Karhutla Meluas di Sumbar: Lembah Harau Terbakar, 16 Nagari Terdampak, Status Tanggap Darurat Ditetapkan
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) membesar di beberapa titik di wilayah Sumatera Barat. Foto: Instagram/@bpbdprovsumbar
D'On, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, semakin mengkhawatirkan. Salah satu kawasan yang terdampak adalah Lembah Harau, destinasi wisata ikonik yang selama ini menjadi kebanggaan pariwisata ranah Minang. Kini, keindahan alam yang kerap disandingkan dengan Grand Canyon itu diselimuti asap, menyisakan kecemasan mendalam bagi warga dan para pelaku wisata.
Kebakaran yang terus meluas ini telah menghanguskan lebih dari 100 hektare lahan dan berdampak pada 16 nagari di 10 kecamatan. Pemerintah setempat pun telah menetapkan status tanggap darurat bencana Karhutla selama 14 hari, mulai 17 Juli hingga 30 Juli 2025.
Lahan Dibakar untuk Bersihkan Kawasan Wisata
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lima Puluh Kota, Rahmadinol, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab kebakaran adalah pembukaan lahan dengan metode pembakaran yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Seperti kejadian di Harau itu memang ada aktivitas pembakaran dalam rangka pembersihan lahan,” ungkap Rahmadinol, Rabu (23/7), melalui akun Instagram resmi BPBD Sumatera Barat.
Rahmadinol menjelaskan bahwa maraknya pembangunan objek wisata baru di Harau menjadi faktor pendorong aktivitas pembakaran lahan. Sayangnya, tindakan tersebut justru memicu bencana ekologis yang kini mengancam kelestarian lingkungan dan keselamatan warga sekitar.
Pihak penyidik, lanjutnya, telah mengidentifikasi pelaku pembakaran sejak kebakaran pertama kali terpantau sekitar 10 hari lalu.
“Sudah diperoleh informasi siapa pelakunya, dan saat ini dalam proses penyidikan lebih lanjut,” tegasnya.
Status Tanggap Darurat: Upaya Terpadu untuk Kendalikan Api
Sebagai bentuk respons cepat, Bupati Lima Puluh Kota menetapkan status tanggap darurat melalui Surat Keputusan Bupati No. 300.2.3/156/BUP-LK/VII/2025. Langkah ini memungkinkan pemerintah daerah mengerahkan seluruh sumber daya secara terpadu, termasuk koordinasi lintas instansi dan permintaan bantuan nasional.
“Karhutla masih terjadi sampai saat ini dan terus meluas. Dengan status tanggap darurat, kita bisa bertindak lebih cepat dan terkoordinasi,” ujar Rahmadinol.
Sebaran api tercatat di 10 kecamatan, yakni:
- Harau
- Lareh Sago Halaban
- Situjuah Limo Nagari
- Akabiluru
- Luak
- Suliki
- Pangkalan Koto Baru
- Bukik Barisan
- Mungka
- Guguak
Total ada 16 nagari yang terdampak langsung oleh kebakaran tersebut. Dalam tiga bulan terakhir, wilayah ini mengalami musim kemarau yang panjang, yang memperburuk kondisi kebakaran hutan dan lahan.
“Cuaca panas ekstrem mempercepat sebaran api. Tim kami terus berupaya memadamkan titik-titik api yang masih aktif,” kata Rahmadinol.
Permintaan Hujan Buatan Disetujui BMKG dan BNPB
Melihat kondisi yang semakin kritis, Pemkab Lima Puluh Kota melalui BPBD telah mengajukan permintaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan kepada BMKG. Permintaan tersebut telah diteruskan ke BMKG pusat dan juga ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Desindra Deddy Kurniawan, menyatakan bahwa permintaan tersebut telah disetujui dan pelaksanaannya akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Informasi terakhir yang saya terima, sudah disetujui dan direncanakan akan dilakukan pada tanggal 25-26 Juli 2025,” ujarnya.
Desindra menjelaskan bahwa operasi TMC ini tidak hanya difokuskan di Lima Puluh Kota saja, tetapi akan diperluas ke beberapa wilayah Sumatera Barat lainnya yang juga terdampak Karhutla.
“Karena Karhutla juga terjadi di beberapa kabupaten lain, maka penyemaian awan akan dilakukan lebih luas,” imbuhnya.
Lembah Harau Terancam, Ekowisata Tertekan
Lembah Harau, yang dikenal dengan tebing-tebing batu granit menjulang setinggi ratusan meter dan air terjun jernih yang memikat wisatawan lokal hingga mancanegara, kini berada dalam ancaman serius. Kebakaran yang terjadi di kawasan ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengancam sektor pariwisata dan ekonomi warga lokal.
“Kalau Harau rusak, kita kehilangan ikon wisata. Ini pukulan besar bagi masyarakat yang bergantung pada pariwisata,” kata salah satu pelaku usaha homestay di kawasan Harau.
Penegakan Hukum dan Edukasi Jadi Kunci Pencegahan
Aktivitas pembakaran lahan untuk pembersihan secara ilegal bukanlah hal baru di Sumatera Barat. Namun, kasus yang terjadi di Harau kini menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah dan masyarakat.
Rahmadinol berharap agar penetapan status tanggap darurat ini tidak hanya menjadi bentuk reaksi sesaat, tapi juga menjadi momentum perbaikan tata kelola lingkungan dan edukasi publik.
“Kita tidak ingin bencana seperti ini terulang. Butuh kesadaran kolektif untuk menjaga hutan dan lahan kita,” tutupnya.
Dengan status tanggap darurat yang telah ditetapkan dan dukungan dari pusat melalui TMC, harapan masih terbuka untuk mengendalikan bencana ini. Namun satu hal yang pasti, alam tidak bisa terus-menerus menjadi korban ulah manusia. Jika tak segera dibenahi, bukan tidak mungkin keindahan alam seperti Lembah Harau tinggal cerita.
(Mond)
#Karhutla #Peristiwa #SumateraBarat