Kepala BNN Larang Anggotanya Menangkap Pengguna Narkoba, Termasuk Artis: "Mereka Korban, Bukan Penjahat"
Kepala BNN Komjen Marthinus Hukom seusai menghadiri kuliah umum di gedung Rektorat Universitas Udayana, Selasa (15/7/2025). (Foto: Aryo Mahendro/detikBali)
D'On, Badung, Bali — Sebuah pernyataan tegas dan kontroversial dilontarkan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol Marthinus Hukom, yang menegaskan bahwa anggota BNN dilarang menangkap pengguna narkoba, termasuk dari kalangan artis. Ia menekankan bahwa sistem hukum di Indonesia saat ini sudah mengatur dengan jelas bahwa para pengguna narkotika harus direhabilitasi, bukan dipenjara.
“Jangankan artis, semua pengguna narkoba saya larang untuk ditangkap. Karena rezim undang-undang kita mengatakan bahwa mereka harus dibawa ke rehabilitasi, bukan ke pengadilan,” tegas Marthinus dalam kuliah umum di Universitas Udayana, Badung, Bali, Selasa (15/7).
1. Pengguna Adalah Korban, Bukan Pelaku
Marthinus menyatakan bahwa pendekatan represif terhadap pengguna narkoba selama ini telah gagal memutus rantai peredaran narkotika. Justru, banyak pengguna yang seharusnya mendapat pertolongan kesehatan malah dihukum dua kali — menjadi korban jaringan bandar narkoba dan kemudian dihukum sebagai pelaku kriminal.
“Pengguna adalah korban. Kalau ada artis yang menggunakan narkoba, berarti moralnya yang perlu dipertanyakan, bukan lalu ditangkap dan dibawa ke pengadilan,” katanya.
Pernyataan ini juga sekaligus menjadi kritik terhadap kecenderungan penegak hukum yang terkadang mengincar selebritas sebagai 'target empuk' untuk penangkapan kasus narkoba, yang dianggap justru mengaburkan akar persoalan: perdagangan dan peredaran narkotika.
2. Rehabilitasi, Bukan Penjara
Komjen Marthinus juga menyoroti bahwa Indonesia telah memiliki 1.496 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) — lembaga atau pusat layanan kesehatan yang berfungsi sebagai tempat rehabilitasi pengguna narkotika. Dalam sistem ini, masyarakat justru diajak melaporkan anggota keluarga yang menggunakan narkoba untuk mendapat bantuan medis dan psikologis.
“Lapor wajib diterima, lalu direhabilitasi tanpa proses hukum. Tidak diproses hukum, tolong dicatat ya. Kalau ada penegak hukum yang tetap memproses, maka dia berhadapan dengan hukum itu sendiri,” tegasnya.
Menurutnya, pendekatan rehabilitatif jauh lebih manusiawi dan efektif ketimbang hukuman pidana, terutama untuk mencegah kekambuhan dan mendobrak stigma sosial terhadap para pecandu.
3. Studi Kasus: Fariz RM dan Kegagalan Pendekatan Hukuman
Marthinus juga menyinggung musisi legendaris Fariz RM sebagai contoh nyata bagaimana pendekatan hukuman terhadap pengguna narkoba tidak membuahkan hasil. Fariz beberapa kali tersangkut kasus narkotika, namun tetap kembali menggunakan zat adiktif.
“Berapa kali dia ditangkap dan tetap menggunakan? Artinya dia dalam kondisi ketergantungan. Kalau kita kirim ke penjara, kita menghukum dia dua kali. Kita menjadikan korban sebagai pelaku,” ujarnya.
Marthinus menyarankan agar pengguna narkotika dengan ketergantungan berat perlu mendapat rehabilitasi inap jangka panjang dengan intervensi medis dan psikologis yang intensif. Ia menekankan bahwa banyak korban penyalahgunaan narkoba yang berhasil pulih jika mendapat penanganan yang tepat.
4. Bagaimana Jika Asesmen Salah? Ini Kata Marthinus
Saat ditanya soal kemungkinan adanya kesalahan asesmen di tingkat penyidik bawah, Marthinus mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010. Surat ini menjelaskan tentang kriteria pengguna yang wajib direhabilitasi.
“Di surat edaran MA itu dijelaskan, kalau ditemukan kurang dari satu gram pada pengguna, maka dia wajib direhabilitasi. Dia adalah pengguna, bukan pengedar,” jelasnya.
Namun, ia juga mengakui bahwa asesmen tidak bisa sekadar dilakukan berdasarkan jumlah barang bukti. Dibutuhkan informasi intelijen dan penyelidikan mendalam, karena tidak menutup kemungkinan seseorang yang kedapatan satu gram narkoba adalah pengedar yang menyisakan stok terakhirnya.
Paradigma Baru Penanganan Narkoba
Pernyataan tegas Komjen Marthinus Hukom ini menjadi sinyal penting bahwa negara tengah menggeser pendekatan hukum terhadap narkotika — dari penindakan ke pemulihan. Ia mengajak semua pihak, termasuk aparat, keluarga, dan masyarakat umum, untuk melihat pengguna narkoba sebagai manusia yang butuh pertolongan, bukan penjahat yang harus dijebloskan ke penjara.
Pernyataan ini juga menjadi peringatan keras bagi aparat penegak hukum yang masih menjadikan pengguna narkoba sebagai sasaran penangkapan demi angka statistik. Komjen Marthinus menutup dengan menegaskan bahwa hukum harus berpihak pada kemanusiaan.
“Kita harus berhenti menghukum korban. Rehabilitasi adalah jalan yang benar.”
(Mond)
#BNN #Narkoba #Hukum