Sosok Gus Elham: Pendakwah Muda yang Tersandung Kontroversi “Bibir Boros” dan Pelajaran Besar di Baliknya

Tangkapan layar video Gus Elham Yahya atau Muhammad Elham Yahya Luqman saat memohon maaf. (Dok Ist)
D'On, Jakarta - Nama Muhammad Elham Yahya Luqman atau yang akrab disapa Gus Elham, mendadak jadi perbincangan hangat di dunia maya. Bukan karena isi dakwahnya yang menyejukkan hati, melainkan karena sederet video yang memperlihatkan dirinya mencium anak-anak perempuan, bahkan ada yang tepat di bibir.
Video itu menyebar cepat di berbagai platform media sosial. Dalam hitungan jam, nama Gus Elham naik ke jajaran trending, disertai hujan kritik dan kecaman dari publik. Netizen menilai tindakan itu tidak pantas, apalagi datang dari sosok muda yang membawa nama besar pesantren.
Sebagian warganet bahkan melabelinya dengan istilah berat “pedofil” tudingan yang jelas memiliki konsekuensi sosial dan moral besar bagi seorang tokoh agama.
Kecaman dari Publik dan Teguran Kemenag
Tak hanya masyarakat biasa, Kementerian Agama (Kemenag) pun ikut bersuara. Wakil Menteri Agama Romo Syafi’i menegaskan sikap tegas pemerintah terhadap perilaku Gus Elham.
“Kita sepakat dengan publik, bahwa itu tidak pantas!”
Romo Syafi’i, Wakil Menteri Agama RI
Menurutnya, tindakan mencium anak-anak perempuan, meskipun mungkin tanpa niat buruk, tetap tidak bisa dibenarkan secara etika maupun agama.
Romo mengingatkan bahwa Kemenag telah memiliki pedoman “madrasah dan pesantren ramah anak” sebuah payung kebijakan agar lingkungan pendidikan Islam bebas dari segala bentuk kekerasan, pelecehan, maupun tindakan yang berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak.
“Ada surat keputusan dari Dirjen Pendis yang menegaskan agar anak-anak di madrasah dan pesantren mendapatkan hak perlindungan mereka, dan dijauhkan dari tindak kekerasan atau perilaku tidak pantas,”
ujar Romo Syafi’i.
Ia juga menambahkan, pengawasan di lingkungan pendidikan keagamaan akan diperketat. Pengawasan ini, katanya, tak hanya menyasar lembaga, tapi juga figur publik keagamaan seperti Gus Elham yang memiliki pengaruh besar di media sosial.
“Harus ada langkah konkret agar keteladanan di ruang publik tetap terjaga. Bila memang terbukti bersalah, maka pembinaan dan pengembalian pada jalur dakwah yang benar harus dilakukan,” tegasnya.
Gus Elham, Putra Pesantren yang Tumbuh di Lingkungan Religius
Di balik sorotan publik, sosok Gus Elham sebenarnya lahir dari keluarga pesantren terpandang. Ia lahir di Tarokan, Kediri, Jawa Timur, pada 8 Juli 2001, dari pasangan KH. Luqman Arifin Dhofir dan Hj. Ernisa Zulfa Al-Hafidz, pengasuh Pondok Pesantren Al Ikhlas 1 Kediri.
Sejak kecil, Elham sudah hidup dalam atmosfer religius. Ia menyerap tradisi pesantren dengan segala kesederhanaan dan kedisiplinan khas dunia santri. Julukan “Gus” yang melekat padanya bukan sekadar panggilan, tapi simbol kehormatan — tanda harapan agar ia bisa melanjutkan jejak dakwah orang tuanya.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, Gus Elham melanjutkan ke Pondok Pesantren Lirboyo, salah satu pesantren tertua dan terbesar di Kediri. Di sanalah ia menimba ilmu agama, mendalami fikih, tafsir, dan akhlak, serta belajar retorika dakwah.
Latar belakang itu membentuknya menjadi pendakwah muda dengan gaya ceramah santai namun tegas, yang kemudian dikenal lewat majelis taklim dan media sosial.
