PKL Permindo Geruduk Rumah Dinas Wali Kota Padang: Tuntut Keadilan Usai Penertiban Sepihak
Massa PKL Permindo sambangi rumah dinas Wali Kota Padang buntut penertiban PKL di kawasan Permindo, Sabtu (24/5). (DOK PRIBAD/Padek
co))
D'On, Padang – Sabtu (24/5/2025) malam yang biasanya tenang di kawasan Jalan A. Yani mendadak berubah menjadi titik denyut perlawanan. Puluhan Pedagang Kaki Lima (PKL) dari kawasan Permindo, dengan wajah-wajah penuh kegelisahan dan harapan, berdiri di depan Rumah Dinas Wali Kota Padang. Mereka datang bukan dengan amarah, tapi dengan harapan terakhir: meminta perhatian dari pemimpin kota yang selama ini, menurut mereka, terlalu jauh dari denyut nadi ekonomi rakyat kecil.
Aksi damai ini bukan sekadar unjuk rasa biasa. Ini adalah jeritan dari lapisan bawah ekonomi kota Padang yang merasa dipinggirkan dalam proses penataan kota. Para pedagang, yang selama ini menggantungkan hidup di kawasan Permindo sebuah kawasan yang dulu ramai dan menjadi denyut aktivitas ekonomi warga kota merasa tersingkir oleh kebijakan penertiban yang mereka anggap sepihak dan tanpa dialog.
Kehadiran Tak Membawa Hasil
Didampingi penasihat hukum mereka, Muhammad Tito, para pedagang menyampaikan aspirasi secara langsung ke rumah dinas wali kota. Mereka berharap bisa berdialog, berdiskusi, atau sekadar didengar langsung oleh orang nomor satu di Padang. Namun, harapan itu pupus saat mereka mendapati sang wali kota tak berada di tempat.
"Terkait persoalan ini, Wali Kota Padang tidak pernah hadir langsung ke Permindo. Melihat saja tidak, apalagi mendengar. Inilah kenapa hari ini para pedagang datang ke rumah dinas. Sayangnya, beliau tidak ada di tempat,” ujar Tito kepada media, suaranya tegas namun sarat kekecewaan.
Kawasan yang Dulu Hidup, Kini Mati Suri
Menurut Tito, keresahan para PKL telah berlangsung lama. Penataan kawasan Permindo yang digadang-gadang akan meningkatkan estetika kota ternyata tidak membawa perubahan berarti terhadap aktivitas ekonomi. Bahkan, menurutnya, kondisi justru kian memburuk. Pengunjung semakin sepi, dan para pedagang semakin sulit bertahan.
“Gubernur Sumbar pun sudah sempat datang dan menyatakan keprihatinannya melihat kawasan Permindo yang begitu sepi. Bahkan kini, Suzuya di Rocky ikon ritel kawasan itu sudah tutup. Ini sinyal kuat bahwa ada yang tidak beres dalam konsep penataan yang dijalankan,” ungkap Tito.
Bukan Menolak Penataan, Tapi Ingin Keadilan
Para pedagang menegaskan, mereka tidak menolak penataan. Yang mereka tuntut hanyalah keadilan dan keterlibatan dalam proses tersebut. Selama ini, mereka merasa hanya menjadi objek dari kebijakan, bukan subjek yang diajak berdiskusi.
“Kami tidak menuntut untuk tetap semrawut. Kami ingin ditata, tapi dengan cara yang manusiawi. Jangan hanya ditertibkan lalu ditinggalkan begitu saja. Kami punya keluarga, punya kebutuhan, dan usaha kecil kami adalah satu-satunya sumber penghidupan,” tutur seorang pedagang yang ikut dalam aksi.
Tanda Awal Perlawanan Rakyat Kecil
Meski gagal bertemu langsung dengan Wali Kota, para PKL membubarkan diri dengan tertib. Namun, pesan yang mereka bawa sudah terlanjur kuat: mereka tidak akan diam. Mereka siap memperjuangkan hak mereka, baik lewat jalur hukum maupun jalur aspirasi publik.
Aksi ini menjadi sinyal penting bagi Pemerintah Kota Padang bahwa para PKL Permindo bukan sekadar kumpulan pedagang kecil. Mereka adalah simbol dari ketahanan ekonomi rakyat, dan jika suara mereka terus diabaikan, maka keretakan antara kebijakan dan kebutuhan riil masyarakat akan semakin dalam.
Kini, bola ada di tangan Pemko Padang. Apakah mereka akan membuka ruang dialog dan merancang solusi yang adil, atau tetap memilih jalan sepihak yang bisa memperlebar jurang ketidakpercayaan?
(Mond)
#PKLPermindo #Padang