Breaking News

Wakil Wali Kota Bandung Erwin Tumbang Dua Hari Usai Ditetapkan Tersangka: Drama Hukum Meluas ke Ruang Perawatan

Rumah Wakil Wali Kota Bandung Erwin.

D'On, Bandung
— Hanya dua hari setelah namanya diumumkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan di lingkungan Pemerintah Kota Bandung, Wakil Wali Kota Bandung Erwin dilaporkan mendadak sakit dan kini terbaring lemah di RSUD Bandung Kiwari. Peristiwa ini mengubah ritme kasus  yang semula bergerak di ruang penyidikan menjadi saga yang kini berlapis: hukum, politik, dan kesehatan publik.

Menurut penuturan Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, kabar perawatan itu datang dalam bentuk potongan informasi. “Beliau dirawat di RSUD Bandung Kiwari. Saya lagi nunggu laporan diagnosisnya. Saya belum berani mengatakan karena saya bukan ahlinya, kedua juga karena ini berimplikasi terhadap status hukum beliau,” ujar Farhan di Pendopo Kota Bandung, Kamis (11/12/2025).

Farhan menegaskan dirinya belum bisa menjenguk Erwin karena aturan administrasi yang mengikat status tersangka. “Izin untuk menengok nggak boleh sembarangan. Kalau saya orang biasa boleh, tapi ya karena status saya sebagai wali kota jadi harus ada izin. Jangan sampai saya seakan-akan menimbulkan prasangka,” katanya.

Kronologi singkat: dari pemeriksaan saksi ke penetapan tersangka, lalu ruang perawatan

Kasus ini berawal dari rangkaian pemeriksaan yang telah digelar Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung sejak Oktober 2025. Tim penyidik memeriksa sekitar 75 saksi dan menyita sejumlah dokumen relevan. Sebelum status tersangka ditetapkan, Erwin sempat dipanggil dan diperiksa sebagai saksi salah satu pemeriksaan tercatat berlangsung hingga tujuh jam.

Pengumuman resmi datang dari Kepala Kejari Kota Bandung, Irfan Wibowo, yang menyebut dua orang ditetapkan tersangka: E (Wakil Wali Kota Bandung aktif) dan RA, seorang anggota DPRD Kota Bandung. Jaksa menduga keduanya bersama-sama meminta paket pekerjaan dan pengadaan barang/jasa dari pejabat di lingkungan Pemkot Bandung; paket tersebut kemudian diduga “menguntungkan secara melawan hukum pihak yang terafiliasi.”

Irfan menegaskan penyidikan masih berkembang. “Penyidik akan terus mengembangkan kasus ini. Tidak menutup kemungkinan ada pihak lain yang turut terlibat,” ujar Irfan. Sumber resmi menyebut kedua tersangka dijerat dengan pasal-pasal yang berkaitan dengan penyalahgunaan jabatan dan pemufakatan  namun hingga pengumuman ini penahanan belum dilakukan karena ada mekanisme administratif yang mensyaratkan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri.

Kasi Pidsus Kejari Bandung, Ridha Nurul Ikhsan, menuturkan bahwa penahanan tetap mempertimbangkan undang-undang pemerintah daerah: “Mengingat undang-undang pemerintah daerah, harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.”

Pernyataan pihak terkait: tanda tanya atas kondisi dan integritas proses

Wali kota Farhan menyampaikan bahwa sebelum sakit, Erwin terlihat menjalankan tugas seperti biasa. Farhan juga bercerita beberapa pekan terakhir Erwin sempat berpamitan hendak berangkat umrah  dan belakangan sering absen dalam sejumlah kegiatan. “Dalam beberapa event beliau sempat absen terus. Saya nanya ada apa ini kok beliau nggak pernah datang? Oh tahunya ternyata sakit,” ujar Farhan.

Keterangan itu menimbulkan sejumlah pertanyaan publik: apakah penyakit yang diderita berkaitan dengan beban psikologis akibat proses hukum, ataukah kondisi kesehatan yang kebetulan muncul? Bagaimana mekanisme pemeriksaan lanjutan bila salah satu tersangka sedang dirawat? Kejari pada titik ini menyatakan proses hukum akan tetap berjalan sesuai ketentuan, dan penyidik berjanji terus mengumpulkan bukti.

