Breaking News

Terungkap! Napi Cipinang Diduga Kendalikan Prostitusi Anak dari Balik Jeruji, Wamen Imipas: Masih Didalami

Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Silmy Karim

D'On, Jakarta
Kasus mengejutkan kembali mencuat dari balik tembok Lapas Kelas I Cipinang. Seorang narapidana berinisial AN diduga menjadi otak di balik praktik eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur melalui layanan prostitusi terselubung "open BO". Ironisnya, semua itu diduga dijalankan dari dalam sel penjara yang seharusnya menjadi tempat rehabilitasi.

Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Wamen Imipas), Silmy Karim, angkat bicara terkait mencuatnya kasus ini. Ia menegaskan bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan pendalaman terhadap dugaan keterlibatan napi dalam jaringan eksploitasi anak yang memicu keprihatinan luas di masyarakat.

“Ya, kita sedang proses penyelidikan lebih lanjut,” ujar Silmy kepada awak media usai mengikuti rapat kerja dengan Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/7/2025).

Silmy juga memberikan klarifikasi penting. Ia menyatakan bahwa kasus ini bukan kejadian baru yang muncul tiba-tiba, melainkan bagian dari perkara lama yang sudah menyeret AN sebagai tersangka sebelumnya.

“Bukan kejadiannya pas saat ini. Itu kasus dia sebelumnya. Jadi jangan salah paham ya,” ujarnya, menepis anggapan publik bahwa pihak Lapas telah kecolongan dalam pengawasan napi.

Eksploitasi Anak di Balik Jeruji

Isu ini pertama kali mencuat ketika pihak Lapas Cipinang menerima informasi pada 15 Juli 2025 terkait dugaan adanya praktik prostitusi yang dikendalikan dari dalam sel. Temuan tersebut langsung memantik reaksi cepat dari pihak lapas.

Kepala Lapas Kelas I Cipinang, Wachid Wibowo, membenarkan adanya laporan bahwa salah satu warga binaannya, AN, diduga kuat mengorganisasi prostitusi anak di bawah umur. Ia menjalankan aksinya melalui jaringan komunikasi gelap dari dalam penjara dengan memanfaatkan aplikasi layanan "open BO" yang selama ini kerap disalahgunakan untuk prostitusi daring.

“Kami mendapatkan informasi pada 15 Juli 2025 lalu bahwa ada warga binaan yang mengendalikan praktik prostitusi. Kami langsung lakukan razia di kamar napi bersangkutan dan menemukan alat komunikasi yang digunakan,” jelas Wachid dalam keterangannya pada Sabtu (19/7/2025).

Dalam razia mendadak tersebut, petugas menyita sebuah ponsel pintar yang diyakini menjadi alat utama AN dalam mengoperasikan aktivitas terlarang tersebut. Ponsel itu kini telah diserahkan ke tim penyidik Direktorat Siber Polda Metro Jaya untuk ditindaklanjuti secara forensik digital.

Investigasi Internal dan Ancaman Sanksi

Temuan ini membuka babak baru dalam evaluasi sistem keamanan dan pengawasan di Lapas Cipinang. Wachid Wibowo menyatakan bahwa pihaknya tidak tinggal diam. Sebuah investigasi internal telah digelar untuk menelusuri bagaimana alat komunikasi itu bisa lolos masuk ke dalam sel tahanan.

“Kami akan investigasi bagaimana handphone tersebut bisa masuk. Jika ada petugas yang terlibat, sanksi tegas akan diberikan,” ujarnya dengan nada tegas.

Wachid menambahkan, Lapas Cipinang berkomitmen penuh untuk membantu aparat penegak hukum mengungkap kasus ini secara tuntas. Ia juga menyampaikan bahwa pengawasan internal akan diperketat untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.

“Kami terus memperkuat kerja sama dengan kepolisian dan meningkatkan sistem pengamanan di dalam lapas. Ini menjadi evaluasi besar bagi kami semua.”

Desakan Publik dan Rehabilitasi Sistem Pemasyarakatan

Kasus ini sontak memicu kemarahan publik. Banyak pihak mempertanyakan efektivitas sistem pengawasan di lembaga pemasyarakatan, terutama jika seorang napi masih bisa leluasa mengatur kejahatan dari balik jeruji.

Pengamat hukum pidana dan pemasyarakatan, Dr. Dimas Haryo, menilai bahwa kasus ini adalah bukti lemahnya sistem kontrol internal di sejumlah lapas di Indonesia. Menurutnya, penyelundupan alat komunikasi oleh narapidana bukanlah hal baru, namun keterlibatan dalam kejahatan berat seperti eksploitasi anak adalah alarm keras bagi pemerintah.

“Kalau benar napi bisa menjalankan bisnis gelap seperti ini, apalagi melibatkan anak di bawah umur, artinya ada pembiaran struktural yang harus dibongkar. Ini bukan lagi soal pelanggaran internal, tapi soal kegagalan fungsi negara dalam melindungi warganya yang paling rentan,” ungkapnya.

Polisi Masih Mendalami

Hingga kini, penyidik dari Direktorat Siber Polda Metro Jaya masih mendalami isi percakapan dan data di dalam ponsel yang disita dari AN. Investigasi ini diharapkan bisa mengungkap jaringan yang lebih luas, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak luar maupun petugas internal.

Kasus ini juga menjadi sorotan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mendesak pengusutan menyeluruh serta perlindungan terhadap korban yang telah dieksploitasi.

Catatan Redaksi:
Kasus ini menunjukkan bahwa bahaya eksploitasi anak bisa muncul bahkan dari tempat yang paling tak terduga: balik jeruji besi. Transparansi, evaluasi sistem pengamanan, dan penindakan tegas terhadap setiap pelanggaran harus menjadi prioritas agar penjara tidak menjadi markas kejahatan baru.

(Mond)

#ProstitusiAnak #OpenBO #PSKOnline #LapasCipinang