711 Bencana Landa Padang Sepanjang 2024, Warga Diminta Tingkatkan Kesiapsiagaan
D'On, Padang – Kota Padang kembali menegaskan dirinya sebagai salah satu wilayah dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi di Indonesia. Data terbaru dari Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang menunjukkan, sepanjang tahun 2024, tercatat 711 kejadian bencana di ibu kota Sumatra Barat ini.
Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan potret nyata tantangan yang harus dihadapi masyarakat setiap tahunnya. Dari pohon tumbang hingga gempa bumi, bencana silih berganti menguji kesiapan warga maupun pemerintah.
Rincian Bencana yang Menghantam Padang
Berdasarkan data BPBD, jenis bencana yang paling mendominasi adalah pohon tumbang dengan 349 kasus. Kejadian ini kerap dipicu oleh cuaca ekstrem seperti hujan deras disertai angin kencang. Selain merusak infrastruktur, pohon tumbang juga sering mengganggu aktivitas warga di jalan-jalan utama.
Jenis bencana lain yang tercatat:
- 19 korban meninggal akibat hanyut di sungai maupun saluran air deras.
- 29 lokasi banjir yang merendam permukiman warga.
- 22 titik longsor, umumnya terjadi di kawasan perbukitan yang padat penduduk.
- 6 kejadian angin puting beliung, merusak rumah dan atap bangunan.
- 254 gempa bumi yang dirasakan warga, sebagai konsekuensi letak Padang di jalur sesar aktif dan dekat zona megathrust Mentawai.
- 1 kasus kebakaran hutan, meski relatif kecil tetapi berpotensi meluas jika tidak ditangani cepat.
- 26 kasus kekeringan, yang berdampak pada ketersediaan air bersih dan kesehatan masyarakat.
Pentingnya Kesiapsiagaan
Perwakilan BPBD Kota Padang, Rifqi Arif, menegaskan bahwa kesiapsiagaan masyarakat adalah faktor penentu keselamatan dalam menghadapi bencana. Ia merujuk pada hasil survei pasca-Gempa Kobe 1995 di Jepang, yang menunjukkan 95 persen korban selamat ditolong oleh keluarga, tetangga, atau melalui upaya penyelamatan diri sendiri.
“Petugas penyelamat sering kali kesulitan menjangkau lokasi bencana dengan cepat. Karena itu, kemampuan keluarga dan komunitas lokal dalam bertahan hidup dan saling membantu sangat penting,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam kegiatan Sosialisasi Pengelolaan Arsip bagi Masyarakat Tangguh Bencana di Padang, Kamis (11/9/2025).
Belajar dari Kearifan Lokal
Rifqi juga menyinggung contoh nyata kearifan lokal masyarakat Pulau Simeulue, Aceh, yang memiliki istilah “smong” untuk menyebut tsunami. Pengetahuan turun-temurun itu diwariskan lewat cerita rakyat dan nyanyian sederhana kepada anak-anak. Saat tsunami besar melanda Aceh pada 2004, kearifan lokal ini terbukti menyelamatkan ribuan jiwa, karena masyarakat setempat langsung tahu bahwa gempa kuat diikuti surutnya air laut adalah tanda bahaya.
Menurut Rifqi, Padang bisa belajar dari pengalaman itu. “Kearifan lokal yang diwariskan secara konsisten mampu menjadi alarm alami bagi masyarakat. Jika budaya kesiapsiagaan ini tumbuh di setiap keluarga, maka dampak bencana dapat ditekan seminimal mungkin,” jelasnya.
Antisipasi Sejak Dini
Lebih lanjut, Rifqi mengingatkan bahwa bencana tidak pernah bisa diprediksi dengan pasti. Oleh sebab itu, masyarakat perlu memiliki rencana evakuasi keluarga, baik ketika berada di rumah, di sekolah, maupun di tempat kerja.
Selain itu, ia menyarankan setiap keluarga menyiapkan tas siaga bencana (tas sibad) berisi kebutuhan mendesak seperti:
- makanan instan dan air minum,
- dokumen penting,
- pakaian ganti,
- perlengkapan mandi,
- senter atau alat penerangan,
- serta radio kecil untuk mendapatkan informasi darurat.
“Persiapan sederhana ini bisa menjadi penentu keselamatan saat detik-detik kritis bencana,” tegasnya.
Tantangan Padang ke Depan
Dengan kondisi geografis yang berada di tepi pantai, dikelilingi perbukitan, serta berdiri di atas jalur sesar aktif, Kota Padang memang tidak bisa dilepaskan dari ancaman bencana. Gempa besar dan potensi tsunami di zona Mentawai, ditambah banjir serta longsor akibat curah hujan tinggi, membuat kota ini berada pada posisi rawan.
Masyarakat diharapkan tidak hanya mengandalkan pemerintah, tetapi juga membangun budaya kesiapsiagaan di tingkat keluarga dan komunitas. Sebab, sebagaimana pengalaman dunia menunjukkan, nyawa seringkali ditentukan oleh kecepatan dan kesiapan kita sendiri.
(Mond)
#BencanaAlam #Padang #Peristiwa
