Proyek Rp 3,4 Miliar di Padang Diduga Abaikan Keselamatan Kerja: Pekerja di Atap Tanpa APD, Nyawa Taruhan di Tengah Proyek Negara

Memanjat diketinggian, pekerja tidak menggunakan sabuk pengaman (safety belt) atau body harness
D'On, Padang – Ironi keselamatan kerja kembali menyeruak di tengah proyek pemerintah. Pemandangan yang semestinya tak terjadi itu terlihat di kawasan Jln. Diponegoro No. 22, Belakang Tangsi, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang tepat di lokasi rehabilitasi Gedung Abdullah Kamil, bangunan bersejarah yang tengah diperbaiki dengan dana negara sebesar Rp 3,4 miliar lebih.
Proyek ini tercatat dalam paket kontrak kegiatan “Penataan dan Pembenahan Aset Budaya Gedung Abdullah Kamil” di bawah Kementerian Kebudayaan, melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Pemanfaatan dan Pembinaan Kebudayaan, dengan pelaksanaan oleh Satker Sarana dan Prasarana Kebudayaan.
Adapun CV. Panca Karya Satria dipercaya sebagai kontraktor pelaksana, sementara CV. Cipta Seroja Consultant bertugas sebagai konsultan pengawas (supervisi).
Namun ironisnya, dari hasil pantauan langsung tim media selama beberapa hari di lapangan, ditemukan indikasi kelalaian serius terhadap keselamatan kerja. Sejumlah pekerja tampak memperbaiki bagian atap gedung tanpa mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Tidak terlihat sabuk pengaman (safety belt) atau body harness, bahkan sebagian pekerja tanpa helm proyek dan sepatu keselamatan standar.
Padahal mereka bekerja di ketinggian kondisi yang jelas berisiko tinggi dan rawan kecelakaan fatal.
Pekerja di Atas Genting, Keselamatan di Ujung Tanduk
Fenomena seperti ini bukan hanya bentuk kelalaian, tetapi juga memperlihatkan minimnya pengawasan dari pihak kontraktor maupun pengawas proyek.
Dalam setiap proyek konstruksi, terlebih lagi proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), keselamatan kerja seharusnya menjadi prioritas utama, bukan sekadar formalitas di atas kertas.
Kondisi di lapangan menggambarkan betapa nyawa pekerja dipertaruhkan demi mengejar target fisik. Padahal, tanpa penerapan standar keselamatan yang ketat, satu langkah salah di ketinggian bisa berakhir tragis.
UU Nomor 1 Tahun 1970: Landasan Hukum yang Diabaikan
Untuk diketahui, dasar hukum Keselamatan Kerja di Indonesia diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
UU ini bertujuan mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta melindungi setiap orang di tempat kerja, tanpa terkecuali.
Beberapa poin penting yang seringkali diabaikan namun menjadi kunci keselamatan tenaga kerja antara lain:
-
Kewajiban Pengusaha/Perusahaan:
Menyediakan lingkungan kerja yang aman, melakukan pelatihan keselamatan, menyediakan APD lengkap, serta memastikan seluruh peralatan kerja terpelihara baik. -
Hak dan Kewajiban Pekerja:
Pekerja berhak mengetahui potensi bahaya di tempat kerja, dan bahkan berhak menolak bekerja jika keselamatannya terancam. -
Cakupan:
UU ini berlaku luas di semua sektor, mulai dari pabrik, proyek pembangunan, rumah sakit, hingga bandara.
Lebih jauh, implementasi K3 diperkuat oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen K3 dan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan sistem keselamatan dan kesehatan kerja.
Proyek Pemerintah, Bukan Sekadar Mengejar Target
Sangat disayangkan, praktik abai keselamatan justru muncul dalam proyek yang dibiayai oleh anggaran pemerintah pusat.
Proyek semacam ini seharusnya menjadi contoh penerapan standar K3 yang baik, bukan malah melanggar prinsip dasarnya.
Ketika pemerintah pusat menggulirkan dana miliaran rupiah untuk melestarikan aset budaya, harapannya adalah pembangunan yang berkualitas dan beradab — tidak hanya memperbaiki bangunan tua, tapi juga menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, termasuk keselamatan tenaga kerja yang terlibat di dalamnya.
Perlu Evaluasi Serius dari Pihak Kementerian
Kondisi ini sudah semestinya menjadi perhatian serius bagi Kementerian Kebudayaan dan pihak terkait lainnya.
Jika pengawasan dibiarkan longgar, bukan tidak mungkin kejadian serupa terulang di proyek lain di bawah naungan kementerian yang sama.
Keselamatan kerja bukan sekadar kewajiban administratif itu adalah hak asasi tenaga kerja.
Dan ketika hak itu diabaikan, maka setiap kecelakaan yang mungkin terjadi bukan lagi disebut “musibah”, tetapi konsekuensi dari kelalaian yang bisa dicegah.
(Deni/Mond)
#Infrastruktur #KementerianKebudayaan