Ahmad Sahroni Terbukti Langgar Kode Etik DPR, Dinonaktifkan 6 Bulan: “Tunduk di Kursi Etik”

Uya Kuya, Sahroni, Eko Patrio dan Nafa Urbach di sidang MKD
D'On, Jakarta — Sidang di Gedung DPR RI, Rabu (5/11/2025), berlangsung hening sesaat sebelum palu diketuk. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akhirnya memutuskan: Ahmad Sahroni, anggota DPR RI dari Partai NasDem, terbukti melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi nonaktif selama enam bulan dari seluruh aktivitas kedewanan.
Putusan itu dibacakan langsung oleh Wakil Ketua MKD DPR RI, Adang Darojatun, dengan suara tegas yang menggema di ruang sidang.
“Memutuskan, Teradu Ahmad Sahroni terbukti melanggar kode etik dan dihukum nonaktif selama enam bulan, terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Adang.
Sanksi ini menjadi puncak dari rangkaian panjang proses etik yang menarik perhatian publik, terutama setelah pernyataan Ahmad Sahroni yang dinilai meremehkan demonstran dan dianggap tidak pantas diucapkan oleh seorang wakil rakyat.
Suasana Sidang: Wajah Lesu di Barisan Depan
Ruang sidang MKD hari itu tampak penuh, namun suasananya berat. Di deretan depan, Ahmad Sahroni duduk sejajar dengan Uya Kuya, Eko Patrio, Adies Kadie, dan Nafa Urbach semuanya wajah-wajah publik yang kini berada di tengah sorotan.
Sahroni tampak beberapa kali menundukkan kepala, jarinya meremas kertas notulensi yang terlipat di meja. Di sampingnya, Uya Kuya dan Eko Patrio sesekali memainkan ibu jari, seolah mencari pegangan dalam ketegangan suasana.
Tak ada senyum, tak ada tepuk tangan. Hanya tatapan datar dari para hadirin, menunggu akhir dari sidang yang menegangkan itu.
Ketua MKD: “Kami Telah Memeriksa Semua Pihak”
Sidang dipimpin langsung oleh Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, yang memastikan bahwa keputusan ini diambil setelah proses pemeriksaan mendalam.
“Sebelum menyampaikan putusan, kami sudah memeriksa sejumlah saksi dan ahli untuk mendapatkan pandangan yang utuh. Semua prosedur dijalankan sesuai ketentuan,” ujar Dek Gam dengan nada tegas.
Saksi dan Ahli yang Dihadirkan
Dalam persidangan, MKD menghadirkan berbagai pihak untuk dimintai keterangan.
Beberapa nama yang hadir dan memberikan kesaksian antara lain:
- Suprihartini, Deputi Persidangan DPR RI
- Letkol Suwarko, perwakilan pengamanan Sidang Tahunan
- Prof. Dr. Adrianus Eliasta, akademisi hukum tata negara
Selain itu, MKD juga mengundang sejumlah ahli hukum dan etika publik, di antaranya Satya Arinanto, Trubus Rahardiansyah, dan Gusti Aju Dewi. Dari kalangan media, Wakil Koordinator Wartawan Parlemen, Erwin Siregar, turut hadir memberikan pandangan tentang dampak etik dan citra DPR di mata masyarakat.
Akar Masalah: “Joget di Tengah Sidang” dan Pernyataan Kontroversial
Kasus ini bermula dari peristiwa yang terjadi pada 15 Agustus 2025, saat Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI–DPD RI berlangsung. Momen kenegaraan itu mendadak viral di media sosial bukan karena isi pidato kenegaraan, melainkan karena sejumlah anggota DPR tampak berjoget di tengah sidang.
Gestur santai para wakil rakyat itu menimbulkan kemarahan publik.
Beredar kabar bahwa “joget” itu dilakukan setelah mereka menerima kabar tentang kenaikan gaji anggota DPR, meski isu tersebut belum terbukti benar.
Tak berhenti di situ, pasca-viral peristiwa itu, beberapa anggota DPR juga melontarkan komentar yang dianggap merendahkan demonstran dan rakyat kecil, termasuk Ahmad Sahroni. Ucapan yang ia lontarkan di sebuah wawancara publik dinilai tidak etis, arogan, dan mencederai semangat wakil rakyat.
Respons Publik dan Dampaknya bagi Citra DPR
Kasus ini langsung menyulut reaksi keras di media sosial. Nama Ahmad Sahroni menjadi trending selama beberapa hari dengan tagar seperti #EtikaDPR dan #WakilRakyatAtauWakilDiriSendiri.
Publik menilai DPR sedang kehilangan empati terhadap suara rakyat sesuatu yang seharusnya menjadi jiwa lembaga legislatif.
Keputusan MKD ini, menurut banyak pengamat, menjadi langkah penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga DPR RI.
“Ini bukan sekadar hukuman bagi individu, tapi pengingat keras bahwa kursi parlemen bukan tempat untuk main-main,” ujar pakar etika publik, Trubus Rahardiansyah, dalam kesaksiannya.
Langkah Selanjutnya: Nonaktif Enam Bulan, Tapi Tidak Dicabut
Dengan keputusan MKD ini, Ahmad Sahroni resmi dinonaktifkan dari seluruh aktivitas DPR selama enam bulan ke depan.
Namun, posisinya sebagai anggota DPR RI tidak dicabut secara permanen, artinya ia masih berstatus anggota legislatif, namun tidak memiliki hak dan fungsi kedewanan selama masa sanksi.
Belum ada pernyataan resmi dari pihak Partai NasDem terkait langkah internal yang akan diambil pasca putusan MKD tersebut. Namun, sejumlah kader partai disebut sedang melakukan konsolidasi untuk membahas sikap resmi partai terhadap kadernya itu.
Catatan Akhir: Etika, Cermin dari Amanah
Kasus Ahmad Sahroni menjadi pengingat bahwa kode etik bukan sekadar aturan administratif, melainkan cermin moral dan tanggung jawab politik seorang wakil rakyat.
Enam bulan nonaktif mungkin hanya waktu, tapi dampak moralnya bisa jauh lebih panjang.
Karena pada akhirnya, di balik kursi empuk parlemen, ada jutaan rakyat yang menatap menunggu, menilai, dan berharap bahwa wakil mereka tak lagi menunduk di ruang sidang karena kehilangan etika.
(L6)
#AhmadSahroni #DPR #MKD #Nasional #Politik