ASN Pemko Padang Melimpah, Belanja Pegawai Membengkak, APBD Terancam Tidak Sehat
Ilustrasi ASN Pemko Padang
D'On, Padang – Pemerintah Kota Padang mengambil langkah tegas dengan tetap memberlakukan moratorium penerimaan Aparatur Sipil Negara (ASN). Kebijakan ini sudah berjalan sejak 1 Oktober 2024 dan hingga kini belum dicabut. Alasannya sederhana, namun krusial: jumlah ASN di Kota Padang sudah melimpah, sementara struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kian terbebani oleh biaya gaji pegawai.
Plt Asisten I Setdako Padang yang juga menjabat Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Mairizon, menegaskan kebijakan moratorium tersebut tidak bisa ditawar.
“Moratorium itu tetap kita lakukan sampai sekarang. Apalagi Pemko Padang sudah mendapat tambahan pegawai dari jalur CPNS dan PPPK pada tahun kemarin dan sekarang,” ujar Mairizon kepada Diskominfo Padang, Kamis (21/8/2025).
Beban APBD Kian Berat
Menurut Mairizon, salah satu penyebab utama moratorium adalah melonjaknya porsi belanja pegawai dalam APBD Kota Padang. Saat ini, hampir 40 persen APBD terserap hanya untuk membayar gaji ASN.
Situasi semakin berat sejak adanya penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam dua gelombang. Total ada 4.402 orang PPPK baru yang direkrut: 2.854 orang pada tahap pertama dan 1.545 orang pada tahap kedua.
Penambahan besar-besaran ini langsung mengubah postur APBD Kota Padang. Proyeksi keuangan menunjukkan, mulai tahun 2026 mendatang, porsi belanja pegawai bisa tembus hingga 52 persen APBD.
“Kalau dibiarkan, ruang fiskal kita semakin sempit. Padahal belanja daerah seharusnya bisa lebih banyak diarahkan ke pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” jelas Mairizon.
Ancaman Sanksi dari Pusat
Masalah ini tidak bisa dianggap remeh. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, proporsi belanja pegawai maksimal hanya 30 persen APBD pada tahun 2027.
Artinya, dalam dua tahun ke depan, Pemko Padang wajib menurunkan rasio belanja pegawai yang saat ini sudah jauh melampaui batas. Jika tidak, konsekuensinya sangat berat: pemerintah pusat bisa menunda penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Bagi Hasil (DBH) yang menjadi salah satu penopang utama keuangan daerah.
“Kalau sampai terkena sanksi, otomatis pembangunan dan pelayanan publik di Padang akan terganggu. Ini yang harus kita antisipasi sejak sekarang,” tegas Mairizon.
Tantangan: ASN Melimpah tapi Distribusi Tak Merata
Meski jumlah ASN melimpah, persoalan distribusi masih menjadi tantangan klasik. Di satu sisi, ada dinas atau instansi yang pegawainya menumpuk. Namun di sisi lain, ada unit kerja yang justru kekurangan tenaga, terutama di bidang-bidang teknis seperti kesehatan, pendidikan, dan layanan publik berbasis lapangan.
Kondisi ini menuntut evaluasi menyeluruh dalam manajemen ASN, bukan sekadar menambah jumlah pegawai. Pemerintah Kota Padang perlu melakukan redistribusi pegawai agar beban kerja merata dan pelayanan publik tetap optimal meski tanpa rekrutmen baru.
Jalan Keluar: Efisiensi dan Reformasi Birokrasi
Pengamat kebijakan publik menilai langkah moratorium ASN di Padang adalah keputusan yang realistis, meski tidak populer. Menurut mereka, Pemko Padang harus fokus pada dua hal:
- Efisiensi Anggaran – menekan belanja pegawai yang membengkak dengan cara pengendalian formasi dan memaksimalkan penggunaan teknologi digital untuk mendukung kinerja birokrasi.
- Reformasi Birokrasi – memperbaiki distribusi ASN, meningkatkan kapasitas, serta mengurangi ketergantungan pada tambahan pegawai baru.
Jika langkah-langkah tersebut tidak dilakukan, Kota Padang bukan hanya berisiko kehilangan dana transfer pusat, tetapi juga terjebak dalam situasi “APBD tidak sehat”, di mana sebagian besar anggaran habis hanya untuk belanja rutin tanpa ruang memadai bagi pembangunan.
Kebijakan moratorium ASN di Padang menjadi alarm keras tentang bagaimana tata kelola keuangan daerah bisa terguncang akibat ledakan jumlah pegawai. Dengan belanja pegawai yang sudah menyentuh 40 persen APBD dan diproyeksikan mencapai 52 persen pada 2026, Pemko Padang harus segera mencari solusi sebelum batas waktu 2027 tiba.
Moratorium bukan sekadar penundaan rekrutmen, tetapi momentum untuk evaluasi, efisiensi, dan reformasi birokrasi. Jika tidak, beban berat ini bisa berujung pada sanksi pusat dan tersendatnya pembangunan di kota yang menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi Sumatera Barat ini.
(Mond)
#Padang #PemkoPadang