Breaking News

Skandal di Balik Seragam: Oknum TNI AD Pangkat Pelda Hidup Kumpul Kebo Sejak 2018, Sudah Punya Dua Anak

Danrem 161/Wira Sakti Brigjen TNI Hendro Cahyono. Foto istimewa

D'On, Kupang
 - Sebuah kabar memalukan mengguncang lingkungan militer di Nusa Tenggara Timur. Seorang prajurit TNI Angkatan Darat berpangkat Pembantu Letnan Dua (Pelda), bernama Chrestian Namo, dilaporkan telah hidup kumpul kebo dengan seorang wanita sejak tahun 2018. Lebih mengejutkan lagi, dari hubungan tanpa ikatan pernikahan yang sah itu, telah lahir dua orang anak.

Perbuatan ini akhirnya menyeret sang prajurit ke meja pemeriksaan Detasemen Polisi Militer (Denpom) IX/1 Kupang, setelah dilaporkan secara resmi oleh Komando Distrik Militer (Kodim) 1627/Rote Ndao, pada Rabu (5/11/2025).

Langkah tegas ini diambil bukan tanpa alasan. Hubungan gelap yang dijalani selama bertahun-tahun itu dianggap melanggar disiplin militer, etika prajurit, serta mencoreng citra institusi TNI AD.

Tahun demi Tahun Hidup Bersama Tanpa Ikatan Sah

Informasi yang dihimpun menyebutkan, Pelda Chrestian Namo mulai tinggal bersama seorang wanita sejak 2018. Mereka hidup layaknya pasangan suami istri, namun tanpa ikatan pernikahan sah baik secara agama maupun kedinasan.
Selama tujuh tahun hubungan itu berlangsung, mereka diketahui telah memiliki dua anak yang lahir dari hubungan tersebut.

Dalam catatan militer, hubungan semacam ini termasuk pelanggaran berat terhadap kode etik dan tata kehidupan prajurit. Tak hanya menyalahi aturan internal, tindakan tersebut juga dinilai melanggar Pasal 103 KUHPM (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer) karena tidak menaati perintah kedinasan.

Komandan Korem: “TNI Tidak Akan Tutup Mata”

Komandan Korem 161/Wira Sakti, Brigjen TNI Hendro Cahyono, membenarkan adanya laporan tersebut dan menegaskan bahwa pihaknya akan mengambil langkah tegas.
Menurutnya, tindakan Pelda Chrestian bukan sekadar persoalan moral pribadi, tetapi pelanggaran serius terhadap kehormatan militer.

“Saya sudah menerima laporan dari Dandim 1627/Rote Ndao bahwa Pelda Chrestian Namo telah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan seorang prajurit,” tegas Brigjen Hendro.

Ia menambahkan, aturan TNI sudah sangat jelas dan tidak bisa ditawar. Dalam Surat Telegram (ST) Panglima TNI Nomor 398/VII/2009, disebutkan dengan tegas bahwa “setiap prajurit dilarang melakukan hubungan suami istri di luar pernikahan yang sah.”

“Prajurit itu contoh di masyarakat. Kalau ada yang melanggar, apalagi sampai hidup bersama tanpa menikah dan punya anak, tentu akan kami tindak sesuai prosedur. Tidak ada toleransi,” ujarnya dengan nada tegas.

Menghadapi Sanksi Berat: Terancam PDTH

Dari pemeriksaan awal, Pelda Chrestian diduga melanggar ketentuan disiplin berat. Ia terancam dijatuhi sanksi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) sesuai dengan Petunjuk Teknis Prosedur Penetapan PDTH di lingkungan TNI AD.

Proses penyelidikan kini sepenuhnya ditangani oleh Denpom IX/1 Kupang, yang akan memeriksa semua pihak terkait, termasuk wanita yang tinggal bersama Pelda Chrestian.

Brigjen Hendro juga menegaskan bahwa TNI AD berkomitmen menegakkan hukum secara adil, tanpa pandang bulu.

“Kami percayakan proses hukum ini kepada penyidik yang berwenang. TNI AD berkomitmen menegakkan disiplin dan hukum tanpa pandang bulu. Tidak ada yang kebal,” tegasnya.

Citra TNI di Ujung Tanduk

Kasus ini kembali membuka mata publik tentang pentingnya disiplin dan integritas di tubuh TNI. Di balik ketegasan dan wibawa seragam loreng, kehidupan pribadi prajurit tetap menjadi sorotan, karena setiap tindakannya mencerminkan institusi.

Tindakan Pelda Chrestian menjadi contoh nyata bagaimana pelanggaran moral bisa berujung pada kehancuran karier militer yang telah dibangun bertahun-tahun.
Lebih dari sekadar persoalan pribadi, perbuatannya dianggap menodai nilai-nilai kehormatan dan kesetiaan prajurit kepada bangsa, negara, dan keluarganya.

Penegasan Terakhir: Ketegasan Tanpa Toleransi

Brigjen Hendro menutup keterangannya dengan imbauan agar seluruh anggota TNI menjadikan kasus ini sebagai pelajaran keras.
“TNI bukan hanya soal fisik dan senjata. Ini juga soal kehormatan. Siapa yang mencederai kehormatan itu, akan menerima konsekuensinya,” ujarnya.

Kini, publik menanti langkah konkret Denpom IX/1 Kupang dalam menegakkan keadilan di tubuh TNI AD. Sementara itu, Pelda Chrestian Namo harus bersiap menghadapi proses hukum militer yang bisa mengakhiri masa baktinya di dunia kemiliteran.

(IN)

#TNI #Militer #KumpulKebo