Terbongkar Diam-diam: Enam Anggota Polres Hulu Sungai Tengah Positif Narkoba, Cuma Dihukum Solat di Mushola
Ilustrasi
D'On, Barabai, Kalimantan Selatan – Langit mendung menyelimuti markas Polres Hulu Sungai Tengah (HST) ketika kenyataan pahit terungkap: enam anggota kepolisian di wilayah hukum tersebut terbukti positif mengonsumsi narkoba. Fakta ini bukan datang dari pengakuan terbuka, melainkan hasil dari strategi inspeksi mendadak yang dilakukan secara diam-diam oleh pimpinan.
Kapolres HST, AKBP Jupri JHP Tampubolon, mengungkapkan bagaimana strategi “jemput bola” ke polsek-polsek menjadi kunci terbongkarnya penyimpangan tersebut. "Awalnya kami mengadakan tes urine di markas, hasilnya nihil. Tapi kami merasa perlu pendekatan lain. Akhirnya, minggu lalu kami langsung turun ke lapangan bersama tim dari Propam dan satuan kerja ke beberapa polsek," ujarnya saat konferensi pers di Barabai, Minggu (25/5/2025), dikutip dari Antara.
Hasilnya mengejutkan. Dari kunjungan mendadak itu, enam personel kepolisian teridentifikasi positif menggunakan narkotika. Temuan ini menambah kekhawatiran masyarakat soal integritas aparat penegak hukum, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran zat haram tersebut.
Namun, yang menarik perhatian publik bukan hanya fakta keterlibatan anggota polisi dalam penyalahgunaan narkoba, melainkan sanksi yang dijatuhkan kepada mereka. Bukannya diberhentikan atau diproses hukum seperti yang lazim terjadi pada warga sipil, keenam anggota ini justru hanya dikenai sanksi sosial berupa pembinaan selama 14 hari.
"Sanksinya bukan hukuman pidana, tapi bentuk pembinaan. Mereka kami minta melaksanakan apel pagi dan siang setiap hari sambil membawa helm dan ransel. Mereka juga diwajibkan berolahraga tiga kali sehari serta mengikuti pembinaan rohani, termasuk salat lima waktu di mushola dengan pengawasan ketat," jelas Jupri.
Kebijakan ini memunculkan perdebatan di kalangan masyarakat. Di satu sisi, pendekatan humanis dan pembinaan dianggap penting untuk memulihkan mental anggota yang telah tersesat. Di sisi lain, muncul pertanyaan besar tentang keadilan dan konsistensi hukum: apakah aparat negara mendapat perlakuan istimewa dalam kasus pelanggaran serius seperti ini?
Jupri tidak menampik bahwa keputusan ini diambil dengan pertimbangan khusus, terutama dalam menjaga stabilitas internal dan memberikan kesempatan bagi anggota untuk berubah. Namun, konteksnya menjadi semakin rumit setelah mencuatnya kasus penembakan terhadap MI, seorang anggota Bhabinkamtibmas dari Polsek Limpasu, yang ditembak oleh petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Selatan karena diduga kuat terlibat dalam jaringan narkoba.
Peristiwa tersebut menjadi titik balik bagi Polres HST untuk melakukan pembersihan internal. "Kami tidak akan diam. Tes urine akan terus digelar berkala dan acak. Siapa pun yang terbukti melanggar, akan ditindak, setidaknya melalui pembinaan awal," tegas Kapolres.
Kasus ini membuka mata publik bahwa peredaran narkoba tak mengenal batas, bahkan bisa menyusup ke institusi yang selama ini diharapkan menjadi benteng terakhir dalam memeranginya. Kini, pertanyaannya bukan hanya tentang siapa yang salah, tetapi juga seberapa serius institusi penegak hukum dalam membersihkan dirinya sendiri.
(T)
#Narkoba #OknumPolisiKonsumsiNarkoba