Nicolas Sarkozy Dipenjara: Kejatuhan Dramatis Sang Mantan Presiden Prancis yang Pernah Berkuasa Layaknya Raja

Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy
D'On, Paris — Pagi yang dingin di ibu kota Prancis berubah menjadi panggung sejarah kelam ketika Nicolas Sarkozy, mantan presiden yang dulu dielu-elukan sebagai simbol kebangkitan konservatisme Eropa, resmi memulai hukuman penjara selama lima tahun pada Selasa (21/10/2025). Tuduhan yang menjatuhkannya bukan hal sepele: berkonspirasi mengumpulkan dana kampanye dari rezim brutal Muammar Gaddafi di Libya.
Langit Paris seolah muram ketika pria berusia 70 tahun itu meninggalkan kediamannya. Dengan jas rapi dan langkah pasti, Sarkozy menggenggam tangan istrinya, Carla Bruni, supermodel dan penyanyi yang setia mendampinginya sejak masa kejayaan di Istana Élysée. Di luar rumah, ratusan pendukung setia sudah menunggu. Mereka berteriak lantang, “Nicolas! Nicolas!” dan menyanyikan lagu kebangsaan La Marseillaise simbol dukungan yang kini terasa getir bagi seorang mantan kepala negara yang akan melewati gerbang penjara.
Tujuan perjalanan itu bukan istana, bukan kantor pemerintahan, melainkan Penjara La Santé lembaga pemasyarakatan bersejarah di jantung Paris yang kini menjadi rumah bagi mantan orang paling berkuasa di Prancis.
Pesan Terakhir dari Mobil Menuju Penjara
Tak lama sebelum tiba di La Santé, Sarkozy menulis pesan panjang di akun X (sebelumnya Twitter). Dalam unggahan itu, ia mencurahkan isi hati yang menggema di seluruh Prancis:
“Saya ingin memberi tahu rakyat Prancis, dengan kekuatan saya yang tak tergoyahkan, bahwa yang dipenjara pagi ini bukanlah mantan presiden Republik melainkan orang yang tidak bersalah.”
Pesan itu cepat viral, dibagikan jutaan kali, menimbulkan debat sengit antara mereka yang menganggapnya martir politik, dan mereka yang melihatnya sebagai simbol kejatuhan moral elit kekuasaan.
Sarkozy menegaskan bahwa hukuman ini adalah bentuk “balas dendam dan kebencian politik” sebuah serangan terhadap warisannya sebagai presiden yang pernah memimpin Prancis dengan tangan besi dan ambisi global yang besar.
Dari Istana Élysée ke Sel Isolasi
Sarkozy kini menempati unit isolasi di La Santé, fasilitas dengan keamanan tinggi di mana narapidana ditempatkan sendirian dalam sel sempit. Demi keamanan, setiap aktivitas mulai dari olahraga hingga jam makan dilakukan terpisah.
Meskipun terkurung, mantan presiden ini masih akan menikmati hak-hak dasar: akses televisi dengan biaya 14 euro per bulan dan telepon rumah untuk berkomunikasi dengan keluarganya.
Kepada harian Le Figaro, Sarkozy sempat mengatakan ia akan “mengisi minggu pertama di penjara dengan membaca tiga buku”, salah satunya The Count of Monte Cristo karya Alexandre Dumas kisah legendaris tentang seorang pria yang dipenjara secara tidak adil dan kemudian merencanakan pembalasan dendam terhadap para pengkhianatnya.
Kebetulan? Atau simbol perlawanan yang halus dari Sarkozy terhadap sistem hukum yang ia anggap menindasnya?
Akhir dari Pertempuran Hukum Panjang
Hukuman ini menutup drama hukum yang membayangi Sarkozy selama lebih dari satu dekade. Ia dituduh menerima jutaan euro uang tunai dari pemimpin Libya Muammar Gaddafi untuk membiayai kampanye kepresidenannya tahun 2007. Uang itu, menurut jaksa, diselundupkan melalui jaringan rumit politisi, pengusaha, dan pejabat tinggi Prancis.
Sarkozy dinyatakan bersalah karena berkonspirasi dengan para pembantu dekatnya, namun dibebaskan dari tuduhan menggunakan uang itu secara pribadi. Ia sendiri bersikeras bahwa semua tuduhan itu tidak lebih dari upaya untuk menghancurkan reputasinya secara politik.
Tim pengacaranya segera mengajukan banding dan permohonan pembebasan awal, berharap pengadilan akan mempertimbangkannya sebelum Natal.
Guncangan Politik dan Warisan yang Terpecah
Kabar pemenjaraan Sarkozy mengguncang Prancis. Dari parlemen hingga kafe-kafe di Paris, warga memperdebatkan maknanya: apakah ini bukti bahwa hukum di Prancis berlaku bagi semua orang, atau justru bukti bahwa politik bisa menghancurkan siapa saja, bahkan mantan presiden?
Sekutu-sekutunya di kelompok konservatif dan sayap kanan mengecam keputusan ini sebagai “penghinaan terhadap republik.” Mereka menilai Sarkozy adalah korban dari sistem hukum yang terlalu dipolitisasi.
Namun di sisi lain, banyak kalangan menilai vonis ini adalah simbol perubahan zaman. Pada era 1990-an hingga awal 2000-an, banyak politisi terjerat korupsi namun lolos dari hukuman penjara. Kini, Prancis seolah ingin menegaskan: tidak ada yang kebal terhadap hukum.
Dari Anak Imigran ke Presiden, lalu ke Narapidana
Putra seorang imigran asal Hongaria, Nicolas Sarkozy menapaki tangga politik dengan kerja keras dan ambisi yang luar biasa. Ia meraih kursi presiden pada 2007 dengan janji untuk mereformasi ekonomi Prancis, mendorong kebijakan pro-bisnis, dan mengembalikan kejayaan global Prancis.
Namun krisis ekonomi 2008-2009 memukul keras ambisinya. Reformasi seperti kenaikan usia pensiun dari 60 ke 62 tahun dan pelonggaran aturan kerja 35 jam per minggu membuatnya kehilangan dukungan rakyat. Popularitasnya merosot tajam menjelang akhir masa jabatan.
Kini, perjalanan hidup Sarkozy menjadi cermin getir tentang bagaimana kekuasaan tertinggi bisa runtuh dalam sekejap. Dari kemegahan Istana Élysée, kini ia menatap dinding beton La Santé tempat ia mungkin akan merenungi bagaimana sejarah mengubahnya dari simbol kekuatan menjadi pengingat rapuhnya kekuasaan manusia.
Simbol Era Baru Keadilan Prancis
Kasus Nicolas Sarkozy bukan hanya kisah kejatuhan seorang pemimpin, tapi juga potret perubahan besar dalam sistem keadilan Prancis. Negeri yang dulu dikenal lunak terhadap elite politiknya kini menunjukkan taring.
Prancis tampaknya ingin mengirim pesan tegas ke dunia: bahwa bahkan presiden pun harus tunduk pada hukum.
Namun bagi sebagian warga, melihat sosok yang pernah berdiri di atas podium kenegaraan kini duduk di balik jeruji besi tetap meninggalkan rasa getir antara keadilan dan tragedi.
(Reuters)
#Internasional #Prancis #NicolasSarkozy