Luka di Pulau Haruku: Bentrokan Warga Kabauw–Kailolo Tewaskan Satu Orang, Gubernur Maluku Serukan Damai

Petugas Gabungan Patroli Usai Bentrokan Warga di Haruku Maluku (AntaraNews)
D'On, Pulau Haruku, Maluku — Langit sore di Pulau Haruku mendadak muram pada Selasa, 9 September 2025. Suasana tenang di pesisir tiba-tiba pecah oleh suara teriakan, benturan senjata tajam, dan kepanikan warga. Perbatasan antara Negeri Kabauw dan Negeri Kailolo kembali menjadi saksi getir pertikaian antarwarga yang menelan korban jiwa. Seorang warga dinyatakan meninggal dunia, sementara lima lainnya harus dilarikan ke rumah sakit dengan luka-luka serius.
Akar Konflik: Dari Insiden Penganiayaan ke Ledakan Amarah
Sumber api konflik bermula dari sebuah insiden penganiayaan terhadap seorang warga Kabauw di wilayah Wainana, Desa Kailolo. Insiden itu terjadi di dekat Pelabuhan Feri Wainana, ketika korban yang sedang bersama anaknya tiba-tiba diserang oleh orang tak dikenal. Kekerasan di ruang publik itu sontak memantik amarah. Bagi masyarakat Kabauw, serangan tersebut dianggap sebagai pelecehan dan ancaman yang tak bisa ditoleransi.
Kabar penganiayaan menyebar cepat, dibawa oleh bisik-bisik warga hingga berubah menjadi teriakan. Massa pun berkumpul di perbatasan desa. Dalam hitungan jam, situasi yang awalnya tegang berubah menjadi bentrokan terbuka. Senjata tajam berkilat di bawah cahaya sore, dan suara tangis bercampur dengan pekikan amarah.
Gubernur Hendrik: “Jangan Biarkan Api Kecil Membakar Maluku”
Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, angkat bicara tiga hari setelah tragedi itu. Dengan nada penuh keprihatinan, ia mengingatkan seluruh masyarakat Maluku, khususnya warga Pulau Haruku, untuk kembali mengedepankan persaudaraan.
“Perdamaian adalah fondasi utama bagi kehidupan kita di Maluku,” ujar Hendrik, dikutip dari Antara, Minggu (14/9/2025).
Menurutnya, konflik di Haruku bukan sekadar luka lokal, melainkan luka kolektif bagi seluruh rakyat Maluku yang selama ini dikenal menjunjung tinggi budaya pela gandong—ikatan persaudaraan antar-negeri yang diwariskan leluhur. “Konflik hanya membawa kerugian, baik dari segi keamanan, pendidikan, maupun ekonomi. Kita semua yang dirugikan,” tegasnya.
Hendrik meminta para tokoh adat, agama, dan pemuda tidak berdiam diri. “Mereka memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi penyejuk. Jangan biarkan konflik kecil merusak tatanan hidup yang sudah kita bangun bersama selama ini,” imbuhnya.
Polisi: Penganiayaan Akan Diusut Tuntas
Di tengah ketegangan, aparat kepolisian berusaha menenangkan situasi dengan janji penegakan hukum. Kapolda Maluku, Irjen Pol Dadang Hartanto, menegaskan pihaknya tidak akan membiarkan kasus penganiayaan yang memicu konflik ini berlalu begitu saja.
“Proses hukum adalah hal pertama yang akan dilakukan, tidak ada kata lain,” kata Dadang.
Ia menekankan, pihaknya tengah mengumpulkan alat bukti dan keterangan saksi-saksi untuk memastikan konstruksi hukum yang kokoh. “Minimal dua alat bukti harus kita temukan. Itu syarat mutlak,” ujarnya.
Tak hanya itu, polisi juga akan melakukan pendekatan persuasif. Warga Negeri Kailolo diimbau agar pihak yang merasa terlibat dalam penganiayaan menyerahkan diri secara sukarela. “Yakinlah kami berusaha keras melakukan penindakan hukum yang adil. Kami juga akan mengimbau langsung ke Kailolo agar pelaku mau bertanggung jawab,” tambah Kapolda.
TNI–Polri Siaga di Haruku
Pasca-bentrokan, Pulau Haruku dijaga ketat. Polresta Ambon, Brimob, dan Direktorat Samapta Polda Maluku menurunkan puluhan personel gabungan untuk berpatroli di titik-titik rawan. Jalanan yang biasanya ramai dengan aktivitas warga kini dipenuhi aparat berseragam, bersiaga penuh sembari menyapa warga dan memberikan imbauan kamtibmas.
“Patroli ini bertujuan memberikan rasa aman kepada masyarakat sekaligus mencegah potensi gangguan baru,” kata Wakapolresta Ambon, AKBP Nur Rahman.
Ia menambahkan, masyarakat diminta tidak mudah terprovokasi isu liar yang beredar, terutama di media sosial, yang sering menjadi bensin bagi api konflik. “Laporkan segera bila ada kejadian mencurigakan. Jangan biarkan isu berkembang liar dan memperkeruh keadaan,” pintanya.
Luka Lama yang Belum Sembuh
Pulau Haruku bukan pertama kali diguncang bentrokan. Sejarah mencatat wilayah ini pernah menjadi titik rawan konflik sosial, terutama yang dipicu oleh gesekan antarwarga desa. Setiap bentrokan selalu meninggalkan luka panjang: rumah yang terbakar, keluarga yang terpisah, hingga trauma anak-anak yang tumbuh dalam bayang-bayang kekerasan.
Kali ini, meski korban jiwa “hanya” satu, dampaknya jauh lebih luas. Rasa takut kembali menghantui, perekonomian lokal terganggu, dan hubungan antarwarga menjadi renggang.
Kini, harapan tertumpu pada para tokoh adat, pemuka agama, dan pemuda untuk merajut kembali tenunan sosial yang robek. Tanpa itu, bentrokan semacam ini hanya akan menjadi lingkaran setan yang berulang, meninggalkan generasi berikutnya dengan warisan luka dan dendam.
(L6)
#Peristiwa #BentrokMassa #Maluku