Breaking News

Terungkap! Ini Peran Empat Tersangka dalam Skandal Korupsi Chromebook di Kemendikbud

Ilustrasi 

D'On, Jakarta —
Satu demi satu tabir gelap dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mulai terbuka. Dalam konferensi pers yang digelar Selasa malam (15/7/2025), Kejaksaan Agung membeberkan peran empat tersangka utama yang terlibat dalam proyek bernuansa digitalisasi pendidikan ini.

Namun di balik jargon “digitalisasi” yang digaungkan, praktik di balik layar justru mengungkap adanya dugaan manipulasi dan penyalahgunaan kewenangan secara sistematis yang merugikan negara dan mengkhianati semangat reformasi pendidikan.

Berawal dari Grup WhatsApp ‘Mas Menteri Core Team’

Skandal ini bermula dari pembentukan grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team” pada Agustus 2019 sebuah grup internal yang dihuni oleh Nadiem Makarim, Jurist Tan, dan Fiona Handayani. Grup itu, menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjadi ruang diskusi awal yang membahas rencana pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek apabila Nadiem terpilih menjadi menteri.

Setelah Nadiem resmi ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan, pembahasan mengarah lebih konkret: pengadaan perangkat TIK berbasis ChromeOS dari Google.

Jurist Tan, yang saat itu menjabat Staf Khusus Menteri, disebut aktif memimpin berbagai rapat melalui Zoom. Ia mengajak sejumlah pejabat internal, termasuk Sri Wahyuningsih (Direktur SD), Mulyatsyah (Direktur SMP), dan Ibrahim Arief, untuk mendukung pengadaan perangkat dengan sistem operasi ChromeOS.

Pertemuan dengan Google, Konsultan, dan Rapat-Rapat Rahasia

Keterangan dari Kejaksaan menyebutkan bahwa Jurist Tan bahkan menindaklanjuti pertemuan langsung Nadiem dengan pihak Google terkait proyek ini. Rencana yang semula hanya wacana di grup WhatsApp berubah menjadi proyek nasional dengan nilai anggaran besar.

Untuk mewujudkan proyek ini, Ibrahim Arief ditunjuk sebagai konsultan pengadaan TIK. Ia turut berperan menyusun kajian teknis, bahkan sempat menolak menandatangani kajian pertama karena tidak menyebutkan ChromeOS secara eksplisit. Baru pada kajian kedua, yang sudah diarahkan ke rekomendasi Chromebook, dia menyetujuinya.

Tak hanya itu, Ibrahim juga memimpin simulasi penggunaan Chromebook melalui Zoom, memperlihatkan pada tim internal bahwa perangkat ini cocok untuk program digitalisasi—meski pengadaan sebenarnya belum dimulai.

Sri Wahyuningsih: Pengatur di Balik Layar

Peran besar juga dimainkan oleh Sri Wahyuningsih, yang saat itu menjabat Direktur Sekolah Dasar sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Ia menjadi aktor penting dalam mengeksekusi perintah untuk membeli Chromebook, termasuk mengganti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang tak sejalan.

Melalui orang kepercayaannya, ia memerintahkan agar pengadaan TIK diproses melalui metode e-katalog, kemudian diubah menjadi metode SIPLAH (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah). Ia juga diduga menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) pengadaan Chromebook untuk SD, yang menetapkan satuan pengadaan 15 unit laptop dan satu konektor per sekolah, dengan harga fantastis: Rp88.250.000 per paket.

Harga tersebut diambil dari dana transfer Kemendikbudristek ke satuan pendidikan, yang semestinya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bukan memperkaya oknum.

Mulyatsyah dan Juknis Pengadaan SMP

Sementara itu, Mulyatsyah yang kala itu menjabat Direktur SMP, juga memiliki peran sentral. Ia tidak hanya mengikuti rapat dan menyetujui arah kebijakan, tetapi turut menyusun petunjuk teknis (juknis) untuk pengadaan TIK jenjang SMP yang secara khusus mengarahkan ke penggunaan ChromeOS.

Langkah Mulyatsyah disebut sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2021 yang disusun oleh Nadiem. Ia pula yang menjadi penghubung antara PPK dan penyedia dalam pelaksanaan proyek.

Jejak Nadiem di Balik Skema Pengadaan

Meski hingga kini Nadiem Makarim belum ditetapkan sebagai tersangka, Kejaksaan menegaskan bahwa nama mantan Mendikbudristek itu terus muncul dalam berbagai rapat dan kebijakan. Ia disebut sebagai pihak yang memberi perintah langsung kepada para pejabat untuk memilih ChromeOS, bahkan sebelum kajian dan pengadaan resmi dimulai.

Hal ini memperkuat dugaan bahwa proses pengadaan tidak dilakukan berdasarkan prinsip transparansi dan kebutuhan teknis objektif, melainkan diarahkan sejak awal untuk memenangkan penyedia tertentu.

Kerugian Negara dan Lanjut ke Tahap Penahanan

Kejaksaan Agung masih mendalami nilai pasti kerugian negara dalam proyek ini. Namun indikasi pelanggaran telah cukup kuat untuk menetapkan empat orang sebagai tersangka: Jurist Tan, Ibrahim Arief, Sri Wahyuningsih, dan Mulyatsyah.

Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU Tipikor, yaitu menyalahgunakan kewenangan dan memperkaya diri atau orang lain dalam proyek yang dibiayai oleh anggaran negara.

Mereka telah ditahan untuk memperlancar proses penyidikan lebih lanjut.

Digitalisasi Tak Boleh Jadi Kedok Korupsi

Kasus ini menjadi pengingat bahwa program-program besar seperti digitalisasi pendidikan harus dijalankan dengan prinsip akuntabilitas dan integritas tinggi. Misi memajukan pendidikan tak boleh dikotori oleh kepentingan elit birokrasi, apalagi dengan menjadikan anak-anak dan sekolah sebagai objek korupsi berjubah teknologi.

Kini publik menunggu, apakah Kejaksaan akan berhenti pada empat nama ini, atau akan mengungkap keterlibatan yang lebih tinggi?

(Mond)

#Kejagung #KorupsiLaptopChromebook #NadiemMakarim #Korupsi