Breaking News

Tanggul Beton 3 Km di Laut Cilincing Ganggu Nelayan, Dinas SDA Tegaskan Bukan Proyek NCICD

Viral Tanggul Beton 3 Km di Laut Cilincing Ganggu Nelayan Melaut

D'On, Jakarta
– Jagat maya kembali diramaikan dengan munculnya sebuah video yang memperlihatkan adanya tanggul beton raksasa di kawasan pesisir Cilincing, Jakarta Utara. Tanggul sepanjang 2–3 kilometer itu menuai sorotan publik karena dianggap mengganggu jalur nelayan tradisional yang sehari-hari mencari nafkah di kawasan laut Cilincing.

Video tersebut pertama kali diunggah akun Instagram @cilincinginfo. Dalam rekaman itu, tampak seorang nelayan yang dengan nada kesal menceritakan kesulitannya. Ia mengaku terpaksa harus memutar lebih jauh untuk bisa keluar ke area tangkapan ikan akibat keberadaan tembok beton yang memanjang menutup jalur.

“Tanggul beton nih di Pesisir Cilincing, menyulitkan nelayan pesisir untuk melintas. Ini kurang lebih ada 2–3 kilometer panjangnya. Awalnya perlintasan nelayan, sehingga kesulitan mencari ikan karena harus memutar jauh dengan adanya tanggul beton ini,” ungkap nelayan tersebut dalam video, dikutip Rabu (10/9/2025).

Keluhan itu sontak memantik reaksi publik. Banyak warganet mempertanyakan siapa yang membangun tanggul tersebut dan untuk kepentingan apa, mengingat posisinya berada langsung di jalur utama nelayan kecil melaut.

Dinas SDA Angkat Bicara: Bukan Proyek NCICD

Menanggapi ramainya perbincangan, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta angkat bicara. Melalui Kepala Bidang Pengendalian Rob dan Pengembangan Pesisir Pantai, Ciko Tricanescoro, Dinas SDA menegaskan bahwa tanggul itu bukan bagian dari National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), yakni proyek strategis nasional (PSN) yang selama ini dikenal sebagai “giant sea wall” atau tanggul laut raksasa di pesisir Jakarta.

“Tanggul tersebut bukan bagian dari proyek atau pekerjaan Tanggul NCICD,” tegas Ciko dalam keterangan tertulis, Rabu (10/9/2025).

Ciko menambahkan, hingga kini Dinas SDA tidak pernah menetapkan pembangunan fisik berupa tanggul beton di wilayah tersebut. Dengan kata lain, keberadaan tanggul di Cilincing itu tidak berkaitan dengan program pemerintah pusat maupun provinsi yang resmi.

Dinas SDA Tegaskan Tidak Ada Izin

Pernyataan serupa juga dilontarkan oleh Alfan Widyastanto, Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Pengendalian Rob dan Pengembangan Pesisir Pantai Dinas SDA DKI Jakarta. Ia menegaskan, instansinya tidak pernah menerbitkan izin pembangunan tanggul tersebut.

"Dinas SDA DKI Jakarta tidak mengeluarkan izin dan tidak memiliki kewenangan terkait pembangunan tanggul itu," ujarnya.

Pernyataan ini memunculkan tanda tanya baru: jika bukan bagian dari NCICD dan tidak ada izin dari Dinas SDA, lalu siapa pihak yang membangun tanggul beton raksasa itu?

Nelayan Merugi, Jalur Tradisional Tertutup

Bagi masyarakat pesisir, khususnya para nelayan tradisional Cilincing, keberadaan tanggul beton itu bukan sekadar tembok. Ia menjadi penghalang yang nyata dalam aktivitas melaut. Sebagian nelayan mengaku harus menempuh jalur lebih jauh, sehingga menambah waktu dan biaya operasional.

Selain itu, mereka khawatir tanggul tersebut dapat merusak ekosistem pesisir. Akses nelayan untuk menangkap ikan semakin terbatas, sementara kondisi perairan Cilincing sendiri sudah lama menghadapi persoalan polusi, reklamasi, hingga penurunan kualitas hasil tangkapan.

“Kalau jalur dipersulit, kami makin susah. Bahan bakar tambah banyak, waktu melaut makin lama, tapi hasil tangkapan belum tentu sebanding,” keluh seorang nelayan yang ditemui di pesisir Cilincing.

Misteri Pembangunan Tanggul

Meski sudah menjadi perbincangan luas, hingga kini belum ada kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan tanggul beton sepanjang 3 kilometer itu. Apakah proyek tersebut dilakukan oleh pihak swasta, pengembang tertentu, atau justru ada keterkaitan dengan proyek lain di luar kewenangan Dinas SDA?

Ketiadaan informasi resmi ini menambah keresahan warga. Mereka menuntut agar pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun pusat, segera melakukan investigasi.

Desakan Transparansi

Sejumlah pengamat menilai, persoalan tanggul Cilincing ini menggambarkan lemahnya transparansi dalam tata kelola pembangunan pesisir Jakarta. Pasalnya, setiap perubahan di wilayah pesisir berpotensi menimbulkan dampak besar, baik secara ekologis maupun sosial ekonomi.

Jika benar pembangunan dilakukan tanpa izin, maka ini menjadi preseden buruk dalam pengelolaan ruang laut. Nelayan kecil sebagai pihak yang paling terdampak harus dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan lebih lanjut dari pihak lain di luar Dinas SDA mengenai asal-usul pembangunan tanggul beton raksasa di Cilincing. Sementara itu, para nelayan berharap agar pemerintah segera turun tangan, membuka informasi secara transparan, dan mencari solusi agar aktivitas mereka tidak terus terganggu.

Kasus ini sekali lagi menunjukkan bagaimana dinamika pembangunan di kawasan pesisir Jakarta kerap menimbulkan gesekan dengan kepentingan masyarakat kecil yang bergantung sepenuhnya pada laut.

(L6)

#TanggulLaut #Viral