Terungkap! Sindikat Pembobol Bank Rp204 M Menyamar Jadi Satgas Perampasan Aset
Konferensi pers Bareskrim Polri terkait dengan pembobolan rekening dormant bank senilai Rp204 miliar, Kamis (25/9/2025).
D'On, Jakarta — Kepolisian Republik Indonesia kembali mengungkap kejahatan perbankan berskala besar yang melibatkan modus penyamaran tingkat tinggi. Sembilan orang tersangka berhasil membobol rekening dormant di sebuah bank milik pemerintah hingga meraup total Rp204 miliar. Ironisnya, sindikat ini menyamar sebagai aparat negara dengan identitas palsu Satgas Perampasan Aset dari sebuah kementerian, sehingga mampu meyakinkan pihak internal bank untuk turut serta dalam aksinya.
Pengungkapan kasus ini disampaikan langsung oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim, Kamis (25/9/2025).
“Mereka membuat ID card palsu dari salah satu lembaga pemerintahan dan mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset. Dengan cara itu, mereka bisa merayu dan meyakinkan pihak-pihak yang direkrut untuk membantu pemindahan dana rekening dormant seolah-olah itu perintah resmi negara,” ujar Helfi.
Aksi Kilat: Rp204 Miliar Lenyap dalam 17 Menit
Rekening dormant—rekening pasif yang sudah lama tidak digunakan—menjadi sasaran utama. Para tersangka bekerja cepat, hanya butuh 17 menit untuk mengeksekusi transaksi pemindahan dana dalam jumlah fantastis tersebut.
“Ini pembobolan dengan koordinasi yang sangat rapi. Mereka tahu sistem, tahu celah, dan tahu siapa yang bisa dipengaruhi. Karena itu, proses pemindahan dana sebesar Rp204 miliar bisa dilakukan dalam hitungan menit,” tambah Helfi.
Peran Tersangka: Dari Kepala Cabang hingga Konsultan Hukum
Dari sembilan tersangka yang ditangkap, masing-masing memiliki peran penting. Berikut detailnya:
- AP (50) — Kepala Cabang Pembantu bank. Ia membuka akses ke Core Banking System, jantung operasional transaksi perbankan, sehingga sindikat bisa memindahkan dana secara ilegal.
- GRH (43) — Consumer Relation Manager, menjadi penghubung utama antara sindikat dan pihak internal bank, sekaligus mengawal komunikasi agar tetap mulus.
- C alias K (41) — Aktor utama sekaligus otak sindikat. Mengaku sebagai anggota Satgas Perampasan Aset yang sedang menjalankan “misi rahasia negara”. Ia yang mengatur strategi besar pembobolan.
- DR (44) — Konsultan hukum. Tugasnya melindungi sindikat dari sisi legal, sekaligus aktif merancang strategi eksekusi pemindahan dana agar terlihat “sah secara hukum”.
- NAT (36) — Mantan pegawai bank yang paham seluk-beluk sistem. Ia melakukan akses ilegal ke Core Banking System dan memindahkan dana ke berbagai rekening penampungan.
- R (51) — Mediator. Bertugas mencari dan mengenalkan Kepala Cabang bank dengan para pelaku utama, serta menerima bagian dana hasil kejahatan.
- TT (38) — Fasilitator keuangan ilegal. Mengelola dan mencuci uang hasil pembobolan agar sulit dilacak aparat.
- DH (39) — Membantu pembukaan blokir rekening dan memindahkan dana yang sempat terhenti.
- IS (60) — Penyedia rekening penampungan sekaligus penerima uang hasil kejahatan.
“Setiap orang punya peran, dari internal bank hingga orang luar. Mereka membentuk jaringan yang kompleks dan berlapis, sehingga aksi terlihat meyakinkan seakan benar-benar operasi resmi negara,” jelas Helfi.
Modus Baru: Penyamaran Aparat Negara
Kasus ini menyoroti betapa canggihnya sindikat kriminal dalam menyusun modus. Dengan menyamar sebagai Satgas Perampasan Aset, mereka tidak hanya memalsukan ID card, tetapi juga memanfaatkan narasi “tugas negara rahasia” untuk menekan dan meyakinkan target.
“Penyamaran ini bukan sekadar atribut. Mereka paham betul psikologi target. Ketika mengaku membawa misi rahasia negara, pihak bank yang ditipu merasa tidak bisa menolak. Ada unsur tekanan mental sekaligus bujukan profesional,” ungkap Helfi.
Bareskrim: Jaringan Akan Dibongkar Sampai Tuntas
Kasus ini kini menjadi salah satu fokus utama Bareskrim. Polisi mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk aliran dana ke berbagai rekening penampungan yang masih ditelusuri.
“Kami akan kembangkan penyidikan untuk memastikan tidak ada pihak lain yang lolos. Uang hasil kejahatan ini pasti mengalir ke banyak tempat, termasuk kemungkinan pencucian uang melalui investasi atau usaha tertentu,” tegas Helfi.
Polri memastikan seluruh tersangka sudah ditahan dan dijerat dengan pasal-pasal terkait tindak pidana perbankan, penipuan, pemalsuan dokumen, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Catatan Penting: Kerapuhan Sistem dan Ancaman Modus Baru
Kasus ini bukan sekadar soal kerugian Rp204 miliar. Lebih dari itu, ia memperlihatkan bagaimana rekening dormant dapat menjadi celah rawan dalam sistem perbankan, dan bagaimana sindikat bisa memanfaatkan kepercayaan pada institusi negara untuk melancarkan aksinya.
Bagi publik, kasus ini menjadi pengingat bahwa kejahatan siber dan kejahatan perbankan kini semakin canggih dan tak lagi konvensional. Para pelaku memadukan pengetahuan teknis, jaringan orang dalam, hingga manipulasi psikologis.
“Ini peringatan keras bagi dunia perbankan dan institusi pemerintah. Karena sindikat kriminal kini tak segan-segan mengatasnamakan negara demi kejahatan,” pungkas Helfi.
(T)