ETLE Kini Menyasar Pejalan Kaki: Dirlantas Polda Metro Ungkap Alasan dan Tujuan di Baliknya
Ilustrasi Pejalan Kaki Menyebrang Sembarangan
D'On, Jakarta – Teknologi tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) selama ini identik dengan penindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor. Namun kini, paradigma tersebut mulai bergeser. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Komarudin, menegaskan bahwa ke depan, pejalan kaki pun dapat dikenai tilang elektronik jika melakukan pelanggaran lalu lintas.
Pernyataan tersebut disampaikan Komarudin dalam sebuah wawancara di podcast Close The Door yang tayang Sabtu (24/5/2025). Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan bahwa seluruh pengguna jalan—baik pengendara maupun pejalan kaki—mempunyai tanggung jawab yang sama untuk mematuhi peraturan lalu lintas.
“Berbicara pengguna jalan, selain kendaraan maka pengguna jalan termasuk di dalamnya pejalan kaki bisa terkena tilang elektronik,” ujar Komarudin.
Contoh Pelanggaran: Menyeberang Sembarangan Bisa Kena Tilang
Komarudin mencontohkan, salah satu pelanggaran yang dapat dikenai tilang adalah tindakan menyeberang jalan bukan pada tempatnya, seperti menyeberang di luar zebra cross atau melompati pembatas jalan demi mempersingkat waktu.
Menurutnya, tindakan seperti itu bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga membahayakan keselamatan diri sendiri maupun pengguna jalan lainnya. "Jalan raya adalah ruang publik yang harus dijaga keselamatannya oleh semua pihak, bukan hanya pengendara," ujarnya.
Tujuan: Edukasi dan Membangun Kesadaran Kolektif
Meski tampak tegas, Kombes Komarudin menekankan bahwa kebijakan ini bukan semata-mata untuk menghukum, melainkan sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat. Ia ingin mengubah pola pikir bahwa keselamatan lalu lintas bukan hanya tanggung jawab polisi atau pengemudi saja, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat, termasuk pejalan kaki.
“Ini lebih kepada bentuk edukasi untuk masyarakat Indonesia,” katanya. “Kami ingin masyarakat menyadari pentingnya disiplin di jalan agar keselamatan bisa menjadi budaya, bukan sekadar slogan.”
ETLE sebagai Cermin Kesadaran Hukum Masyarakat
Penerapan tilang elektronik terhadap pejalan kaki juga diharapkan menjadi pendorong bagi masyarakat untuk lebih memahami hak dan kewajiban mereka di jalan. Dengan rekaman kamera ETLE yang tersebar di berbagai sudut kota, pelanggaran yang selama ini luput dari pantauan petugas kini bisa dideteksi secara otomatis dan objektif.
Lebih lanjut, Komarudin menyatakan bahwa pihaknya tidak menargetkan banyaknya jumlah tilang, melainkan berharap justru semakin sedikit pelanggaran yang terjadi.
“Pada intinya, siapa pun yang tidak melanggar atau mematuhi aturan lalu lintas maka tidak perlu khawatir. Kami berharap angka ETLE bisa berkurang setiap harinya,” tegasnya.
Dampak Jangka Panjang: Budaya Tertib di Jalan
Langkah ini, menurut Komarudin, merupakan bagian dari upaya jangka panjang membentuk budaya tertib berlalu lintas di Indonesia. Tidak hanya menyasar pengendara yang melawan arus, tidak menggunakan helm, atau menerobos lampu merah, tetapi juga mengajak pejalan kaki untuk sadar dan disiplin dalam menggunakan fasilitas publik seperti zebra cross dan jembatan penyeberangan.
Di tengah meningkatnya kecanggihan teknologi dan pengawasan berbasis AI, tak ada lagi ruang untuk kompromi terhadap pelanggaran yang merugikan kepentingan umum. “Kami ingin menciptakan ekosistem jalan raya yang aman, nyaman, dan adil bagi semua pengguna jalan,” tutupnya.
(B1)
#ETLE #Tilang #PejalanKaki