Dakwah Modern dan Popularitas yang Membesar
Gus Elham mulai dikenal luas sejak aktif berdakwah di platform digital. Melalui akun media sosialnya, ia rutin membagikan potongan ceramah, doa, hingga refleksi keagamaan dengan gaya yang mudah dicerna anak muda.
Ia juga mendirikan Pondok Pesantren Al Ikhlas 2 di Desa Kaliboto, Tarokan, serta Majelis Taklim Ibadallah (MT Ibadallah) pada September 2023. Majelis ini tumbuh cepat, menarik banyak jamaah muda yang mengidolakan sosoknya.
Namun, popularitas yang dibangun bertahun-tahun itu kini seolah runtuh dalam sekejap. Satu tindakan yang dianggap “tidak bijak” di depan kamera, membuatnya kehilangan simpati publik yang dulu begitu besar.
Permintaan Maaf dan Janji untuk Berbenah
Setelah video ciuman itu viral dan menuai hujatan, Gus Elham akhirnya angkat bicara. Dalam sebuah video klarifikasi, ia menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada masyarakat.
“Dengan penuh kerendahan hati saya, Muhammad Ilham Yahya, memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat atas beredarnya video yang menimbulkan kegaduhan. Saya mengakui bahwa hal tersebut merupakan kekhilafan dan kesalahan saya pribadi.”
Ia menegaskan bahwa video tersebut adalah video lama yang sudah dihapus dari media sosial. Gus Elham berjanji untuk menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran besar dan tidak mengulangi hal serupa.
“Saya berkomitmen memperbaiki diri, menyampaikan dakwah dengan cara yang lebih bijak, sesuai dengan norma agama, etika, dan budaya bangsa, serta menjunjung tinggi akhlak karimah,” ujarnya lagi.
Dari Dakwah ke Refleksi Moral
Kasus yang menimpa Gus Elham kini menjadi cermin bagi banyak pihak. Ia bukan sekadar potret seorang pendakwah muda yang khilaf, tapi juga peringatan bahwa figur publik keagamaan hidup di bawah sorotan moral yang sangat tajam.
Apa yang dilakukan Gus Elham mungkin tanpa niat buruk, namun publik punya cara pandang berbeda apalagi menyangkut interaksi antara laki-laki dewasa dan anak perempuan di bawah umur.
Dalam era digital seperti sekarang, setiap gerak, setiap gestur, setiap detik rekaman bisa menjadi penentu reputasi. Terlebih bagi sosok yang membawa nama agama, pesantren, dan keteladanan publik.
Kini, Gus Elham dihadapkan pada dua pilihan besar:
tetap terpuruk dalam kesalahan, atau bangkit dan menjadikan kejadian ini sebagai titik balik menuju kedewasaan spiritual dan moral.
Pelajaran dari Kasus Gus Elham
Kontroversi ini membuka mata masyarakat bahwa pendakwah pun manusia, yang bisa tergelincir dalam kekhilafan. Namun, yang membedakan adalah bagaimana mereka menanggapi kesalahan itu.
Gus Elham sudah meminta maaf, tapi kepercayaan publik tidak akan pulih secepat itu. Butuh waktu, konsistensi, dan ketulusan nyata dalam sikap.
Lebih jauh, kasus ini juga menegaskan pentingnya literasi etika sosial dalam dunia dakwah digital. Popularitas tidak boleh membuat seorang pendakwah kehilangan batasan terutama saat berinteraksi dengan anak-anak dan perempuan.
Sosok Gus Elham kini menjadi pelajaran besar bagi dunia dakwah Indonesia. Di satu sisi, ia adalah anak pesantren dengan semangat berdakwah tinggi; di sisi lain, tindakannya mengingatkan bahwa setiap gerak pendakwah adalah cermin moral bagi umat.
Mungkin benar, Gus Elham khilaf, tapi publik pun berhak menuntut keteladanan yang lebih berhati-hati dan beradab. Sebab, dalam dunia dakwah, mulut bisa mengajarkan kebaikan tapi bibir pun bisa menimbulkan badai.
(L6)
#GusElham #Viral #Peristiwa