Skandal Seks Guncang Kuil-Kuil Buddha Thailand: Polisi Telusuri 300.000 Biksu, Seorang Perempuan Diduga Dalang Pemerasan Seksual
Foto: Phra Thepatcharaporn, kepala biara Wat Chujit Thammaram, meninggalkan biara pada hari Senin setelah dikaitkan dengan skandal seks dan uang yang melibatkan perempuan
D'On, Bangkok, Thailand – Dunia keagamaan Thailand tengah terguncang hebat setelah terbongkarnya skandal seks yang melibatkan sejumlah biksu senior, termasuk para kepala kuil, dalam sebuah jaringan pemerasan seksual yang disebut-sebut sebagai salah satu kasus paling memalukan dalam sejarah modern Buddhisme di Negeri Gajah Putih.
Skandal ini tidak hanya memicu kemarahan publik dan menimbulkan gelombang kekecewaan di kalangan umat Buddha, tetapi juga mendorong tindakan luar biasa dari aparat penegak hukum: Polisi Kerajaan Thailand kini tengah melakukan pemeriksaan latar belakang terhadap sekitar 300.000 biksu yang tersebar di seluruh penjuru negeri.
Biksu Terjerat, Jubah Dilepas, Kuil Berguncang
Menurut pernyataan resmi dari Biro Investigasi Pusat Kepolisian Kerajaan Thailand (CIB), sedikitnya sembilan biksu, termasuk kepala kuil dan biksu senior, telah dicopot dari status keagamaannya setelah ditemukan terlibat dalam hubungan seksual terlarang yang berujung pada praktik pemerasan.
Mereka dilaporkan telah “menanggalkan jubah” sebuah istilah yang dalam tradisi Buddhis berarti mereka tidak lagi dianggap sebagai biksu sah dan dikeluarkan dari lingkungan monastik.
"Ini bukan hanya persoalan moralitas individu, ini adalah krisis integritas institusi agama," tegas Mayor Jenderal Polisi Jaroonkiat Parnkaew, Wakil Komisaris CIB, seperti dikutip dari Bangkok Post, Rabu (16/7). "Kami berkomitmen untuk mengusut hingga ke akar-akarnya, demi menjaga kesucian agama Buddha yang menjadi tumpuan spiritual rakyat Thailand."
Langkah Luar Biasa: 300.000 Biksu Akan Diselidiki
Dalam upaya membersihkan citra institusi keagamaan dan mencegah skandal serupa di masa depan, CIB telah meminta Kantor Nasional Agama Buddha (NOB) untuk menyerahkan data identitas seluruh biksu aktif di Thailand.
Langkah ini memungkinkan polisi melakukan pemeriksaan latar belakang secara masif, untuk menyelidiki kemungkinan keterlibatan lebih luas dalam kasus yang disebut sebagai skandal seks terbesar dalam sejarah modern agama Buddha di Thailand.
Langkah ini sangat tidak lazim, mengingat biksu di Thailand terutama mereka yang sudah senior biasanya dianggap sebagai figur moral tak tercela. Namun skandal ini memaksa masyarakat, bahkan pihak berwenang, untuk mempertanyakan ulang siapa yang benar-benar layak memakai jubah suci tersebut.
Dalang Perempuan: Sosok 'Golf', Penggoda Sekaligus Pemeras
Pusat dari skandal ini adalah sosok perempuan bernama Wilawan Emsawat, 30 tahun, yang dikenal dengan nama panggilan Golf. Ia ditangkap pada Selasa, 15 Juli, di kediamannya di Provinsi Nonthaburi, wilayah pinggiran Bangkok.
Wilawan diduga menjebak sejumlah biksu untuk melakukan hubungan seksual dengannya, lalu secara diam-diam merekam aktivitas tersebut, yang kemudian digunakannya untuk memeras para korban. Korban-korbannya bukan orang sembarangan beberapa di antaranya adalah pemimpin kuil berpengaruh yang selama ini dihormati publik.
"Perempuan ini secara sistematis membangun jaringan pemerasan yang menjadikan para biksu sebagai target," ujar Mayor Jenderal Jaroonkiat. "Ia memanfaatkan kelemahan spiritual para korban dan mengubahnya menjadi alat untuk mengeruk keuntungan finansial besar-besaran."
Polisi menyatakan bahwa selama tiga tahun terakhir, Wilawan berhasil mengumpulkan uang sekitar 385 juta baht — setara dengan Rp 195 miliar — dari praktik pemerasan terhadap para biksu.
Ia kini menghadapi sejumlah dakwaan berat, termasuk:
- Pemerasan (extortion)
- Pencucian uang
- Kepemilikan barang hasil kejahatan
Reaksi Publik: Marah, Kecewa, dan Merasa Dikhianati
Skandal ini sontak menyita perhatian publik Thailand, negara yang lebih dari 90% penduduknya memeluk agama Buddha dan menjadikan para biksu sebagai tokoh moral, spiritual, dan bahkan sosial.
Banyak umat mengungkapkan rasa marah, kecewa, dan merasa dikhianati, terutama karena kasus ini mencoreng nilai-nilai suci yang selama ini dijunjung tinggi.
“Kami memberikan dana, makanan, dan penghormatan kepada para biksu dengan harapan mereka menjaga moralitas. Tapi yang terjadi justru sebaliknya,” ujar seorang warga Bangkok yang mengikuti berita ini melalui siaran televisi nasional.
Citra Institusi Buddha dalam Bahaya
Skandal ini menambah daftar panjang kasus yang mengikis kepercayaan publik terhadap institusi keagamaan di Thailand. Sebelumnya, sejumlah biksu telah terseret dalam kasus korupsi dana kuil, perdagangan narkoba, hingga penyalahgunaan kekuasaan.
Kini, seks dan pemerasan menjadi noda baru, menantang otoritas agama untuk melakukan reformasi menyeluruh.
Sejumlah pengamat menyatakan bahwa institusi Buddhisme di Thailand membutuhkan transparansi dan pengawasan ketat, yang tidak bisa lagi semata-mata diserahkan kepada struktur keagamaan internal.
Catatan Redaksi:
Kasus ini menjadi pengingat bahwa kesucian sebuah institusi keagamaan tidak berarti kebal dari penyimpangan. Reformasi dan pengawasan menjadi kebutuhan mendesak bukan untuk menjatuhkan agama, tapi untuk menyelamatkan nilai-nilai suci yang terkandung di dalamnya.
(*)
#Internasional #SkandalSeksBiksu #Thailand