Pemerintah Siapkan Kebijakan LPG 3 Kg Satu Harga Nasional Mulai 2026, Ini Alasannya
Gas LPG 3kg Hanya Dijual di Agen Resmi, Harga Tetap Rp22 ribu/tabung/dok.ei
D'On, Jakarta – Pemerintah tengah menyiapkan sebuah perubahan besar dalam kebijakan energi nasional, khususnya terkait gas elpiji bersubsidi ukuran 3 kilogram atau yang lebih dikenal masyarakat sebagai LPG melon. Mulai tahun 2026, harga LPG 3 Kg direncanakan akan diseragamkan atau disatukan di seluruh Indonesia.
Langkah strategis ini digodok oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai bagian dari upaya membangun sistem energi yang lebih adil, efisien, dan transparan. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebutkan bahwa pemerintah kini tengah merevisi dua regulasi penting, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019. Keduanya mengatur penyediaan, pendistribusian, serta penetapan harga LPG tertentu.
Mengapa Harus Satu Harga?
Menurut Bahlil, skema harga LPG 3 Kg saat ini sangat rentan terhadap penyimpangan. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah di kisaran Rp16.000 hingga Rp19.000 per tabung, seringkali tidak dijalankan. Bahkan, di beberapa wilayah, harga LPG melon bisa menembus angka Rp50.000 per tabung.
"Ini yang menjadi masalah kita. Ketika harga tidak satu, maka ada ruang gerak tambahan di bawah. Ada potensi kebocoran. Kita ingin menyederhanakan semuanya baik rantai pasok, distribusi, sampai subsidi agar LPG benar-benar dinikmati masyarakat yang berhak," jelas Bahlil dalam pernyataan resminya, Jumat (4/7/2025).
Selain harga yang fluktuatif dan tak terkendali, ketimpangan distribusi LPG 3 Kg juga menjadi perhatian serius pemerintah. Wilayah-wilayah terpencil, pulau terluar, dan daerah perbatasan kerap mengalami kelangkaan atau harga melambung karena rantai pasok yang panjang dan tidak efisien. Dengan kebijakan satu harga, semua daerah akan mendapatkan hak yang sama atas energi murah ini, tanpa membebani konsumen akibat biaya logistik yang tinggi.
Dua Target Besar: Pemerataan dan Pengendalian Subsidi
Kebijakan ini bukan hanya menyangkut soal harga. Pemerintah juga ingin memastikan bahwa subsidi energi benar-benar tepat sasaran. Saat ini, sistem subsidi LPG 3 Kg masih terbuka untuk siapa saja tanpa pembatasan ketat. Akibatnya, LPG subsidi banyak dikonsumsi oleh kelompok masyarakat yang seharusnya tidak berhak, bahkan oleh pelaku usaha besar.
“Kita ingin mengubah metode distribusi dan harga, agar tidak terjadi kebocoran anggaran dan subsidi. Kalau terus begini, antara harapan negara dan realisasi di lapangan tidak akan pernah sinkron,” tegas Bahlil.
Dengan penyeragaman harga, subsidi akan dialokasikan berbasis penerima manfaat (by name by address), bukan lagi berbasis komoditas. Artinya, hanya rumah tangga miskin, usaha mikro, nelayan kecil, dan petani kecil yang akan berhak menerima LPG bersubsidi ini.
Meniru Pola BBM Satu Harga
Wakil Menteri ESDM, Yuliot, menambahkan bahwa kebijakan LPG satu harga ini akan mengadopsi pola yang sama dengan program BBM Satu Harga yang telah berjalan sejak 2017. Program tersebut berhasil menyamakan harga bahan bakar minyak (BBM) di wilayah-wilayah terpencil, yang sebelumnya sangat tinggi akibat biaya distribusi.
“Kita akan lakukan hal serupa untuk LPG 3 Kg. Nantinya akan ditetapkan satu harga per provinsi, sesuai dengan evaluasi dan biaya logistik yang dihitung secara transparan,” jelas Yuliot.
Namun, implementasi kebijakan ini tidak akan dilakukan tergesa-gesa. Pemerintah akan melakukan persiapan matang, terutama dari sisi infrastruktur distribusi, sistem data penerima subsidi, hingga pendekatan sosial untuk menghindari gejolak di tengah masyarakat.
Tantangan dan Persiapan Menuju 2026
Transformasi besar ini tentu membutuhkan waktu, sinergi lintas kementerian, serta dukungan dari pemerintah daerah. Persiapan basis data yang akurat menjadi kunci, agar tidak ada masyarakat miskin yang tercecer dari daftar penerima subsidi, dan di saat bersamaan tidak ada yang mengambil keuntungan secara tidak sah dari LPG murah tersebut.
Pemerintah juga tengah membangun sistem digitalisasi distribusi LPG, yang memungkinkan pelacakan pasokan hingga ke tingkat pengecer. Digitalisasi ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan meminimalkan penyimpangan kuota.
“Kita tidak ingin kebijakan ini hanya jadi dokumen indah di atas kertas. Kita siapkan secara bertahap, berdasarkan kesiapan infrastruktur dan sosial ekonomi masyarakat,” pungkas Yuliot.
Catatan Redaksi:
Kebijakan LPG satu harga ini akan menjadi tonggak penting dalam reformasi energi di Indonesia. Jika berhasil, bukan hanya ketimpangan harga antarwilayah yang teratasi, tetapi juga potensi kebocoran subsidi yang selama ini menggerogoti keuangan negara. Tantangannya besar, tapi harapan untuk energi yang lebih adil dan merata kini kian terbuka.
(*)
#GasLPG3Kg #BahlilLahadalia #MenteriESDM #Nasional