti menyebabkan korban jiwa, ancaman hukumannya bisa mencapai 15 tahun penjara atau denda hingga Rp5 miliar.

Mahasiswa Kirim Surat Resmi

Sebagai bentuk keseriusan, kelompok mahasiswa kritis Labusel pada hari ini juga melayangkan surat resmi kepada DLHP Labusel dan pihak PT GSL. Surat tersebut berisi tuntutan transparansi, klarifikasi, serta penegakan hukum yang sesuai aturan. Mereka menegaskan tidak akan berhenti hingga kasus ini mendapat proses hukum yang adil.

Diamnya PT GSL

Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Global Sawit Lestari (GSL) belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pencemaran maupun menanggapi hasil uji laboratorium yang dirilis DLHP Labusel.

Publik kini menunggu, apakah kasus ini akan benar-benar ditangani sesuai hukum, atau hanya menjadi satu dari sekian banyak contoh lemahnya penegakan hukum lingkungan di Indonesia.

(Muhammad Rifadli Hasibuan)

#Limbah #PencemaranLingkungan