Breaking News

Skandal Perpeloncoan di Unsri: Maba Diminta Cium Kening Sesama Jenis, Organisasi Dibekukan

Universitas Sriwijaya (AntaraNews

D'On, Palembang
– Dunia pendidikan tinggi kembali tercoreng oleh kasus perpeloncoan. Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang menjadi sorotan setelah beredarnya video viral yang menampilkan mahasiswa baru (maba) dipaksa mencium kening temannya sesama jenis dalam kegiatan pengenalan kampus. Insiden tersebut terjadi pada Senin, 22 September 2025, dan langsung menuai kecaman luas dari masyarakat.

Kronologi Insiden yang Menghebohkan

Video berdurasi singkat yang beredar di media sosial memperlihatkan sejumlah mahasiswa baru Unsri diarahkan oleh senior untuk melakukan aksi tak wajar. Dalam rekaman itu, tampak maba pria mencium kening sesama maba pria, begitu pula mahasiswi diminta melakukan hal serupa kepada teman perempuannya.

Aksi ini dilakukan di hadapan banyak orang sehingga menimbulkan rasa malu dan tidak nyaman bagi para korban. Tak butuh waktu lama, video tersebut menyebar luas di berbagai platform, memicu gelombang kritik dari warganet. Banyak yang menilai perbuatan itu termasuk kategori perundungan, pelecehan, sekaligus bentuk kekerasan psikologis yang tidak pantas terjadi di lingkungan akademik.

Respons Tegas Pihak Kampus

Sekretaris Universitas Sriwijaya, Alfitri, menegaskan bahwa pihak kampus tidak akan tinggal diam. Unsri telah membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) untuk menyelidiki kasus ini.

“Jika terbukti melanggar, sanksi akan diberikan sesuai aturan kampus,” tegas Alfitri, dikutip dari Antara, Kamis (25/9/2025).

Pimpinan Fakultas Pertanian Unsri telah bergerak cepat dengan memanggil berbagai pihak terkait, mulai dari Ketua dan Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian (Himateta), Ketua Angkatan 2023, hingga panitia pelaksana kegiatan.

Hasil investigasi awal menunjukkan keterlibatan organisasi mahasiswa Himateta dalam insiden ini. Sebagai konsekuensi, Unsri menjatuhkan sanksi berat berupa pembekuan organisasi Himateta selama satu tahun penuh.

BEM Unsri Ikut Bergerak: Buka Saluran Pengaduan

Kasus ini tak hanya ditangani pihak rektorat, tetapi juga menarik perhatian Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsri. Ketua BEM Unsri Palembang, Pasha Fazillah Afap, menyatakan pihaknya mengutuk keras segala bentuk perpeloncoan dan perundungan di lingkungan kampus.

“Perguruan tinggi harus menjadi ruang yang bebas dari intimidasi dan pelecehan. Tidak ada alasan yang membenarkan tindakan mempermalukan orang lain di muka umum,” ujarnya.

BEM Unsri telah membuka saluran pengaduan bagi mahasiswa yang menjadi korban perundungan. Selain itu, pihaknya menyediakan hotline konseling untuk membantu pemulihan mental korban yang mengalami tekanan psikologis akibat kejadian tersebut.

Pasha menambahkan, BEM mendesak pimpinan universitas memberikan perlindungan, pendampingan, serta jaminan keselamatan bagi korban dan saksi. Ia juga menekankan perlunya langkah pencegahan yang nyata agar kasus serupa tidak kembali terjadi di masa mendatang.

Gelombang Kecaman Publik

Kasus ini langsung menyedot perhatian publik, khususnya di media sosial. Banyak warganet menilai bahwa budaya perpeloncoan sudah tidak relevan dengan semangat pendidikan modern. Alih-alih membangun solidaritas dan kekompakan antar mahasiswa, praktik seperti ini justru menanamkan trauma, mempermalukan korban, dan merusak citra kampus.

Sejumlah alumni Unsri juga turut angkat bicara. Mereka menyesalkan masih adanya tradisi ospek atau pengenalan kampus yang diselipi praktik senioritas berlebihan. “Dulu kami juga merasakan kerasnya orientasi, tapi sekarang sudah harus diubah. Kampus seharusnya tempat yang aman, bukan ruang reproduksi kekerasan,” tulis seorang alumni di media sosial.

Harapan ke Depan

Peristiwa ini menjadi alarm keras bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Insiden di Unsri menunjukkan bahwa meskipun berbagai regulasi telah dikeluarkan, praktik perpeloncoan masih tetap terjadi dengan bentuk dan modus baru.

Pemerhati pendidikan menilai perlu adanya pengawasan ketat, edukasi kesetaraan, serta pembenahan budaya organisasi mahasiswa agar ruang akademik benar-benar menjadi tempat tumbuh kembang yang sehat bagi generasi muda.

Kini, sorotan publik tertuju pada Unsri: mampukah universitas ini menindak tegas pelaku dan mencegah praktik serupa di masa depan?

(L6)