Breaking News

Korban Bertambah, Dua Narapidana Tewas dan Puluhan Lainnya Keracunan Miras Oplosan Berbahan Alkohol Parfum di Lapas Bukittinggi

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kementerian Imipas Sumbar, Marselina Budiningsih didampingi Kapolresta Bukittinggi Kombes Yessi Kurniati saat memberikan keterangan ke wartawan terkait kasus warga binaan alami keracunan miras oplosan di Lapas Bukittinggi.

D'On, Bukittinggi
– Suasana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bukittinggi, Sumatera Barat, mendadak mencekam sejak Rabu sore, 30 April 2025. Bukan karena kerusuhan, melainkan karena puluhan narapidana mendadak tumbang satu per satu. Mata mereka memerah, sebagian kesulitan bernapas, beberapa kehilangan kesadaran. Dalam hitungan jam, dua di antaranya meregang nyawa.

Peristiwa tragis ini diduga kuat disebabkan oleh konsumsi minuman keras (miras) oplosan yang dicampur dengan alkohol 70 persen alkohol yang sejatinya bukan untuk dikonsumsi, melainkan digunakan dalam program pelatihan pembuatan parfum bagi warga binaan. Alkohol yang semestinya menjadi bagian dari kegiatan pembinaan ini justru berbalik menjadi racun mematikan.

Korban Pertama dan Kedua, Meninggal Selang Beberapa Jam

Korban pertama, yang diidentifikasi dengan inisial I, mengembuskan napas terakhir di RSUD Bukittinggi sekitar pukul 16.30 WIB, hanya dua jam setelah dilarikan dalam kondisi kritis dari dalam lapas. Dokter mendiagnosis korban mengalami intoksikasi akut akibat konsumsi alkohol berbahaya, yang secara cepat merusak sistem tubuhnya.

Pagi harinya, pada Kamis 1 Mei 2025, korban kedua yang berinisial MA juga tak bisa diselamatkan. Ia meninggal dunia di Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi. Direktur RSAM, dr. Busril, menyebut kondisi korban saat tiba sudah sangat parah. "Pasien mengalami intoksikasi alkohol dengan kadar kalium dan karbon dioksida yang tinggi serta mengalami gagal napas," ujar Busril.

Puluhan Dirawat, Beberapa Kritis

Secara total, RSAM menerima 22 warga binaan yang menunjukkan gejala serupa: mual, muntah, kehilangan kesadaran, dan sesak napas. Dari jumlah tersebut, dua orang dalam kondisi sangat kritis dan harus dirawat intensif menggunakan ventilator di ruang ICU.

“Sepuluh narapidana sudah kami perbolehkan pulang. Tapi sebelas lainnya masih dirawat, tiga di antaranya dalam kondisi kritis. Satu orang sudah meninggal,” terang Busril.

Alkohol Parfum Dicuri, Dicampur dengan Minuman dan Es

Investigasi awal mengarah pada penyalahgunaan alkohol 70 persen yang biasa digunakan dalam kegiatan pembuatan parfum sebagai bagian dari program kemandirian warga binaan. Namun sayangnya, alkohol ini justru dicuri diam-diam, lalu dicampur dengan minuman kemasan dan es batu, menciptakan campuran maut yang akhirnya memakan korban.

Marselina Budiningsih, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat, menyebutkan bahwa pihaknya telah membentuk tim investigasi bersama Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bukittinggi. “Alkohol ini awalnya dicuri untuk membersihkan tato, tapi kemudian disalahgunakan untuk diminum secara bersama-sama,” katanya.

Kementerian kini juga tengah menelusuri kemungkinan adanya kelalaian petugas lapas, baik dalam pengawasan bahan-bahan kimia berbahaya maupun kontrol terhadap aktivitas warga binaan.

Penyelidikan Masih Berlangsung, Barang Bukti Disita

Kepala Polresta Bukittinggi, Kombes Yessi Kurniati, menyatakan bahwa pihaknya telah menyita wadah bekas miras oplosan sebagai barang bukti. Beberapa narapidana juga telah diperiksa, meski masih ada yang belum bisa dimintai keterangan karena kondisi kesehatan yang belum stabil.

“Kami masih terus mendalami keterangan para saksi dan warga binaan. Proses ini akan memerlukan waktu,” ujarnya.

Kapolda Sumatera Barat, Irjen Gatot Tri Suryanta, memastikan bahwa pihaknya akan serius mengungkap tuntas kejadian ini. “Saya sudah perintahkan Kapolres Bukittinggi untuk menyelidiki secara menyeluruh. Ini bukan hanya soal miras, tapi soal keselamatan dan pengawasan di dalam lembaga pemasyarakatan,” tegasnya.

Tragedi yang Menampar Sistem Pembinaan

Kasus ini tak hanya menyisakan duka, tapi juga menimbulkan pertanyaan besar soal efektivitas sistem pengawasan dan pembinaan di balik jeruji. Bagaimana mungkin bahan kimia berbahaya bisa dicuri dan dikonsumsi massal tanpa terdeteksi lebih awal?

Di tengah upaya negara membina dan membekali narapidana dengan keterampilan hidup melalui program kemandirian, tragedi ini menjadi pukulan telak. Bukannya menjadi tempat pembinaan, lapas justru berubah menjadi lokasi maut bagi para penghuninya.

Satu hal yang pasti, tragedi miras oplosan di Lapas Bukittinggi ini harus menjadi alarm keras bagi seluruh lembaga pemasyarakatan di Indonesia bahwa pengawasan internal bukan sekadar formalitas, tapi nyawa taruhannya.

(Mond)

#LapasBukittinggi #Keracunan #MirasOplosan #Peristiwa #NapiTewas