Kapal Patroli KKP Diduga Dibakar Massa di Pantai Muaro Air Haji Pessel
Kapal KKP Diduga Dibakar Nelayan (Dok: Tangkapan Layar)
D'On, Pesisir Selatan – Suasana tegang menyelimuti Pantai Muaro Air Haji, Kecamatan Linggo Sari Baganti, Kabupaten Pesisir Selatan, Jumat pagi (12/9). Sebuah kapal patroli milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bernama “Spinner Dolphin” terbakar hebat setelah sebelumnya sempat kandas di tepi pantai. Dugaan sementara, kapal tersebut dibakar oleh massa yang terdiri dari warga dan nelayan setempat.
Kronologi Kejadian
Menurut keterangan Kapten Kapal, Hakimi, insiden bermula sekitar pukul 08.00 WIB. Saat itu, kapal patroli PSDKP (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) tengah melakukan operasi rutin penegakan hukum di perairan sekitar Linggo Sari Baganti. Operasi ini menargetkan sejumlah kapal nelayan yang diduga menggunakan alat tangkap terlarang jenis pukat lampara dasar atau dikenal juga sebagai mini trawl.
Tim patroli kemudian mencoba menghentikan beberapa kapal nelayan yang dicurigai melakukan pelanggaran. Namun bukannya berhenti, salah satu kapal nelayan justru tancap gas menuju arah pantai. Situasi pun berubah menjadi dramatis.
“Dua petugas kami, Pebri dan Harry, melompat ke kapal nelayan tersebut untuk menjelaskan bahwa kami tidak menangkap nelayan, hanya menyita alat tangkap terlarang. Tapi nahkoda tetap memacu kapalnya ke arah daratan,” ujar Hakimi dalam laporan resmi kepada polisi.
Kapal Patroli Ikut Kandas
Kapal nelayan yang dikejar akhirnya menabrakkan diri ke pantai. Namun karena arus laut yang kuat serta gelombang yang besar, kapal patroli Spinner Dolphin yang mengejar dari belakang juga ikut terseret hingga kandas di garis pantai, berjarak sekitar 500 meter dari titik utama kejadian.
Situasi mendadak memanas. Ratusan warga dan nelayan berdatangan ke lokasi. Meski petugas KKP tidak mengalami kekerasan fisik, massa yang tersulut emosi kemudian mengarahkan kemarahan mereka ke kapal patroli. Tak lama berselang, api mulai terlihat di badan kapal.
“Api cepat membesar dan menghanguskan seluruh badan kapal. Kami tidak sempat menyelamatkan aset maupun peralatan di dalamnya,” jelas Hakimi.
Kerugian dan Dampak
Kapal Spinner Dolphin sendiri merupakan armada patroli penting milik KKP untuk mengawasi aktivitas penangkapan ikan ilegal di kawasan laut Pesisir Selatan. Kehilangan kapal ini menjadi kerugian besar, tidak hanya secara materi, namun juga berdampak pada efektivitas pengawasan laut di wilayah rawan praktik illegal fishing.
Belum ada keterangan resmi terkait nilai kerugian. Namun, mengingat kapal jenis ini dilengkapi dengan mesin berteknologi tinggi dan peralatan navigasi modern, kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Suasana di Lapangan
Pantauan di lokasi, asap hitam pekat membumbung tinggi di langit Muaro Air Haji. Warga sekitar sempat berkerumun untuk menyaksikan kebakaran kapal yang berada tak jauh dari bibir pantai. Meski beberapa pihak berusaha memadamkan api, namun kobaran semakin membesar hingga akhirnya kapal terbakar habis.
Petugas KKP yang berada di lokasi memilih mundur untuk menghindari keributan lebih lanjut. Sementara itu, aparat kepolisian dari Polres Pesisir Selatan langsung diterjunkan guna mengamankan lokasi serta melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Penyelidikan Polisi
Kapolres Pesisir Selatan beserta tim investigasi kini tengah mendalami insiden ini. Dugaan kuat, kapal memang sengaja dibakar oleh massa yang tidak puas dengan tindakan aparat KKP. Namun polisi masih mengumpulkan keterangan saksi-saksi dan mengamankan barang bukti di lapangan.
“Kita akan mengusut tuntas kasus ini. Jika terbukti ada unsur kesengajaan pembakaran, maka pelaku bisa dijerat pasal pidana,” ujar seorang pejabat kepolisian yang enggan disebutkan namanya.
Latar Belakang: Konflik Nelayan vs Penegakan Hukum
Peristiwa ini menjadi potret nyata ketegangan lama antara aparat penegak hukum kelautan dengan sebagian nelayan yang masih menggunakan alat tangkap terlarang. Pukat lampara dasar atau mini trawl telah lama dilarang karena merusak ekosistem laut, menghabiskan ikan kecil, dan mengancam keberlanjutan sumber daya perikanan.
Namun, di sejumlah daerah pesisir, praktik ini masih terjadi karena dianggap lebih menguntungkan nelayan meski merugikan ekosistem laut dalam jangka panjang. Upaya pemerintah melalui patroli kerap menuai resistensi dari sebagian kelompok nelayan, yang berpuncak pada insiden tragis seperti di Muaro Air Haji ini.
Insiden ini bukan sekadar soal sebuah kapal terbakar, melainkan juga cermin rumitnya hubungan antara penegakan hukum, keberlanjutan ekosistem laut, dan tekanan ekonomi nelayan tradisional.
(Mond)
#Peristiwa #PesisirSelatan #KapalPatroliKKPDibakarNelayan