Breaking News

Prabowo Klaim Pengangguran Turun, Tapi Kasus PHK Melejit hingga Mei 2025: Ada Apa?

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Selasa (22/7/2025).

D'On, Jakarta
– Presiden Prabowo Subianto mengklaim bahwa angka pengangguran di Indonesia mengalami penurunan. Klaim ini ia sampaikan dengan mengacu pada data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), dalam momentum penutupan Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Selasa (22/7). Namun, di sisi lain, data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) justru menunjukkan tren berbeda: jumlah kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) meningkat signifikan sepanjang awal tahun hingga Mei 2025.

Situasi ini pun memunculkan pertanyaan besar: apakah benar pengangguran turun jika ribuan orang justru kehilangan pekerjaan?

Klaim Prabowo: Angka Pengangguran dan Kemiskinan Absolut Turun

Dalam pidatonya di acara PSI, Prabowo menyampaikan bahwa ia mendapat laporan dari Kepala BPS mengenai perbaikan indikator ketenagakerjaan nasional.

“Kepala BPS lapor ke saya, angka pengangguran menurun, angka kemiskinan absolut menurun. Ini data BPS,” ujar Prabowo sebagaimana dikutip dari siaran YouTube resmi PSI.

Pernyataan itu merujuk pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) edisi Februari 2025. Dalam laporan tersebut, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memang mengalami penurunan menjadi 3,61 persen, atau turun 0,13 persen poin dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Februari 2024) yang sebesar 3,74 persen.

Secara teknis, TPT mengukur persentase angkatan kerja yang belum bekerja namun secara aktif mencari pekerjaan. Turunnya angka ini biasanya dipandang sebagai sinyal perbaikan ekonomi, peningkatan lapangan kerja, atau efektivitas program pemerintah dalam menyerap tenaga kerja.

Namun, benarkah demikian jika dibandingkan dengan realitas lapangan?

Fakta Lapangan: Kasus PHK Justru Naik Tajam

Sementara Prabowo mengedepankan data dari BPS, di sisi lain Kementerian Ketenagakerjaan justru mencatat angka yang mengkhawatirkan. Hingga 20 Mei 2025, terdapat 26.455 kasus PHK yang dilaporkan secara nasional. Angka ini disampaikan langsung oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial (Jamsos), Indah Anggoro Putri.

Indah mengakui bahwa jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, meskipun tidak merinci secara spesifik seberapa besar lonjakannya.

“Iya, angka PHK meningkat dibandingkan tahun lalu. Tapi kami belum bisa menyebutkan persentase pastinya,” ungkap Indah.

Kasus PHK ini terjadi di berbagai sektor, termasuk manufaktur, tekstil, dan teknologi digital yang sedang mengalami konsolidasi pasca pandemi.

Menaker Jelaskan Konteks Berbeda Data PHK dan Pengangguran

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, memberikan klarifikasi atas perbedaan antara data pengangguran dan jumlah PHK. Menurutnya, data yang dikutip Prabowo merupakan hasil survei resmi BPS melalui Sakernas pada Februari 2025, sementara data PHK berasal dari laporan internal perusahaan ke Kemnaker yang bersifat administratif dan belum tentu langsung berbanding lurus dengan angka pengangguran terbuka.

“Pak Presiden pakai data Sakernas bulan Februari, itu resmi dari BPS. Dan memang belum ada pembaruan data terbaru. Yang terbaru nanti baru keluar Agustus,” ujar Yassierli di Kantor Kemnaker, Selasa (22/7).

Artinya, angka PHK yang naik belum tentu langsung menaikkan angka pengangguran terbuka karena:

  • Sebagian yang terkena PHK mungkin langsung mendapat pekerjaan baru.
  • Ada yang memilih berwirausaha atau berhenti mencari kerja.
  • Survei Sakernas hanya diadakan dua kali setahun dan bersifat snapshot.

Namun, tetap saja, meningkatnya jumlah PHK perlu menjadi perhatian serius karena bisa menandakan tekanan pada sektor industri atau ekonomi riil yang belum pulih sepenuhnya.

Ketimpangan Persepsi dan Realita

Klaim menurunnya pengangguran memang terdengar menggembirakan dan menjadi modal politik yang kuat bagi pemerintahan. Namun data PHK yang meningkat mengindikasikan kesenjangan antara statistik makro dan kenyataan di lapangan.

Jika tidak diiringi dengan penguatan perlindungan tenaga kerja, peningkatan kualitas lapangan kerja, serta strategi penyerapan tenaga kerja pasca-PHK, maka penurunan pengangguran hanya akan menjadi prestasi angka di atas kertas.

Apa Selanjutnya?

Pemerintah perlu menjelaskan lebih detail hubungan antara penurunan TPT dan lonjakan PHK. Apakah PHK yang terjadi diiringi dengan transisi pekerjaan ke sektor lain? Ataukah mereka yang terkena PHK tidak tercatat sebagai pengangguran karena berhenti mencari kerja?

Masyarakat juga perlu mewaspadai bahwa data pengangguran terbuka hanya menggambarkan sebagian dari realitas dunia kerja. Belum termasuk pekerja setengah menganggur, pekerja informal tanpa jaminan, hingga mereka yang menyerah mencari kerja.

Hingga BPS merilis data terbaru Agustus mendatang, publik masih harus menunggu apakah klaim penurunan pengangguran memang mencerminkan kenyataan atau hanya sekadar ilusi statistik di tengah badai PHK yang tak terbendung.

(K)

#Nasional #PHK #Pengangguran #PrabowoSubianto