Tunjangan Rumah Anggota DPRD Bakal Diseragamkan Secara Nasional
Gedung DPRD DKI Jakarta di Jalan Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat. ANTARA
D'On, Jakarta – Rencana pemerintah untuk menyeragamkan besaran tunjangan rumah bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di seluruh Indonesia tengah menjadi sorotan. Selama ini, nominal tunjangan yang diterima para wakil rakyat di daerah berbeda-beda, mengikuti kebijakan dan kemampuan keuangan masing-masing pemerintah daerah.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Basri Baco, mengungkapkan bahwa wacana penyamarataan ini sudah masuk dalam tahap pembahasan serius di tingkat nasional. Menurutnya, kebijakan ini dimaksudkan agar tidak ada lagi kesenjangan antaranggota DPRD di provinsi maupun kabupaten/kota.
“Sedang dikaji bersama, dicari jalan yang terbaik, yang seragam rencananya. Jadi nggak Jabar sekian, Banten sekian, DKI sekian. Ini rencananya mau diseragamkan,” kata Basri, dikutip dari Antara, Sabtu (20/9/2025).
Basri menegaskan bahwa meski masih sebatas kajian, tujuan utama dari kebijakan ini adalah menciptakan rasa keadilan dan proporsionalitas. Ia menyebut, tunjangan yang diterima para wakil rakyat tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab mereka terhadap masyarakat yang diwakili.
“Dikaji yang terbaik. Karena rezeki dewan itu ada di dalamnya rezeki konstituen,” ujarnya.
Tunjangan DPRD DKI: Salah Satu yang Tertinggi di Indonesia
Untuk diketahui, DPRD DKI Jakarta saat ini termasuk yang menerima tunjangan rumah paling besar di Indonesia. Berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 415 Tahun 2022, tunjangan perumahan bagi pimpinan DPRD ditetapkan sebesar Rp78,8 juta per bulan, sudah termasuk pajak. Sementara itu, bagi anggota DPRD, tunjangan rumah yang diberikan mencapai Rp70,4 juta per bulan.
Nominal tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain yang rata-rata berada di kisaran Rp15–40 juta per bulan. Hal inilah yang kerap menimbulkan perdebatan di ruang publik, mengingat standar biaya hidup di Jakarta memang berbeda dari daerah lain, tetapi disparitasnya dinilai terlalu besar.
Dasar Hukum: PP Nomor 18 Tahun 2017
Aturan mengenai tunjangan perumahan anggota dewan sendiri sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
Dalam aturan itu disebutkan, jika pemerintah daerah tidak mampu menyediakan rumah jabatan bagi pimpinan DPRD, maka diberikanlah tunjangan dalam bentuk uang setiap bulan. Namun, besaran tunjangan tetap harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, dan rasionalitas.
Di DKI Jakarta, dasar hukum ini kemudian diterjemahkan dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 17 Tahun 2022, yang merupakan perubahan atas Pergub Nomor 153 Tahun 2017. Dari sinilah lahir Kepgub 415 Tahun 2022 yang menjadi acuan pemberian tunjangan rumah bagi DPRD DKI saat ini.
Kapan Akan Diseragamkan?
Meski sudah masuk tahap kajian, Basri Baco mengaku belum bisa memastikan kapan kebijakan penyamarataan tunjangan rumah DPRD akan resmi diberlakukan. Menurutnya, banyak faktor yang perlu dihitung, mulai dari perbedaan biaya hidup antarwilayah, kondisi fiskal daerah, hingga aspek keadilan.
“Semua sedang dihitung supaya proporsional. Jangan sampai ada yang merasa dirugikan, tetapi juga tidak boleh berlebihan,” ujarnya.
Catatan Publik: Antara Kebutuhan dan Kewajaran
Rencana penyamarataan tunjangan rumah ini berpotensi memunculkan pro dan kontra di masyarakat. Sebab, di satu sisi, DPRD sebagai lembaga legislatif daerah memang membutuhkan fasilitas yang memadai untuk menjalankan tugas kedewanan. Namun, di sisi lain, publik kerap menilai besaran tunjangan yang diterima para wakil rakyat terlalu tinggi dibandingkan dengan kondisi ekonomi sebagian besar masyarakat.
Pertanyaan yang kini muncul: apakah penyamarataan tunjangan akan benar-benar membuat kebijakan ini lebih adil, atau justru menambah beban keuangan daerah yang APBD-nya terbatas?
Wacana penyamarataan tunjangan rumah DPRD secara nasional menjadi langkah penting dalam menata kembali sistem keuangan daerah yang kerap menimbulkan kesenjangan antarwilayah. Namun, implementasinya jelas tidak mudah. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya adil bagi anggota dewan, tetapi juga realistis dengan kondisi keuangan daerah serta sesuai dengan prinsip kepatutan.
Jika akhirnya disahkan, kebijakan ini akan menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah pengelolaan hak keuangan DPRD di Indonesia.
(T)
#Politik #Nasional #TunjanganRumahDPRD