Skandal Judi Online di Kominfo: Jaksa Ungkap Dugaan Keterlibatan Eks Menkominfo Budi Arie Setiadi
Budi Arie Setiadi
D'On, Jakarta – Aroma busuk praktik perjudian online yang menyusup ke jantung Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), kembali menyeret nama mantan Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, 14 Mei 2025, jaksa penuntut umum membeberkan fakta-fakta mengejutkan: bukan hanya terjadi pembiaran, tetapi juga dugaan aliran dana yang mengalir langsung ke sang mantan menteri.
Jaksa menyebut bahwa praktik ilegal ini bukanlah insiden acak. Ia dilakukan secara sistematis, terorganisir, bahkan melibatkan rekrutmen sumber daya manusia yang menyimpang dari prosedur resmi. Salah satu nama yang mencuat dalam pusaran ini adalah Adhi Kismanto seorang yang disebut-sebut mendapat “jalur khusus” ke dalam kementerian karena restu langsung dari Budi Arie.
Jalur Khusus Tanpa Ijazah: Tiket Masuk Adhi ke Kominfo
Skema ini, menurut dakwaan, bermula sekitar Oktober 2023. Saat itu, Budi Arie dikabarkan meminta Zulkarnaen Apriliantony salah satu terdakwa untuk mencarikan orang yang memiliki kemampuan memetakan data situs judi online. Zulkarnaen kemudian memperkenalkan Adhi Kismanto, yang mengklaim memiliki teknologi "crawler" untuk mengidentifikasi situs-situs tersebut.
Adhi lalu dipanggil langsung untuk mempresentasikan teknologinya di hadapan Budi Arie. Meski gagal dalam seleksi tenaga ahli karena tidak memiliki gelar sarjana, Adhi tetap diterima bekerja. Alasannya? Ada "atensi khusus" dari sang menteri.
“Adhi Kismanto dinyatakan tidak lulus karena tidak memiliki gelar sarjana. Namun dikarenakan adanya atensi dari saudara Budi Arie Setiadi, maka Adhi tetap diterima,” kata jaksa dalam persidangan.
Bisnis Gelap Penjagaan Situs Judi: Rp8 Juta per Website, Budi Arie Diduga Terima Separuh
Setelah resmi bekerja di kementerian, Adhi tak sendirian. Bersama Zulkarnaen dan satu terdakwa lain bernama Muhrijan alias Agus, ia diduga menjalankan praktik “penjagaan” situs judi online sebuah ironi di lembaga yang seharusnya menjadi garda depan pemberantasan konten ilegal di internet.
Jaksa memaparkan, penjagaan situs ini tak hanya bernilai tinggi, tetapi juga memiliki struktur pembagian keuntungan yang jelas. Tarifnya ditetapkan sebesar Rp8 juta per situs. Dari jumlah itu, Adhi disebut menerima 20 persen, Zulkarnaen 30 persen, dan sisanya 50 persen diduga mengalir ke Budi Arie Setiadi.
“Pembagian keuntungan ini dibahas dalam pertemuan di Café Pergrams, Senopati,” ungkap jaksa. “Dalam pembahasan itu disepakati tarif dan proporsi pembagian termasuk untuk saudara Budi Arie.”
Pindah-pindah Posisi, Tapi Bukan Karena Kinerja
Jaksa juga mengungkap bahwa Budi Arie sempat meminta agar praktik ini dipindahkan dari lokasi awal ke lantai 3 Kantor Komdigi. Namun belakangan, atas pertemuan pribadi di rumah dinas menteri di kawasan elite Widya Chandra, Adhi dan Zulkarnaen justru diminta bergeser ke lantai 8—bagian yang khusus menangani pemblokiran situs.
Posisi yang ironis, karena mereka yang diduga menjaga situs judi online justru ditempatkan di bagian yang bertugas menutupnya.
Pada April 2024, Zulkarnaen sempat menginformasikan kepada Adhi bahwa Budi Arie sudah mengetahui secara penuh adanya praktik ini. Namun, tidak ada tindakan penghentian. Justru, menurut Zulkarnaen, sang menteri “sudah mengamankan” praktik tersebut.
“Penjagaan website perjudian sudah diketahui oleh saudara Budi Arie Setiadi, namun sudah diamankan agar tetap bisa berjalan,” kata jaksa mengutip percakapan mereka.
Persidangan Baru Dimulai, Tapi Awan Gelap Menggantung
Kasus ini baru memasuki tahap awal persidangan, namun banyak pihak menilai bahwa dakwaan yang dibacakan jaksa sudah mengindikasikan adanya praktik penyimpangan yang terstruktur dan melibatkan tokoh kunci. Apalagi jika benar dana dari praktik ilegal ini sampai mengalir ke level menteri.
Publik menanti: apakah persidangan ini akan menjadi pintu pembuka skandal yang lebih besar? Ataukah, seperti banyak kasus sebelumnya, akan tenggelam dalam kabut tebal impunitas dan perlindungan politik?
Satu hal yang pasti skandal ini telah mencoreng wajah lembaga yang semestinya menjadi benteng terakhir perlindungan ruang digital Indonesia.
Sumber: cnnindonesia.com
#JudiOnline #Hukum #BudiArieSetiadi