Mobil Polisi Dirusak Saat Demo Kurir ShopeeFood: Dua Orang Resmi Jadi Tersangka dan Ditahan
Penampakan mobil polisi yang dirusak massa driver ShopeeFood di Kapanewon Godean, Kabupaten Sleman, Sabtu (5/7).
D'On, Sleman, DIY – Ketegangan pecah di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, usai ratusan kurir ShopeeFood menggelar aksi spontan yang berujung anarkis. Demonstrasi yang awalnya bertujuan untuk menuntut keadilan atas perlakuan tidak menyenangkan terhadap salah satu rekan mereka, berujung dengan perusakan fasilitas umum dan mobil dinas milik kepolisian. Kini, dua orang ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan pihak berwajib.
Demo Solidaritas Berubah Jadi Chaos
Aksi massa ini terjadi usai viralnya insiden dugaan penganiayaan terhadap seorang kurir ShopeeFood oleh pelanggan bernama Takbirdha Tsalasiwi Wartyana, warga Pedukuhan Bantulan, Kalurahan Sidoarum, Kapanewon Godean, Sleman.
Peristiwa bermula pada Jumat malam (5/7) dan berlangsung hingga Sabtu dini hari (6/7). Ratusan kurir yang marah atas insiden yang menimpa rekannya mendatangi langsung kediaman Takbirdha. Mereka menuntut pertanggungjawaban atas dugaan tindak kekerasan verbal dan fisik terhadap kurir yang hanya terlambat mengantar pesanan kopi.
Namun aksi solidaritas itu berubah menjadi tindakan destruktif. Tak hanya rumah Takbirdha yang menjadi sasaran emosi massa, bahkan fasilitas kepolisian pun turut menjadi korban. Sebuah mobil patroli milik Polsek Godean dirusak, dan sejumlah fasilitas rumah seperti CCTV dan pendingin ruangan (AC) dilaporkan rusak akibat aksi massa.
Dua Orang Ditahan, Polisi Buru Pelaku Lainnya
Kepolisian bergerak cepat menangani kasus ini. Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Agha Ari Septyan, menyatakan bahwa dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka atas aksi perusakan tersebut dan telah resmi ditahan.
“Sudah kita lakukan penahanan terhadap tersangka,” ujar Agha saat dikonfirmasi pada Minggu (6/7).
Meski demikian, Agha belum mengungkap secara rinci identitas maupun latar belakang dua tersangka tersebut, termasuk apakah mereka merupakan bagian dari komunitas kurir atau bukan.
“Ini baru dua, yang lain masih pengembangan. Kami masih memburu pelaku lainnya,” lanjutnya.
Polisi kini tengah menyisir jejak digital dan rekaman CCTV untuk mengidentifikasi pelaku lain yang terlibat dalam aksi anarkis tersebut.
ShopeeFood Angkat Suara: Keterlambatan Hanya 8 Menit
Di tengah simpang siur informasi soal keterlambatan pesanan yang disebut menjadi pemicu utama amarah pelanggan, pihak ShopeeFood akhirnya angkat bicara. Rizkyandi Ramadhan, Head of Business Development ShopeeFood Indonesia, menegaskan bahwa berdasarkan data internal mereka, keterlambatan pengiriman hanya delapan menit, bukan berjam-jam seperti yang ramai diberitakan.
“Berdasarkan sistem, keterlambatan tercatat dari estimasi awal pukul 21.22 WIB menjadi 21.30 WIB,” jelas Rizkyandi dalam keterangannya, Minggu (6/7).
Menurutnya, keterlambatan tersebut disebabkan oleh kondisi lalu lintas, dan aplikasi ShopeeFood telah memberikan estimasi waktu yang disesuaikan secara otomatis dengan situasi di lapangan.
Pernyataan ini berbeda dengan informasi yang sebelumnya disampaikan oleh Ketua RT setempat, yang menyebut bahwa keterlambatan mencapai berjam-jam.
Potret Buram Relasi Kurir dan Pelanggan
Peristiwa ini membuka kembali diskursus soal relasi antara kurir dan pelanggan di era layanan digital. Ketergantungan masyarakat pada layanan antar makanan semakin tinggi, namun di sisi lain, tekanan terhadap para kurir juga meningkat, baik dari sisi waktu, tuntutan layanan, hingga interaksi dengan pelanggan.
Aksi solidaritas ini, meski berangkat dari empati terhadap sesama rekan kerja, menunjukkan bahwa akumulasi tekanan dan emosi dapat berujung pada tindakan yang kontraproduktif, bahkan kriminal.
Pihak kepolisian pun mengimbau agar masyarakat tidak main hakim sendiri dalam menyelesaikan konflik. “Kami minta semua pihak menahan diri dan menyerahkan proses hukum kepada aparat penegak hukum,” tegas Agha.
Aksi yang Berujung Penyesalan
Peristiwa ini menyisakan pelajaran penting: solidaritas seharusnya tidak menjadi alasan untuk melakukan tindakan melawan hukum. Kini, dua orang telah mendekam di balik jeruji besi, dan proses hukum masih terus berjalan untuk para pelaku lainnya.
Di tengah era digital, ketika emosi mudah tersulut oleh narasi media sosial, kontrol diri dan penyelesaian konflik secara damai harus tetap menjadi prioritas. Karena satu tindakan gegabah, bisa berujung pada konsekuensi hukum yang berat dan panjang.
(K)
#Peristiwa #ShopeeFood #DriverOjol