Kemenhut Ambil Langkah Hukum Terhadap 11 Pelaku Usaha Diduga Pemicu Banjir di Sumatera Utara

Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni melakukan kunjungan ke Tangkahan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. (Foto: Istimewa).
D'On, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan (Kemenhut) semakin menunjukkan keseriusannya dalam membongkar dugaan kejahatan kehutanan yang ditengarai menjadi salah satu penyebab banjir dan longsor di wilayah Sumatera Utara. Hingga pertengahan Desember 2025, sebanyak 11 subjek hukum terdiri dari korporasi dan perorangan telah disegel dan diperiksa oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut).
Langkah tegas ini menyusul rangkaian bencana hidrometeorologi yang melanda Kabupaten Tapanuli Selatan, yang diduga kuat berkaitan dengan kerusakan ekosistem hutan akibat aktivitas ilegal dan buruknya tata kelola kawasan hutan.
Penyegelan Terbaru: PHAT dan Korporasi Disorot
Dalam operasi terbaru, Tim Ditjen Gakkumhut melakukan penyegelan terhadap tiga Perorangan Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT), yakni PHAT JAS, PHAT AR, dan PHAT RHS. Ketiganya diduga melakukan pelanggaran serius terhadap tata kelola kehutanan di wilayah Tapanuli Selatan.
Tak hanya itu, tim juga melaksanakan verifikasi lapangan dan olah tempat kejadian perkara (TKP) di sejumlah lokasi korporasi. Di beberapa titik, petugas menemukan papan peringatan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) terpasang di area yang dikelola oleh PT TBS/PT SN serta proyek PLTA Batang Toru (PT NSHE).
Temuan ini memperkuat indikasi adanya aktivitas yang dinilai bermasalah dan berpotensi melanggar hukum kehutanan.
Total 11 Subjek Hukum Disasar
Mengutip keterangan resmi dari laman Kemenhut (www.kehutanan.go.id), Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyatakan bahwa hingga kini jumlah subjek hukum yang telah disegel dan/atau diverifikasi lapangan mencapai 11 entitas.
“Mereka terdiri dari empat korporasi, yakni PT TPL, PT AR, PT TBS/PT SN, serta PLTA Batang Toru/PT NSHE, dan tujuh PHAT, yaitu JAM, AR, RHS, AR, JAS, DHP, dan M,” ujar Raja Juli Antoni, Minggu (14/12/2025).
Dugaan Tindak Pidana Kehutanan
Berdasarkan hasil awal penyelidikan, Kemenhut menduga telah terjadi tindak pidana pemanenan dan/atau pemungutan hasil hutan tanpa hak atau tanpa persetujuan pejabat berwenang.
Perbuatan tersebut diduga melanggar Pasal 50 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun serta denda hingga Rp3,5 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 78 ayat (6).
Barang Bukti: Alat Berat hingga Ratusan Batang Kayu
Dalam pengembangan kasus, Tim Ditjen Gakkumhut berhasil mengamankan barang bukti dalam jumlah besar. Di lokasi PHAT atas nama JAM, penyidik menemukan berbagai alat dan hasil hutan yang diduga berasal dari kegiatan ilegal.
Barang bukti tersebut meliputi:
- Lebih dari 60 batang kayu bulat
- Sekitar 150 batang kayu olahan
- 1 unit excavator PC 200
- 1 unit bulldozer dalam kondisi rusak
- 1 unit truk pengangkut kayu dalam kondisi rusak
- 2 unit mesin belah kayu
- 1 unit mesin ketam
- 1 unit mesin bor
Menurut Kemenhut, barang bukti ini menjadi kunci untuk memetakan jejaring pelaku, modus operandi, serta alur kejahatan kehutanan yang berdampak langsung pada kerusakan lingkungan dan meningkatnya risiko banjir serta longsor.
Penyidikan Berlanjut, TPPU Mengintai
Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Gakkumhut kini tengah melakukan pendalaman penyidikan terhadap PHAT JAM, termasuk menelusuri temuan empat truk bermuatan kayu yang diduga berasal dari lokasi tersebut, meski dilengkapi dokumen.
Untuk mengamankan proses hukum, Ditjen Gakkumhut juga berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan guna memastikan barang bukti tetap terjaga.
“Kami berharap pemerintah daerah memberikan dukungan penuh. Dampak kejahatan ini luar biasa—bukan hanya merusak ekosistem hutan, tetapi juga mengorbankan keselamatan masyarakat,” tegas Menhut Raja Juli.
Sementara itu, Dirjen Gakkum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho menegaskan bahwa penegakan hukum tidak akan berhenti pada pelaku lapangan.
“Kami akan mendalami motif dan pihak-pihak yang terlibat bersama Satgas PKH. Tidak menutup kemungkinan penyidikan dikembangkan hingga kepada pihak yang menikmati keuntungan, termasuk dengan menggunakan instrumen tindak pidana pencucian uang (TPPU),” ujarnya.
Klarifikasi dan Pemeriksaan Subjek Hukum
Seiring verifikasi lapangan dan pemasangan papan peringatan, Ditjen Gakkumhut telah melayangkan surat panggilan klarifikasi kepada 12 subjek hukum.
Pada 10 Desember 2025, sebanyak enam subjek hukum hadir dan memberikan keterangan kepada PPNS Kemenhut, terdiri dari:
- Tiga korporasi: PT AR, PT MST, dan PBPH PT TN
- Tiga PHAT: A, AR, dan RHS
Sementara itu, PT TPL dan PLTA Batang Toru/PT NSHE mengajukan permohonan penjadwalan ulang pemeriksaan.
Negara Hadir di Tengah Bencana
Langkah hukum ini menjadi sinyal kuat bahwa negara tidak tinggal diam menghadapi praktik perusakan hutan yang berdampak langsung pada bencana ekologis. Penegakan hukum kehutanan kini tidak hanya menyasar penebang di lapangan, tetapi juga aktor intelektual dan korporasi yang diduga mengambil keuntungan di balik rusaknya hutan Sumatera.
Di tengah duka akibat banjir dan longsor, proses hukum ini diharapkan menjadi awal pemulihan keadilan ekologis bahwa hutan bukan sekadar komoditas, melainkan penyangga kehidupan jutaan manusia.
(L6)
#BanjirSumut #Kemenhut #Hukum