Breaking News

Korupsi Pemerasan Tenaga Kerja Asing di Kemnaker: KPK Tahan 4 Pejabat, Uang Suap Capai Rp53,7 Miliar

Penahanan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Kamis (17/7/2025).

D'On, Jakarta –
Skandal korupsi di tubuh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) kian terkuak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan empat pejabat Kemnaker, termasuk para mantan direktur jenderal, atas dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Kasus ini melibatkan uang suap dalam jumlah fantastis: sedikitnya Rp53,7 miliar diterima dari pemohon RPTKA selama lima tahun terakhir.

Penahanan keempat tersangka diumumkan langsung oleh Ketua KPK Setyo Budianto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/2025), usai para tersangka menjalani pemeriksaan intensif.

“Setelah adanya kecukupan bukti pada proses penyidikan, hari ini KPK melakukan penahanan terhadap 4 (empat) tersangka, dari total 8 tersangka yang telah ditetapkan pada 5 Juni 2025 lalu,” ungkap Setyo.

Nama-Nama Tersangka yang Ditahan

Empat tersangka yang resmi ditahan tersebut merupakan tokoh penting dalam birokrasi Kemnaker, khususnya di bidang pengawasan dan perizinan tenaga kerja asing. Mereka adalah:

  1. Suhartono, mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker periode 2020–2023.
  2. Haryanto, mantan Direktur PPTKA sekaligus Dirjen Binapenta periode 2019–2025.
  3. Wisnu Pramono, mantan Direktur PPTKA periode 2017–2019.
  4. Devi Angraeni, Direktur Pengendalian Penggunaan TKA Kemnaker periode 2024–2025.

Keempatnya kini mendekam di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK untuk masa penahanan pertama selama 20 hari, mulai dari 17 Juli hingga 5 Agustus 2025.

Modus Pemerasan Lewat RPTKA

Dalam skema korupsi ini, para pejabat Kemnaker diduga menyalahgunakan kewenangan mereka dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) sebuah dokumen wajib bagi setiap perusahaan yang hendak mempekerjakan warga negara asing di Indonesia.

Menurut regulasi, tanpa RPTKA yang disahkan oleh Kemnaker, maka izin kerja dan izin tinggal TKA akan terblokir. Akibatnya, perusahaan pengguna TKA bisa terkena denda Rp1 juta per hari per orang.

Celah inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para tersangka. Para pemohon RPTKA “dipaksa” memberikan sejumlah uang agar pengajuan mereka diproses dengan lancar. Uang tersebut tidak masuk ke kas negara, melainkan mengalir ke kantong pribadi pejabat-pejabat di Direktorat PPTKA.

“Selama periode 2019 hingga 2024, jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai Direktorat PPTKA dari pemohon RPTKA sekurang-kurangnya adalah Rp53,7 miliar,” ujar Setyo.

Empat Tersangka Lain Masih Bebas

Dalam kasus ini, sebenarnya ada total delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Namun, empat di antaranya masih belum ditahan. Mereka adalah:

  • Gatot Widiartono, mantan Kasubdit Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta & PKK.
  • Putri Citra Wahyoe, staf Direktorat Pengendalian Penggunaan TKA Kemnaker 2019–2024.
  • Jamal Shodiqin, staf Direktorat Pengendalian TKA.
  • Alfa Eshad, staf Direktorat PPTKA.

Keempat nama tersebut diduga memiliki peran penting dalam mengatur aliran dana suap dan memperlancar proses pemerasan terhadap para pemohon RPTKA.

Korupsi Terstruktur, Sistemik, dan Mengakar

Skema korupsi ini menunjukkan pola yang sistemik. Para tersangka bukanlah oknum semata, melainkan bagian dari rantai birokrasi yang saling terhubung, dengan jabatan strategis dari direktur hingga staf teknis. Proses perizinan yang seharusnya transparan dan berorientasi pelayanan publik justru dijadikan ladang pemerasan.

RPTKA yang sejatinya menjadi instrumen pengendalian penggunaan TKA, berubah menjadi alat pungli berkedok administrasi resmi. Akibatnya, selain merugikan negara secara finansial, praktik ini juga mencoreng wibawa Indonesia dalam penataan tenaga kerja asing.

KPK: Penindakan Tak Akan Berhenti

KPK menegaskan bahwa penahanan ini baru awal dari proses hukum yang lebih luas. Setyo Budianto memastikan lembaganya terus membuka kemungkinan penetapan tersangka baru seiring dengan pendalaman terhadap aliran dana, komunikasi para tersangka, serta keterlibatan pihak swasta yang menjadi pemohon RPTKA.

“Kami tidak berhenti pada 8 tersangka ini. Jika dalam proses ditemukan aktor lain, KPK akan bertindak sesuai hukum,” tegasnya.

Skandal pemerasan RPTKA di Kemnaker mengingatkan publik bahwa korupsi tak hanya merampok uang negara, tetapi juga merusak tatanan pelayanan publik dan kepercayaan masyarakat. KPK kini berada di ujung tombak penindakan, namun harapan lebih besar ada pada reformasi birokrasi yang berani, bersih, dan berpihak pada kepentingan rakyat.

(Mond)

#KPK #SuapKemenaker #PemerasanTKA