Komnas HAM: Penembakan 3 Polisi oleh Anggota TNI di Lampung Diduga Sudah Direncanakan
D'On, Jakarta – Sebuah tragedi memilukan yang mengguncang institusi keamanan Indonesia kini tengah memasuki babak baru. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan temuan mengejutkan terkait insiden penembakan terhadap tiga anggota polisi oleh personel TNI di Way Kanan, Lampung. Berdasarkan hasil investigasi awal dan analisis hukum, Komnas HAM menyimpulkan bahwa aksi brutal tersebut mengandung unsur perencanaan.
“Komnas HAM menilai ada perencanaan atas tindakan penembakan tiga anggota kepolisian tersebut, yakni dengan adanya senjata api di lokasi kejadian,” ujar Anggota Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai, dalam konferensi pers yang digelar di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (23/5/2025).
Rangkaian Kejadian yang Diduga Sudah Diskenariokan
Tragedi berdarah ini bermula saat ketiga polisi Kapolsek Negara Batin Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Apriyanto, dan Bripda M Ghalib Surya Ganta melakukan penggerebekan terhadap aktivitas perjudian sabung ayam di Kampung Karang Manik, Way Kanan, Senin (17/3/2025). Namun, operasi penegakan hukum tersebut berujung pada aksi mematikan.
Komnas HAM mengungkap, pelaku utama, Kopral Dua Basarsyah, tidak bertindak spontan. Ia diduga sempat meminta rekannya, Pembantu Letnan Satu Yohanes Lubis, untuk mengambil senjata api yang sebelumnya diletakkan di atas kursi plastik. Setelah senjata berpindah tangan dan Yohanes meninggalkan lokasi, Basarsyah melepaskan satu tembakan peringatan ke udara, lalu tanpa ragu menembak ketiga polisi tersebut secara langsung. Peluru bersarang di kepala mereka, menewaskan ketiganya seketika.
“Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa pelaku telah menyiapkan skenario. Ada waktu, ada niat, dan ada alat. Itu cukup untuk mengindikasikan perencanaan,” tegas Abdul Haris.
Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia
Dalam pandangan Komnas HAM, peristiwa ini tidak sekadar insiden kriminal biasa. Ini adalah bentuk nyata pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak untuk hidup—hak paling mendasar yang dijamin konstitusi Indonesia dan instrumen hukum internasional.
“Pasal 28A UUD 1945 dengan tegas menjamin hak untuk hidup. Demikian pula Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 12 Tahun 2005,” jelas Abdul Haris.
Ia menambahkan bahwa tindakan aparat yang menggunakan senjata api di luar tugas resmi bukan hanya melanggar kode etik militer, tetapi juga hukum pidana umum. Negara, kata dia, harus berdiri sebagai penjaga utama nilai-nilai kemanusiaan menyelidiki secara serius dan menghukum tegas pelaku pelanggaran hak hidup.
Kepentingan Publik dan Ancaman Rasa Aman
Komnas HAM juga menyoroti dampak luas insiden ini terhadap rasa aman publik. Ketika sesama aparat yang semestinya bersatu dalam menegakkan hukum justru saling mengancam nyawa, maka krisis kepercayaan terhadap institusi keamanan tidak dapat dihindari.
“Peristiwa ini menimbulkan trauma, bukan hanya bagi keluarga korban, tetapi juga bagi masyarakat luas. Bila aparat menjadi sumber ketakutan, maka salah satu hak dasar warga negara rasa aman telah dilanggar,” kata Abdul Haris.
Tuntutan Keadilan dan Transparansi Proses Hukum
Komnas HAM menegaskan bahwa penanganan kasus ini tidak bisa hanya diserahkan kepada mekanisme internal militer. Karena menyangkut hilangnya nyawa tiga aparat penegak hukum, proses hukum harus dilakukan secara independen, transparan, dan akuntabel.
“Investigasi harus terbuka, tidak cukup hanya diselesaikan di lingkup TNI. Ini bukan hanya soal disiplin militer, tetapi menyangkut pelanggaran pidana berat yang berdampak luas terhadap kepercayaan publik,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa keluarga korban memiliki hak atas keadilan dan pemulihan, termasuk kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi psikologis. Negara wajib hadir untuk memastikan hak-hak itu terpenuhi.
Tragedi di Way Kanan bukan hanya soal hilangnya tiga nyawa aparat penegak hukum, tetapi juga sebuah cermin retaknya sinergi antar institusi keamanan negara. Ketika senjata yang seharusnya digunakan untuk melindungi rakyat justru digunakan untuk saling membunuh, maka kita sedang dihadapkan pada krisis yang lebih dalam: krisis moral, krisis hukum, dan krisis kepercayaan.
Komnas HAM telah membuka jalan menuju keadilan. Kini, publik menanti: akankah negara bergerak cepat dan tegas, atau memilih diam dalam kelamnya pelanggaran hukum oleh aparat sendiri?
(T)
#TNITembakPolisi #Peristiwa #KomnasHAM #TNI #Polri