Jejak politik Erwin: karier panjang yang kini diuji hukum

Erwin bukan figur politik baru di Bandung. Jejaknya meliputi kepemimpinan tingkat daerah di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), pengalaman duduk di Komisi D DPRD, serta menjadi calon wakil yang mendampingi Muhammad Farhan dalam Pilwalkot Bandung 2024. Ia juga disebut aktif di berbagai organisasi dan tercatat memiliki latar pendidikan hingga tingkat doktoral.

Karier yang selama ini membangun basis politik dan jejaring kerja di pemerintahan kini berhadapan dengan dugaan praktik pengkondisian proyek. Dampaknya belum hanya menyentuh reputasi pribadi  namun juga efektifitas birokrasi dan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Reaksi: pengawasan dan efek politik

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi penetapan tersangka ini dengan nada hukum-formal: semua harus mengikuti prosedur hukum. “Kita ikuti semua prosedur hukum, semua orang harus taat dan kedudukan sama di mata hukum,” katanya. Mengenai potensi pemecatan, gubernur menekankan bahwa keputusan semacam itu menunggu putusan berkekuatan hukum tetap dan bukan hanya inisiatif gubernur semata.

Di lingkup kota, dinamika politik berpotensi memanas: fraksi-fraksi di DPRD, organisasi masyarakat, dan partai politik masing-masing akan memetakan langkah  menunggu perkembangan penyidikan, materi bukti yang dilimpahkan, serta keputusan administratif terkait status pegawai negeri dan pejabat daerah.

Aspek hukum yang perlu diikuti publik

  1. Pengembangan berkas perkara: Kejari menyatakan masih membuka kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat. Publik perlu mengawasi apakah akan ada perluasan tersangka atau pemanggilan pihak-pihak baru.
  2. Izin penahanan: Karena subjek perkara adalah pejabat daerah aktif, prosedur administratif ke Kementerian Dalam Negeri berperan menentukan apakah penahanan akan dilakukan. Ini salah satu titik kritis yang sering menjadi perhatian karena berdampak pada kecepatan proses peradilan.
  3. Bukti transaksi proyek: Inti tuduhan adalah pengkondisian paket-paket pekerjaan dan pengadaan barang/jasa — bukti dokumen, aliran keuangan, dan keterangan saksi profesional menjadi penentu kuat-lemahnya kasus di meja persidangan.
  4. Kesehatan tersangka: Status medis dapat memengaruhi mekanisme pemeriksaan—baik terhadap jadwal pemeriksaan lanjutan maupun akses tim kuasa hukum.

Apa yang mesti diperhatikan selanjutnya?

  • Hasil diagnosis resmi dan pernyataan medis rumah sakit (apakah rawat inap bersifat sementara, kronis, atau memerlukan perawatan lanjutan).
  • Langkah Kejari Bandung: apakah penyidik akan menunda pemeriksaan terhadap Erwin karena kondisi kesehatan—atau justru akan meneruskan pemeriksaan melalui mekanisme lain (mis. pemeriksaan di rumah sakit dengan izin resmi).
  • Keputusan administratif dari Kementerian Dalam Negeri terkait kemungkinan penahanan atau pembatasan tugas pejabat.
  • Potensi perluasan penyidikan  apakah nama-nama baru akan muncul seiring pengembangan bukti.

Penutup: persimpangan hukum, politik, dan kesehatan publik

Kasus ini menempatkan Kota Bandung pada persimpangan antara mekanisme hukum yang harus transparan dan independen, serta realitas politik yang tak bisa diabaikan. Ketika seorang wakil kepala daerah yang sedang disidik harus dirawat, publik berhak mendapat jawaban  tidak hanya tentang kesehatan pribadi sang pejabat tetapi tentang bagaimana proses hukum berjalan adil, akuntabel, dan tidak dipengaruhi faktor non-teknis. Ke depan, catatan penting bagi para pengambil keputusan adalah memastikan transparansi: dari keterangan medis yang jelas hingga proses penyidikan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kita akan terus mengikuti perkembangan: hasil diagnosis rumah sakit, langkah-langkah penyidik Kejari Bandung, dan respons institusi lain yang terkait. Untuk saat ini, yang jelas adalah drama di Balai Kota Bandung bertambah satu babak  kini lawan mainnya bukan hanya pasal dan bukti, tetapi juga kondisi kesehatan manusia yang terlibat.

(L6)

#PenyalahgunaanWewenang #Korupsi #WakilWalikotaBandungTersangkaKorupsi