Kematian Jurnalis Juwita: Komnas HAM Ungkap Jejak Kejanggalan dan Dugaan Keterlibatan Pihak Lain
D'On, Jakarta – Sebuah tragedi yang awalnya tampak sebagai kasus pembunuhan tunggal kini mulai menunjukkan lapisan-lapisan kegelapan yang lebih dalam. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa kematian jurnalis muda, Juwita, bukan sekadar aksi keji dari satu pelaku semata. Di balik hilangnya nyawa seorang pewarta, tersimpan dugaan kuat keterlibatan pihak lain serta motif yang berakar pada kekerasan seksual dan penghilangan bukti.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (23/5/2025) di kantor Komnas HAM, Jakarta, anggota Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, memaparkan sejumlah kejanggalan yang muncul dalam proses investigasi internal mereka terhadap kasus ini. Ia menyebut bahwa ada celah-celah penting yang luput dari sorotan penegak hukum dan patut diselidiki lebih lanjut oleh majelis hakim maupun lembaga penyidik.
16 Menit yang Menjadi Kunci
Salah satu kejanggalan utama adalah rentang waktu 16 menit setelah pembunuhan dilakukan oleh terdakwa, Kelasi I TNI AL, Jumran. Menurut temuan Komnas HAM, dalam waktu tersebut, pelaku sempat terlihat menumpang tiga kendaraan berbeda yang dikemudikan oleh orang-orang yang hingga kini belum diidentifikasi. Fakta ini membuka ruang pertanyaan besar: apakah pelaku benar-benar bertindak sendiri?
“Fakta perjalanan terdakwa yang menumpang kendaraan milik orang tak dikenal hingga tiga kali, dalam waktu sangat singkat, menunjukkan bahwa ada kemungkinan ia tidak bergerak seorang diri. Ada potensi keterlibatan pihak lain yang belum terungkap,” ungkap Uli.
Lebih lanjut, Komnas HAM juga menyoroti pergerakan mencurigakan pelaku sebelum ia meninggalkan tempat kejadian perkara. “Ada catatan bahwa terdakwa menghilang dari sisi kiri mobil berlawanan dengan sisi pengemudi sebelum kendaraan tersebut melaju. Detail ini tidak bisa dianggap remeh,” tambahnya.
Dugaan Pembunuhan Berencana Berlatar Kekerasan Seksual
Komnas HAM tidak hanya menyoroti aspek teknis kejadian, tetapi juga menggali latar belakang hubungan antara korban dan pelaku. Menurut Uli, pembunuhan terhadap Juwita sangat mungkin telah direncanakan secara matang oleh Jumran, dan motif utamanya diduga berkaitan erat dengan tindak kekerasan seksual.
“Pembunuhan ini tidak berdiri sendiri. Ada dinamika kekerasan seksual yang dialami korban pada rentang waktu Desember 2024 hingga Januari 2025. Pelaku, yang merasa terancam jika tindakannya terbongkar, memilih jalan paling keji: membungkam korban selamanya,” ujar Uli, dengan nada tegas.
Pernyataan itu diperkuat oleh hasil visum yang menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan seksual pada jenazah korban. Sayangnya, hingga saat ini, belum ada upaya serius untuk mengaitkan fakta tersebut dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Komnas HAM menegaskan bahwa jika bukti kekerasan seksual terbukti, maka dakwaan terhadap pelaku harus diperluas. “Tidak cukup hanya dikenakan pasal pembunuhan. Harus ada jerat hukum tambahan sesuai UU TPKS. Agar keadilan benar-benar ditegakkan secara menyeluruh,” tegas Uli.
Amicus Curiae dan Seruan Pengungkapan Total
Sebagai bentuk komitmen terhadap keadilan dan hak asasi manusia, Komnas HAM telah mengirimkan amicus curiae—atau pendapat hukum dalam konteks hak asasi manusia—kepada Kepala Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin. Dokumen ini bertujuan memberi pertimbangan kepada majelis hakim agar menggali lebih dalam seluruh aspek yang mengitari kasus ini, termasuk kemungkinan keterlibatan aktor lain di balik pembunuhan.
“Komnas HAM berharap agar hakim tidak hanya melihat permukaan kasus ini, tetapi menyelami secara utuh dinamika kekerasan, perencanaan, hingga relasi kuasa yang melingkupinya,” ujar Uli.
Menanti Keadilan di Tengah Kegelapan
Kematian Juwita bukan hanya tragedi bagi dunia jurnalistik, tetapi juga tamparan keras terhadap sistem perlindungan terhadap perempuan dan jurnalis di negeri ini. Ia bukan sekadar korban pembunuhan, tapi simbol dari bagaimana kekerasan dapat berakar pada relasi timpang dan ketidakadilan struktural.
Kini, publik menanti: apakah sistem peradilan akan benar-benar mengungkap kebenaran hingga ke akar? Ataukah kasus Juwita akan berakhir sebagai satu lagi nama yang tenggelam dalam tumpukan arsip keadilan yang tak kunjung ditegakkan?
(T)
#Pembunuuhan #Kriminal #KomnasHAM #OknumTNIALBunuhJurnalis