Ibnu Kehilangan Segalanya: Duka Berlapis Anak Remaja Ini Setelah Kakak Dibunuh Wanda dan Sang Ibu Meninggal Akibat Syok
Dok: Cover Minangkabau
D'On, Padang Pariaman, Sumatera Barat – Sebuah tragedi memilukan menyelimuti sebuah rumah sederhana di Kecamatan Batang Anai. Di sana, seorang remaja lelaki berusia 16 tahun, Muhamad Tri Ibnu Rusdi, menangis pilu di sudut ruangan, di hadapan jasad sang ibu yang terbujur kaku. Air matanya belum sempat kering atas kepergian sang kakak yang ditemukan tewas dibunuh, kini ia harus kembali menelan kenyataan pahit: ibunya meninggal dunia karena syok berat setelah menerima kabar tragis itu.
Kamis pagi, 19 Juni 2025, menjadi hari yang tak akan pernah dilupakan oleh Ibnu. Hari ketika dunia yang selama ini ia kenal, runtuh dalam sekejap. Sang ibu, Nila Yunista (50), yang selama lebih dari setahun terakhir gigih mencari putri keduanya, Siska Oktavia, mengembuskan napas terakhir hanya beberapa jam setelah jasad sang anak ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Harapan yang Pupus di Ujung Pencarian
Siska Oktavia, seorang mahasiswi perguruan tinggi di Kota Padang, dilaporkan hilang sejak 12 Januari 2024. Sejak saat itu, Nila tidak pernah berhenti mencarinya. Dalam setiap langkahnya, ia membawa harapan sekaligus doa agar Siska masih hidup dan bisa kembali pulang ke pangkuan keluarga.
Namun semua harapan itu sirna pada Kamis pagi.
Sekitar pukul 06.00 WIB, Nila menerima sebuah pesan WhatsApp dari seseorang yang menyampaikan kabar bahwa Siska ditemukan tak bernyawa. Lokasi penemuan jenazah diduga adalah tempat di mana SJ, seorang pria yang dikenal sangat dekat dengan keluarga mereka, menguburkan korban. SJ bukan orang asing. Ia sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Nila.
“Ibu langsung panik. Beliau ajak saya ke lokasi. Tapi baru sampai di simpang rumah SJ yang sudah ramai warga, Ibu tiba-tiba pingsan di bahu saya,” ujar Ibnu, mengenang detik-detik mengerikan itu dengan suara bergetar.
Nila sempat dibawa warga ke fasilitas kesehatan terdekat, namun tak tertolong. Dokter menyatakan ia meninggal dunia akibat serangan jantung yang diduga dipicu syok hebat.
Kehilangan Dua Orang Terkasih dalam Hitungan Jam
Di rumah duka yang sederhana, ratusan pelayat berdatangan. Tangis Ibnu pecah berkali-kali, tak kuasa menahan beban kehilangan dua orang tercinta sang kakak dan ibunya dalam waktu yang hampir bersamaan.
“Saya masih lihat Ibu sehat tadi pagi. Masih jawab-jawab WhatsApp orang yang tanya kabar. Tapi dia terus nangis dari tadi malam. Apalagi waktu dapat kabar itu,” kata Ibnu dengan mata sembab.
Kepergian Nila tak hanya menyisakan luka yang dalam, tetapi juga kekosongan yang tak tergantikan. Terlebih bagi Ibnu, yang kini menjadi yatim piatu. Ayahnya telah lebih dulu meninggal dunia enam bulan lalu akibat penyakit komplikasi.
“Baru enam bulan Ayah meninggal. Sekarang Ibu juga pergi. Dua-duanya karena SJ. Dia hancurkan hidup saya,” ucapnya lirih.
Kejutan Pahit dari Sosok yang Dipercaya
Yang paling menyayat hati bagi Ibnu adalah kenyataan bahwa pelaku dugaan pembunuhan SJ adalah sosok yang begitu dipercaya oleh keluarganya. Ia sering datang ke rumah, membawa bingkisan Lebaran, menanyakan kabar Siska, bahkan menemani Nila dalam pencarian panjang selama berbulan-bulan.
“SJ itu seperti anak sendiri buat Ibu. Sering banget ke rumah. Kalau datang, suka bawa THR, ngobrol lama sama Ibu. Nggak nyangka dia pelakunya,” ujar Ibnu dengan nada getir.
Dalam proses pencarian, SJ bahkan masih aktif berkomunikasi dengan Nila melalui pesan singkat. Ibnu mengaku, hingga beberapa hari sebelum kejadian, ibunya masih menghubungi SJ, menanyakan perkembangan informasi soal Siska.
Tak hanya Siska, SJ juga diduga menjadi pelaku pembunuhan terhadap dua korban lainnya yang merupakan teman dekat Siska. Mereka juga dikenal oleh Ibnu karena kerap menginap di rumah mereka.
“Saya kenal dua korban lainnya. Mereka sering nginap di rumah karena temenan sama kakak,” katanya.
Dendam yang Tak Terhapuskan
Kini, dalam usia yang begitu muda, Ibnu harus menjalani hidup seorang diri—tanpa ayah, ibu, dan kakak tercinta. Luka yang menganga di hatinya masih segar, dan kemarahan terhadap SJ tak bisa ia sembunyikan.
“Sampai kapan pun, saya nggak akan bisa maafin SJ. Dia bunuh kakak saya, dia bikin Ibu saya meninggal. Dia hancurkan keluarga saya,” ucapnya, suaranya gemetar menahan emosi.
Tangis itu kembali pecah. Ibnu kembali terisak di tengah kerumunan pelayat yang mencoba menenangkan. Namun tak ada kata-kata yang bisa menghapus kesedihan dan trauma yang kini menggelayutinya.
Di sudut rumah duka itu, seorang anak remaja menatap kosong ke depan. Masa depannya seolah diselimuti kabut tebal. Tapi satu hal yang pasti, luka yang ditinggalkan oleh SJ akan membekas selamanya lebih dalam dari apa pun yang bisa dijelaskan oleh kata-kata.
(Mond)
#Pembunuhan #Kriminal #Mutilasi #PembunuhanBerantai