Polisi Pasang Plang Penyelidikan di Lahan BMKG yang Dikuasai Ormas GRIB Jaya
Keterangan resmi Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indardi
D'On, Jakarta – Sebuah konflik agraria yang telah berlangsung hampir dua tahun kini memasuki babak baru. Kepolisian Daerah Metro Jaya akhirnya mengambil langkah tegas terhadap dugaan pendudukan ilegal atas tanah negara milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di kawasan Pondok Betung, Tangerang Selatan. Di bawah pengawasan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum), plang bertuliskan status hukum tanah itu resmi dipasang menandai bahwa wilayah seluas lebih dari 12 hektare tersebut kini dalam penyelidikan kepolisian.
Langkah ini menyusul laporan resmi BMKG yang menduga ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB Jaya) telah secara sepihak menguasai, memanfaatkan, bahkan menyewakan sebagian lahan strategis itu kepada pihak ketiga. Tanpa memiliki hak hukum yang sah, kelompok tersebut disebut mendirikan pos penjagaan permanen, menarik alat berat dari lokasi, hingga memaksa para pekerja proyek untuk menghentikan pembangunan gedung arsip nasional milik BMKG.
“Penyidik telah memasang plang yang menyatakan bahwa lahan tersebut sedang dalam proses penyelidikan Subdit Jatanras Unit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indardi, saat memberikan keterangan pers di Jakarta Selatan, Jumat (23/5/2025).
Pendekatan Persuasif yang Berujung Jalan Buntu
Meski menghadapi pendudukan dan gangguan fisik di lapangan, BMKG sebelumnya telah menempuh berbagai upaya persuasif. Koordinasi dilakukan lintas lembaga, dari tingkat RT dan RW hingga ke kantor kecamatan, Polsek Pondok Aren, Polres Tangsel, dan Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Bahkan, dialog langsung digelar dengan pihak-pihak yang mengaku sebagai ahli waris serta unsur pimpinan GRIB Jaya.
Namun, pendekatan damai itu tak membuahkan hasil. Penjelasan hukum yang menguatkan status negara atas lahan tersebut ditolak mentah-mentah. BMKG menyatakan telah mengantongi Sertifikat Hak Pakai No. 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang ditegaskan melalui sejumlah putusan pengadilan termasuk Putusan Mahkamah Agung No. 396 PK/Pdt/2000 tertanggal 8 Januari 2007. Bukti legalitas yang kuat itu pun tak menyurutkan penguasaan di lapangan.
Puncaknya, BMKG menerima tuntutan tidak masuk akal dari pihak ormas. “Mereka meminta ganti rugi sebesar Rp5 miliar sebagai syarat agar massa mereka meninggalkan lokasi proyek,” kata Plt. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, kepada media.
Aset Negara Dikuasai, Negara Turun Tangan
Tanah tersebut sedianya diproyeksikan sebagai lokasi strategis pembangunan Gedung Arsip BMKG proyek vital untuk menunjang kinerja dan tata kelola dokumen lembaga cuaca nasional tersebut. Pembangunan yang telah dimulai sejak November 2023 kini mandek, terhambat oleh klaim sepihak dan tindakan ormas yang menjurus pada premanisme.
Kondisi tersebut membuat BMKG akhirnya melaporkan kasus ini ke berbagai instansi, termasuk Satuan Tugas Premanisme dan Ormas di bawah koordinasi Kemenko Polhukam. Laporan juga disampaikan kepada kepolisian di berbagai level, dengan harapan ada tindakan nyata dari aparat penegak hukum.
Kini, dengan adanya pemasangan plang penyelidikan oleh Polda Metro Jaya, sinyal kuat telah diberikan: negara tidak akan membiarkan asetnya diduduki secara ilegal. Proses hukum tengah bergulir. Beberapa saksi telah dipanggil, mulai dari pelapor, pejabat kelurahan, hingga perwakilan instansi pemerintah terkait.
Langkah ini menjadi penanda penting bahwa negara mulai hadir secara nyata dalam menyelesaikan konflik agraria yang tidak jarang melibatkan kekuatan informal. Publik pun menanti, apakah hukum bisa berdiri tegak melawan aksi penguasaan sepihak atas tanah negara.
(Mond)
#GRIBJaya #BMKG #Hukum #SengketaLahan