Breaking News

KPK Minta Data Pokir, Proyek Strategis, dan Bansos: Tegas Ingatkan Kepala Daerah Jangan Main-main dengan Uang Rakyat

Ilustrasi Gedung KPK 

D'On, Jakarta 
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan ketegasan dalam mengawasi penggunaan anggaran publik di daerah. Melalui surat resmi bernomor B/5380/KSP.00/70-72/08/2025 tertanggal 21 Agustus 2025, lembaga antirasuah itu meminta secara tegas kepada sejumlah Kepala Daerah di Indonesia (daftar terlampir) untuk menyerahkan data rinci terkait 10 proyek strategis daerah, pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD, serta daftar hibah dan bantuan sosial (Bansos).

Surat yang ditandatangani secara digital oleh Agung Yudha Wibowo, Plt. Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, dikirim dengan sifat “SEGERA”. Dalam surat tersebut, KPK memberi tenggat waktu hingga 3 September 2025 bagi para Kepala Daerah untuk menyerahkan data kepada Person in Charge (PIC) wilayah masing-masing.

“Data diminta disampaikan paling lambat 3 September 2025 kepada PIC wilayah masing-masing,” tegas Agung Yudha dalam surat tersebut.

Lahan Basah Korupsi: Pokir, Proyek Strategis, dan Bansos

KPK menilai ada tiga sektor rawan penyimpangan yang selama ini menjadi perhatian publik sekaligus titik lemah tata kelola keuangan daerah: Pokir, proyek strategis, dan program hibah-bansos.

  1. Pokir DPRD
    Pokir atau pokok-pokok pikiran DPRD sejatinya merupakan wadah untuk menyalurkan aspirasi rakyat ke dalam program pembangunan daerah. Namun, fakta di lapangan menunjukkan, instrumen ini sering disalahgunakan oleh oknum anggota DPRD.
    Banyak kasus menunjukkan dana Pokir berubah menjadi “titipan anggaran” kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD), yang kemudian disusupi intervensi dalam proses pengadaan barang dan jasa. Tujuannya? Tidak jarang demi keuntungan pribadi, kelompok, bahkan untuk balas budi politik.

  2. Proyek Strategis Daerah
    Proyek yang dilabeli sebagai “strategis” kerap digunakan sebagai alat pencitraan politik. Alih-alih menjawab kebutuhan riil masyarakat, banyak proyek justru dipenuhi praktik mark-up anggaran, spesifikasi asal-asalan, hingga penunjukan penyedia secara tidak transparan.
    Tidak sedikit proyek yang diresmikan dengan penuh seremonial, tetapi manfaatnya bagi masyarakat sangat minim.

  3. Hibah dan Bansos
    Dana hibah dan bansos yang seharusnya menjadi instrumen keberpihakan pemerintah kepada kelompok rentan juga tidak lepas dari praktik curang. KPK menyoroti bahwa menjelang tahun politik, bansos sering dijadikan “ladang bancakan”.
    Modus yang ditemukan antara lain penyaluran tidak tepat sasaran, data penerima fiktif, hingga pembagian bansos berbasis kedekatan politik—sebuah pola lama yang terus berulang di banyak daerah.

Sejalan dengan Tekad Presiden Prabowo: Korupsi Adalah Penyakit Akut

Langkah KPK ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan bahwa korupsi adalah penyakit akut dalam tubuh bangsa yang harus segera disembuhkan. Pemerintah pusat menaruh perhatian serius pada pengelolaan APBD agar tidak lagi menjadi ajang transaksi politik maupun sarana memperkaya diri segelintir elit daerah.

Konteks ini penting mengingat APBD bukan sekadar deretan angka di atas kertas, melainkan uang rakyat yang berasal dari pajak, retribusi, dan berbagai sumber penerimaan daerah. Penyalahgunaannya berarti merampas hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik.

Pesan KPK: Era Tutup Mata Sudah Berakhir

KPK secara tegas mengingatkan para Kepala Daerah bahwa mereka memiliki kewajiban moral dan hukum untuk memastikan penggunaan APBD berjalan transparan, akuntabel, dan sesuai aturan perundang-undangan.

Permintaan data ini bukan sekadar formalitas administratif. KPK akan menggunakannya untuk:

  • Memetakan potensi penyimpangan anggaran.
  • Mengawasi secara ketat proyek strategis, Pokir, hibah, dan bansos di setiap daerah.
  • Mengidentifikasi keterlibatan pihak-pihak tertentu, baik eksekutif, legislatif, maupun pihak ketiga.

Bahkan, KPK juga membuka saluran pelaporan masyarakat bagi siapa pun yang menemukan dugaan penyimpangan. Artinya, ruang untuk bermain-main dengan uang rakyat semakin sempit.

“Sudah saatnya para pejabat daerah mawas diri, menghentikan praktik menyimpang, dan tidak menjadikan diri mereka sebagai ‘Pasien Tetap’ Aparat Penegak Hukum (APH). Masyarakat menanti integritas, bukan akrobat politik,” tegas KPK dalam pesannya.

Tantangan ke Depan: Dari Surat ke Tindakan Nyata

Langkah KPK ini bisa dibaca sebagai peringatan dini. Bahwa pengelolaan keuangan daerah tidak boleh lagi dijadikan “ATM politik” oleh segelintir elit. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan agar instruksi ini benar-benar diikuti dengan tindakan nyata, bukan hanya formalitas pengumpulan data.

Jika Kepala Daerah dan DPRD masih mencoba bermain-main, konsekuensinya jelas: penegakan hukum.
Dan kali ini, publik tampaknya tidak lagi mau melihat drama “cuci tangan” di balik penyimpangan anggaran.

Surat KPK ini adalah sinyal keras bahwa era tutup mata terhadap praktik bancakan anggaran sudah berakhir. Kepala Daerah, DPRD, hingga pihak swasta yang terlibat harus bersiap menghadapi pengawasan ketat.

Uang rakyat bukan untuk dipermainkan. Transparansi bukan pilihan, tetapi kewajiban mutlak.

(Mond)

#KPK #Nasional #PSN #DanaBansos #DanaPokir