Breaking News

Menag Tegaskan Kasus Rumah Doa di Padang Murni Kriminal, Bukan Intoleransi: Ada Apa Sebenarnya?

Menteri Agama, Nasaruddin Umar, usai menandatangani MoU terkait ruang digital ramah anak di TMII, Jakarta, Kamis (31/7/2025).

D'On, Jakarta/Padang –
Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, akhirnya angkat suara terkait insiden perusakan rumah doa yang terjadi di Kota Padang, Sumatera Barat. Dalam pernyataan tegasnya, Nasaruddin menyebut bahwa kericuhan yang melibatkan rumah doa milik Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah Padang bukanlah persoalan intoleransi beragama, melainkan murni kasus kriminalitas sosial.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Nasaruddin usai menghadiri kegiatan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, pada Kamis (31/7/2025). Dalam kesempatan itu, ia menegaskan bahwa Kementerian Agama telah mengerahkan tim investigasi ke lokasi kejadian, dan menyimpulkan bahwa kerusuhan tersebut tidak berakar dari konflik agama.

“Iya, kami sudah turunkan tim dan kita sudah selesaikan semuanya. Alhamdulillah. Itu kita anggap kriminal murni, dan semuanya harus bertanggung jawab. Kita berharap ini jadi yang terakhir,” ujar Nasaruddin dengan nada serius.

"Kurikulum Cinta" Diterapkan sebagai Solusi Pencegahan

Dalam upaya mencegah terulangnya insiden serupa di kemudian hari, Nasaruddin menyebut Kementerian Agama telah merancang dan mulai menerapkan pendekatan baru berbasis edukasi, yang ia sebut sebagai “kurikulum cinta.”

“Kita sudah mengembangkan kurikulum cinta ya. Mudah-mudahan kurikulum ini benar-benar beroperasi dengan baik. Maka tidak ada lagi isu kayak gitu,” lanjutnya, menyiratkan harapan besar terhadap pendekatan lunak berbasis nilai kasih dan toleransi ini.

Kronologi Singkat Insiden: Rumah Doa Dibubarkan, Fasilitas Rusak

Insiden terjadi pada Minggu malam, 27 Juli 2025. Rumah doa GKSI Anugerah Padang dibubarkan secara paksa oleh sekelompok warga. Dalam peristiwa itu, fasilitas rumah doa mengalami kerusakan yang cukup serius. Situasi sempat memanas dan menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat.

LBH Padang Desak Aparat Hukum Bertindak Tegas

Berbeda dari sikap pemerintah pusat, suara kritis muncul dari kalangan sipil. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Diki Rafiqi, mendesak kepolisian agar tidak hanya berhenti pada upaya mediasi atau penyelesaian damai. Ia menilai bahwa tindakan persekusi dan kekerasan terhadap kelompok agama harus diproses melalui jalur hukum tanpa kompromi.

“Kami mengingatkan agar polisi segera memproses hukum pelaku persekusi dan kekerasan terhadap kelompok agama,” tegas Diki dalam keterangan kepada media, Senin (28/7), seperti dilansir dari Antara.

Kemenag Padang: Ini Bukan Masalah SARA, Tapi Salah Paham Sosial

Senada dengan Menag, Kepala Kantor Kemenag Kota Padang, Edy Oktafiandi, menekankan bahwa peristiwa ini tidak dilatarbelakangi oleh isu SARA. Ia menjelaskan, insiden tersebut muncul akibat adanya salah paham sosial antara masyarakat sekitar dan pihak rumah doa.

Pernyataan itu disampaikan setelah dilakukan pertemuan intensif dengan pihak-pihak yang terlibat konflik. Penyelesaian masalah pun dilaksanakan bersama unsur Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Pemerintah Kota Padang, serta perwakilan lintas sektoral lainnya.

Di Balik "Kriminal Murni", Publik Tetap Bertanya: Apakah Negara Hadir untuk Minoritas?

Meski pemerintah menegaskan bahwa ini bukan kasus intoleransi, banyak kalangan mempertanyakan kecepatan dan ketegasan negara dalam melindungi kebebasan beribadah sebagaimana dijamin konstitusi. Penggunaan istilah “kriminal murni” dinilai sebagian pihak sebagai bentuk peredaman isu, bukan penyelesaian akar masalah.

Di tengah arus global yang menyerukan pentingnya toleransi, insiden seperti ini menjadi ujian serius bagi pemerintah pusat maupun daerah. Tidak cukup hanya dengan membentuk tim investigasi dan menyusun kurikulum cinta, publik berharap adanya kejelasan hukum, pertanggungjawaban pelaku, dan perlindungan nyata bagi kelompok minoritas.

Pekerjaan Rumah Serius untuk Pemerintah

Insiden perusakan rumah doa GKSI Anugerah Padang membuka babak baru dalam diskusi tentang toleransi di Indonesia. Walau Kemenag telah menyatakan kasus ini sebagai kriminal murni, desakan dari masyarakat sipil dan aktivis hak asasi manusia menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan perlindungan terhadap minoritas masih jauh dari kata tuntas.

Pertanyaannya kini: Apakah negara benar-benar hadir ketika tempat ibadah dirusak? Ataukah pernyataan “kriminal murni” hanya bagian dari narasi untuk menenangkan suasana?

Yang jelas, publik menanti langkah nyata, bukan sekadar pernyataan.

(T)

#PengrusakanRunahDoa #Padang #Peristiwa #MenteriAgama