Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KPK Hentikan Penyidikan Kasus Tambang Konawe Utara, Negara Diduga Rugi Rp 2,7 Triliun


D'On, Jakarta
— Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara mengejutkan menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi perizinan tambang di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 2,7 triliun. Padahal, dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan tersangka dan mengungkap aliran dana miliaran rupiah.

Penghentian penyidikan tersebut ditandai dengan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

“Benar, KPK telah menerbitkan SP3 dalam perkara tersebut,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Jumat (26/12).

Alasan KPK: Bukti Tidak Cukup

Budi menjelaskan, perkara yang mulai diselidiki sejak tahun 2009 itu telah melalui proses pendalaman dalam tahap penyidikan. Namun, setelah bertahun-tahun berjalan, penyidik menilai unsur pembuktian tidak terpenuhi secara hukum.

“Dalam kurun waktu tersebut telah dilakukan pendalaman secara menyeluruh, namun tidak ditemukan kecukupan alat bukti. Oleh karena itu, KPK menerbitkan SP3 demi memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak terkait,” kata Budi.

Meski demikian, KPK menegaskan tidak menutup pintu sepenuhnya terhadap kasus ini.

“Kami terbuka jika masyarakat memiliki kebaruan informasi atau bukti baru yang relevan untuk disampaikan kepada KPK,” tegasnya.

Tersangka Sudah Ditetapkan, Uang Diduga Mengalir

Kasus ini sejatinya bukan perkara kecil. KPK sebelumnya telah menetapkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka. Aswad diduga menerima uang sekitar Rp 13 miliar dari delapan perusahaan tambang sebagai imbalan penerbitan izin.

Dalam konferensi pers penetapan tersangka beberapa tahun lalu, Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, membeberkan modus dugaan korupsi yang dinilai sistematis.

Aswad, ketika menjabat sebagai bupati, disebut mencabut izin tambang nikel milik PT Antam, perusahaan pelat merah milik negara. Izin tersebut kemudian dialihkan kepada perusahaan-perusahaan swasta.

“ASW menerima pengajuan permohonan tambang dari delapan perusahaan dan kemudian menerbitkan 30 Surat Keputusan (SK) penambangan eksplorasi. Dari masing-masing perusahaan tersebut, ASW diduga menerima sejumlah uang,” ujar Saut kala itu.

Kerugian Negara Fantastis: Rp 2,7 Triliun

Nilai kerugian negara dalam kasus ini disebut mencapai Rp 2,7 triliun, terutama berasal dari penjualan nikel yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pemegang izin yang diduga diperoleh secara melawan hukum.

Angka tersebut menjadikan perkara Konawe Utara sebagai salah satu kasus tambang dengan potensi kerugian negara terbesar yang pernah ditangani KPK.

Publik Bertanya: Ada Apa di Balik SP3?

Penghentian penyidikan ini sontak menimbulkan tanda tanya di tengah publik. Pasalnya:

  • Tersangka sudah ditetapkan
  • Aliran dana sudah diungkap
  • Kerugian negara bernilai triliunan rupiah

Namun perkara justru berhenti di tengah jalan.

Sejumlah pengamat menilai, keputusan SP3 dalam kasus besar seperti ini berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi, khususnya di sektor sumber daya alam yang selama ini dikenal rawan praktik koruptif.

Kasus Konawe Utara kini menjadi contoh nyata betapa rumit dan kuatnya kepentingan di balik bisnis tambang, sekaligus ujian bagi komitmen penegakan hukum dalam mengawal kekayaan alam agar benar-benar sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

(K)

#KPK #Hukum