4 Fakta Penting Larangan Penahanan Ijazah oleh Perusahaan: Terancam Pidana dan Penyegelan Kantor
Ilustrasi Ijazah
D'On, Jakarta — Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan akhirnya mengambil sikap tegas terhadap praktik yang selama ini meresahkan dunia ketenagakerjaan: penahanan ijazah karyawan oleh perusahaan. Praktik ini selama bertahun-tahun menjadi momok, menimbulkan ketidakadilan bagi pekerja, dan menjadi bentuk pemaksaan yang tidak manusiawi.
Kini, lewat Surat Edaran (SE) Nomor M-5.HK.04.00-5R-2025 yang diterbitkan oleh Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, negara menunjukkan bahwa hak pekerja adalah sesuatu yang tak bisa dinegosiasikan.
Berikut ini adalah empat fakta penting yang merinci aturan baru dan potensi sanksi berat bagi perusahaan yang melanggar:
1. Maraknya Penahanan Ijazah, Alarm Bagi Pemerintah
Kementerian Ketenagakerjaan mengungkapkan bahwa selama ini banyak perusahaan, baik skala kecil maupun besar, menggunakan ijazah pekerja sebagai alat “pengikat” agar karyawan tidak pindah kerja. Praktik ini dianggap sebagai bentuk kekuasaan sepihak yang mengekang kebebasan tenaga kerja.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan bahwa kebijakan baru ini lahir dari hasil evaluasi dan laporan di lapangan yang menunjukkan pola sistematis penahanan dokumen pribadi pekerja. Efeknya bukan hanya pada aspek hukum, tetapi juga pada tekanan mental dan psikologis yang dialami pekerja karena kehilangan kendali atas dokumen penting mereka.
"Ijazah itu bukan sekadar kertas. Itu identitas, bukti perjuangan pendidikan, dan hak milik pribadi yang tak boleh disandera oleh siapa pun," tegas Menaker.
2. Rincian Aturan Larangan Penahanan Ijazah
Surat edaran tersebut dengan tegas menetapkan larangan terhadap pemberi kerja untuk menahan atau menjadikan ijazah dan dokumen pribadi sebagai jaminan bekerja. Aturan ini berlaku untuk semua sektor usaha, tanpa terkecuali. Berikut poin-poin pentingnya:
- Dokumen yang dilarang ditahan mencakup ijazah, sertifikat kompetensi, paspor, akta kelahiran, buku nikah, hingga STNK.
- Pekerja dan calon pekerja dihimbau waspada terhadap isi perjanjian kerja yang mencantumkan ketentuan penyerahan dokumen sebagai jaminan.
- Larangan menghambat hak pekerja untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
Namun, aturan ini juga mengatur pengecualian yang sangat spesifik dan ketat:
- Penyerahan ijazah hanya diperbolehkan jika dokumen tersebut berkaitan dengan pendidikan atau pelatihan yang dibiayai langsung oleh perusahaan.
- Harus ada perjanjian kerja tertulis, dan perusahaan wajib menjaga keamanan dokumen serta bertanggung jawab penuh jika dokumen tersebut rusak atau hilang.
Dengan kata lain, tidak ada lagi ruang abu-abu. Tidak ada justifikasi bagi perusahaan yang hanya ingin “mengikat” karyawan dengan cara ilegal.
3. Instruksi Langsung ke Kepala Daerah: Tindak Tegas Pelanggar
Pemerintah pusat tidak hanya berhenti pada pengumuman regulasi. Surat Edaran ini langsung diteruskan kepada seluruh Gubernur, Bupati, dan Wali Kota agar pelaksanaannya menyentuh hingga level paling bawah.
Menaker menegaskan bahwa kepala daerah memiliki tanggung jawab untuk memastikan perusahaan-perusahaan di wilayahnya mematuhi aturan ini. Ini merupakan bentuk desentralisasi pengawasan agar implementasi aturan tidak mandek di pusat, tapi benar-benar terlaksana di lapangan.
4. Sanksi Berat Menanti Perusahaan yang Melanggar
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer atau yang akrab disapa Noel, tidak main-main soal ini. Ia menyampaikan bahwa negara akan bertindak tegas terhadap pelanggar. Tiga langkah utama yang akan diambil terhadap perusahaan yang masih menahan ijazah pekerja adalah:
- Penyegelan tempat usaha.
- Penindakan hukum oleh aparat kepolisian.
- Penggeledahan terhadap perusahaan yang bersikeras melanggar.
“Ini bukan semata-mata soal bisnis. Ini tentang hak asasi. Tentang memperlakukan manusia sebagai manusia, bukan alat produksi,” ujar Noel.
Ia juga menambahkan, praktik penahanan ijazah yang dilakukan terhadap mantan karyawan dapat dikenai pasal penggelapan, sedangkan jika perusahaan meminta uang atau tebusan, itu bisa masuk pasal pemerasan.
“Siapa pun yang pernah bekerja dan merasa ijazahnya masih disandera, jangan ragu. Segera lapor ke kami,” tegasnya.
Era Baru Perlindungan Pekerja
Regulasi ini bukan hanya bentuk peringatan keras, tapi juga pertanda bahwa pemerintah mulai menaruh perhatian lebih serius terhadap hak pekerja. Ini menjadi babak baru dalam dunia ketenagakerjaan Indonesia di mana martabat dan hak pekerja tidak lagi dikorbankan atas nama loyalitas semu.
Pekerja bukan budak. Dan ijazah bukan jaminan kerja yang sah. Saatnya semua pihak, terutama perusahaan, menghentikan praktik lama dan membuka jalan untuk hubungan industrial yang lebih adil dan manusiawi.
Jika Anda seorang pekerja yang masih belum mendapatkan kembali ijazah Anda, ketahuilah: kini negara berada di pihak Anda. Jangan diam. Suarakan, laporkan, dan perjuangkan hak Anda.
(Mond)
#Nasional #TenagaKerja #Ijazah