Polemik Transfer Data Pribadi ke AS: Prabowo Buka Suara, Negosiasi Masih Berlangsung
Presiden Prabowo Subianto. Foto: Mauro Pimentel/AFP
D'On, Jakarta — Polemik mengenai kemungkinan Amerika Serikat (AS) mengakses data pribadi warga Indonesia kini menjadi sorotan tajam publik. Isu ini mencuat usai pernyataan resmi dari Gedung Putih yang mengaitkan kebijakan transfer data dengan kesepakatan dagang bilateral antara Indonesia dan AS.
Presiden RI Prabowo Subianto akhirnya angkat bicara. Saat menghadiri perayaan Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta pada Rabu malam (23/7), Prabowo memberikan tanggapan singkat namun penting.
"Ya, nanti itu sedang... negosiasi jalan terus," ujar Prabowo kepada awak media.
Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa pembahasan mengenai isu sensitif ini masih berada dalam tahap perundingan intensif antara pemerintah Indonesia dan pihak AS.
Data Pribadi dalam Sorotan: Apa Sebenarnya yang Terjadi?
Isu ini pertama kali muncul pekan lalu saat pemerintah AS mengumumkan pemangkasan tarif dagang terhadap produk-produk Indonesia — dari 32 persen menjadi 19 persen. Pengumuman tersebut dipandang sebagai angin segar bagi hubungan ekonomi kedua negara. Namun tak lama kemudian, muncul rincian kesepakatan dari Gedung Putih yang menyebut bahwa Indonesia telah berkomitmen membuka akses terhadap transfer data pribadi lintas batas negara, termasuk ke AS.
Dalam pernyataan resmi tersebut, Gedung Putih menyebut:
"Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan digital, jasa, dan investasi. Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat."
Namun, tidak ada penjelasan teknis mengenai bentuk atau mekanisme transfer data tersebut, termasuk jenis data, perlindungan privasi, dan keterlibatan lembaga terkait.
Respons Pemerintah: Hati-hati dan Penuh Pertimbangan
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengaku belum mengetahui detail penuh dari komitmen tersebut. Ia menyebut bahwa saat ini pihaknya masih menunggu koordinasi lanjutan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga menjabat sebagai koordinator utama dalam negosiasi dagang dengan AS.
"Kami koordinasi dulu ya dengan Menko Perekonomian, kami ada undangan dari beliau untuk membahas ini. Saya belum tahu persis topiknya apa, tapi tentu setelah pertemuan akan ada pernyataan resmi," jelas Meutya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (23/7).
Meutya menegaskan bahwa keputusan terkait data pribadi harus mempertimbangkan aspek kedaulatan digital dan keamanan siber nasional.
Airlangga: Transfer Data Harus Bertanggung Jawab
Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan pernyataan singkat saat dimintai konfirmasi mengenai isu tersebut.
“Itu sudah, transfer data pribadi yang bertanggung jawab dengan negara yang bertanggung jawab,” ucapnya.
Pernyataan Airlangga menyiratkan bahwa ada prinsip akuntabilitas dalam kesepakatan, namun tidak merinci mekanisme atau perjanjian legal apa yang melandasinya. Sikap ini memunculkan pertanyaan lanjutan di masyarakat: sejauh mana perlindungan terhadap data warga negara Indonesia dijamin dalam kerja sama ini?
Kekhawatiran Publik: Privasi Warga Negara Taruhannya
Pakar keamanan siber dan perlindungan data pribadi menilai bahwa kerja sama transfer data lintas negara harus diatur dengan sangat ketat. Indonesia sendiri sudah memiliki UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), yang menegaskan bahwa pengendali data tidak boleh sembarangan memindahkan data warga ke luar negeri tanpa perlindungan hukum yang setara.
Menurut analis kebijakan digital dari Digital Policy Forum, Dr. Andita Nurrachman:
“Jika benar Indonesia berkomitmen mengizinkan transfer data ke AS, harus jelas: data apa yang ditransfer, untuk tujuan apa, dan bagaimana perlindungan hukumnya. Jika tidak, ini bisa membuka celah besar dalam kedaulatan data Indonesia.”
Tarik Ulur antara Manfaat Ekonomi dan Kedaulatan Digital
Kesepakatan dagang yang ditandatangani Indonesia dengan AS memang menjanjikan insentif ekonomi besar, termasuk penurunan tarif ekspor produk nasional dan peningkatan investasi digital. Namun demikian, jika kesepakatan itu menimbulkan konsekuensi terhadap keamanan data dan privasi rakyat Indonesia, maka pemerintah dituntut untuk lebih transparan dan tegas dalam menyampaikan kepada publik.
Kini, sorotan publik tertuju pada hasil negosiasi yang masih berlangsung di balik layar. Masyarakat berharap pemerintah tidak mengorbankan prinsip-prinsip kedaulatan digital hanya demi keuntungan ekonomi jangka pendek.
Meskipun Presiden Prabowo dan jajaran menterinya menyebut negosiasi masih berlangsung, tekanan publik untuk keterbukaan informasi dan perlindungan data semakin tinggi. Pemerintah harus segera memberikan klarifikasi resmi, bukan hanya untuk meredakan kekhawatiran, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan rakyat atas tata kelola data pribadi di era digital yang kian kompleks ini.
(Mond)
#Nasional #TransferDataPribadikeAS #PrabowoSubianto