Kronologi Meletusnya Konflik Bersenjata Thailand-Kamboja
Kronologi pecahnya perang di perbatasan Thailand dan Kamboja. (AP Photo/Royal Thai Army)
D'On, Thailand - Urat saraf konflik di Asia Tenggara kembali berdenyut panas. Perbatasan Thailand dan Kamboja, yang selama ini menjadi simbol ketegangan laten, kini berubah menjadi medan tempur terbuka. Pertempuran sengit meletus pada Kamis (24/7/2025), menewaskan sedikitnya sembilan warga sipil dan melukai belasan lainnya. Perang kecil ini pun mengguncang stabilitas kawasan serta membuka kembali luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.
Benih Konflik: Dari Rekaman Bocor hingga Krisis Politik di Bangkok
Banyak yang tak menyangka bahwa percikan pertama konflik ini berasal dari sebuah rekaman yang bocor ke publik. Pada 15 Juni 2025, dunia maya digemparkan oleh rekaman percakapan antara Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra dengan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen. Dalam rekaman yang viral di media sosial itu, Paetongtarn terdengar menyampaikan kritik tajam terhadap sejumlah petinggi militer Thailand.
Dampaknya begitu cepat dan menghancurkan. Rekaman ini memicu badai politik di Bangkok. Tekanan publik, terutama dari kelompok pro-militer dan nasionalis, memuncak. Pada 1 Juli 2025, Mahkamah Konstitusi Thailand resmi menskors Paetongtarn dari jabatannya. Langkah itu disusul gelombang unjuk rasa besar-besaran di ibu kota yang memperparah instabilitas politik dalam negeri Thailand.
Bagi banyak analis, krisis politik ini menciptakan ruang kosong dalam struktur komando militer Thailand—ruang yang dengan cepat terisi oleh pendekatan garis keras terhadap isu perbatasan.
Ledakan Ranjau: Api yang Membakar Sekam
Satu minggu setelah krisis politik memuncak, ledakan ranjau terjadi di Distrik Nam Yuen, Provinsi Ubon Ratchathani, pada 23 Juli 2025. Lima personel militer Thailand dilaporkan mengalami luka serius. Ledakan ini menjadi pemicu langsung pengerahan pasukan besar-besaran oleh militer Thailand dalam operasi darat bertajuk Chakraphong Phuwanat.
Thailand menuding langsung Kamboja sebagai dalang pemasangan ranjau-ranjau baru di jalur patroli militer. Namun, Kamboja membantah keras. Juru bicara militer Kamboja menyatakan bahwa ledakan itu kemungkinan besar berasal dari ranjau peninggalan konflik di masa lalu yang belum berhasil dibersihkan.
Namun bagi Thailand, insiden ini tak bisa dianggap remeh. Ia menjadi titik balik yang mengawali babak baru konfrontasi terbuka di sepanjang garis perbatasan.
Baku Tembak Mematikan di Dekat Candi Kuno
Konflik akhirnya meledak ke permukaan pada Kamis pagi, 24 Juli 2025. Pukul 08.20 waktu setempat, pasukan Thailand yang berpatroli di sekitar kompleks Candi Ta Muen—sebuah situs kuno yang kerap menjadi simbol klaim kedaulatan kedua negara—melaporkan tembakan pertama yang berasal dari sisi perbatasan Kamboja.
Baku tembak langsung meletus. Aksi ini kemudian meluas ke titik-titik lain yang rawan konflik, seperti Ta Krabey dan Phnom Khmao. Dalam hitungan jam, situasi berubah drastis dari ketegangan menjadi pertempuran.
Puncak kekerasan terjadi ketika dua roket BM-21 Grad menghantam pemukiman di Distrik Kab Choeng, Provinsi Surin, Thailand. Serangan tersebut merenggut nyawa enam warga sipil, termasuk seorang bocah perempuan, dan melukai sedikitnya 14 orang lainnya. Gambar-gambar dari lokasi kejadian menunjukkan rumah-rumah yang hancur, kendaraan terbakar, dan warga berlarian menyelamatkan diri.
Dalam respons cepat, Angkatan Udara Kerajaan Thailand meluncurkan serangan udara ke titik-titik strategis militer Kamboja di wilayah Provinsi Preah Vihear. Jet-jet tempur F-16 dikabarkan menggempur pos artileri dan depot logistik Kamboja.
Kamboja segera mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran kedaulatan nasional dan membawa isu ini ke forum ASEAN serta Dewan Keamanan PBB. Sebaliknya, Thailand berdalih bahwa serangan udara dilakukan demi "melindungi warga sipil dari ancaman lintas batas yang nyata dan berulang."
Diplomasi Retak: Penarikan Duta Besar dan Penutupan Perbatasan
Bentrok bersenjata yang semula bersifat lokal kini menjelma menjadi krisis diplomatik penuh. Thailand langsung menutup seluruh pos lintas batas darat dengan Kamboja. Dalam langkah simbolis dan politis yang tegas, Bangkok menarik duta besarnya dari Phnom Penh dan mengusir duta besar Kamboja dari ibu kota.
Pihak Kamboja merespons dengan kecaman keras dan menyebut Thailand telah melanggar prinsip-prinsip hubungan bertetangga yang damai.
Korban Berjatuhan dan Bayang-Bayang Perang Berkepanjangan
Menurut laporan resmi militer Thailand, total sembilan warga sipil tewas dalam bentrok ini, termasuk seorang anak-anak, sementara 14 lainnya luka-luka. Laporan dari Kamboja menyebutkan bahwa serangan udara Thailand juga menyebabkan kerusakan di dua provinsi mereka, dengan beberapa korban sipil dan militer.
Warga sipil di kedua sisi perbatasan kini hidup dalam kecemasan. Banyak yang terpaksa mengungsi ke pedalaman, meninggalkan ladang, rumah, dan hewan ternak. Lembaga HAM internasional telah mulai menyoroti potensi pelanggaran hukum humaniter, terutama terkait penggunaan ranjau dan senjata berat di wilayah padat penduduk.
Lebih jauh, ketegangan ini juga menimbulkan kekhawatiran global. Wilayah perbatasan Thailand-Kamboja dikenal masih dipenuhi ribuan ranjau darat aktif sisa-sisa masa kelam perang yang belum tuntas. Dalam situasi konflik terbuka, ranjau ini menjadi ancaman tambahan yang mematikan bagi warga sipil maupun personel militer.
Masa Depan yang Tak Pasti
Krisis di perbatasan Thailand dan Kamboja menunjukkan betapa cepatnya percikan kecil bisa membakar sekam yang sudah lama mengering. Ketegangan yang berakar pada isu lama politik dalam negeri, sengketa wilayah, dan kecurigaan militer kini membara kembali, membawa penderitaan bagi rakyat kecil yang tinggal di antara garis-garis imajiner pemisah dua negara.
Pertanyaan besar kini menggantung di udara: apakah konflik ini akan mereda lewat jalur diplomasi, atau justru berkembang menjadi perang terbuka yang mengancam stabilitas Asia Tenggara?
(B1)
#PerangThailandKamboja #Internasional #Perang