Breaking News

Purbaya Bongkar Modus Akal-akalan Impor: Barang Rp117 Ribu Dijual hingga Rp50 Juta, Ungkap Skandal Underinvoicing yang Rugikan Negara

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

D'On, Jakarta
- Sebuah temuan mencengangkan datang dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Dalam kunjungannya ke Surabaya, ia membongkar praktik curang yang selama ini diduga menjadi salah satu biang kerok bocornya penerimaan negara: underinvoicing, atau manipulasi harga dalam kegiatan impor.

Bayangkan saja, sebuah mesin impor yang di atas kertas hanya dihargai 7 dolar AS sekitar Rp117.000 ternyata dijual di e-commerce dengan harga mencapai Rp40 juta hingga Rp50 juta.

Temuan Mengejutkan di Pelabuhan Tanjung Perak

Temuan ini bukan isapan jempol. Saat berkunjung ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) Tanjung Perak serta Kantor Balai Laboratorium Bea dan Cukai (KBLBC) Kelas II Surabaya, Purbaya langsung melihat bukti nyata adanya permainan harga dalam proses impor.
Lewat unggahan video di akun TikTok resminya, Purbaya memperlihatkan betapa timpangnya nilai yang tercatat di dokumen dengan nilai jual di pasaran.

“Pemeriksaan kontainer bagus hasilnya. Tapi ada yang menarik, harga barangnya kok murah sekali. Masa barang sebagus itu cuma 7 dolar AS? Padahal di marketplace harganya Rp40–50 juta. Nanti ini akan kita cek lagi,” ujar Purbaya dengan nada tegas, dalam video yang dikutip Kamis (13/11/2025).

Barang yang dimaksud adalah mesin impor berteknologi tinggi, namun dalam dokumen pengiriman dicantumkan seolah-olah hanya seharga segelas kopi di kafe. Modus ini, menurutnya, sangat merugikan negara karena pelaku impor hanya membayar bea masuk dan pajak berdasarkan nilai palsu yang sangat rendah.

Skema “Underinvoicing”: Meraup Untung, Negara Tekor

Praktik underinvoicing atau pelaporan harga barang impor di bawah nilai sebenarnya bukan hal baru. Tapi temuan terbaru ini menunjukkan skalanya sudah mengkhawatirkan.
Pelaku biasanya bekerja sama dengan eksportir luar negeri untuk membuat faktur palsu atau faktur manipulatif. Tujuannya jelas: mengurangi bea masuk, pajak impor, dan pungutan lain yang seharusnya dibayarkan kepada negara.

Secara sederhana, barang senilai Rp50 juta hanya dilaporkan senilai Rp117 ribu.
Akibatnya, negara kehilangan potensi penerimaan pajak dalam jumlah besar, sementara pelaku menikmati selisih keuntungan fantastis di pasar domestik.

“Ini jelas akal-akalan impor. Kita tidak boleh biarkan permainan seperti ini terus merugikan negara. Nanti semuanya akan kita telusuri lebih dalam,” tegas Purbaya.

Perkuat Pengawasan: Dari Scanner Canggih hingga Sistem IT Terpadu

Dalam kunjungan tersebut, Purbaya juga meninjau alat pemeriksaan peti kemas (container scanner) yang baru beroperasi sekitar dua minggu. Ia menilai kinerja alat ini sudah cukup baik, meskipun belum sempurna. Scanner tersebut berfungsi untuk mempercepat pemeriksaan isi kontainer tanpa perlu membongkar barang satu per satu  memperkecil peluang manipulasi data fisik barang.

“Lab kita sudah bagus. Saya bilang ke teman-teman di lapangan, kalau masih kurang peralatan, segera sampaikan supaya bisa dilengkapi,” ujar Purbaya.

Ia menambahkan bahwa pemerintah kini tengah membangun integrasi sistem informasi (IT base) antara kantor Bea Cukai daerah dengan pusat di Jakarta. Dengan sistem ini, semua data hasil pemeriksaan dari lapangan bisa dipantau secara real-time oleh pusat.

“Nanti datanya saya tarik ke Jakarta, biar orang pusat bisa langsung melihat apa yang terjadi di lapangan. Tidak ada lagi ruang untuk manipulasi,” jelasnya.

Langkah Tegas untuk Tutup Celah Korupsi Impor

Langkah yang diambil Purbaya menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah sedang memperketat pengawasan di sektor impor  salah satu sektor yang paling rawan disusupi praktik curang.
Selama ini, manipulasi nilai faktur menjadi celah empuk bagi mafia impor untuk mempermainkan harga, menekan pajak, dan memperbesar margin keuntungan secara ilegal.

Kini, dengan sistem pengawasan digital, peningkatan kapasitas laboratorium, serta penggunaan alat pemindai canggih, pemerintah berharap tidak ada lagi ruang bagi oknum untuk bersembunyi di balik tumpukan kontainer.

Pesan Tegas dari Menteri Keuangan

Purbaya menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas siapa pun yang terbukti melakukan praktik underinvoicing, termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam rantai distribusi dan kepabeanan.

“Kita tidak main-main. Negara tidak boleh dirugikan oleh akal-akalan seperti ini. Setiap rupiah pajak yang bocor adalah kerugian bagi rakyat,” katanya.

Temuan Purbaya di Tanjung Perak bukan sekadar kasus kecil  ini adalah cermin dari masalah sistemik dalam tata kelola impor di Indonesia. Saat barang senilai puluhan juta bisa “disulap” menjadi ratusan ribu dalam dokumen resmi, jelas ada sistem yang harus dibenahi dari akar.
Kini bola ada di tangan pemerintah untuk memastikan, permainan gelap di balik jalur impor benar-benar diberantas hingga tuntas.

(IN)

#Nasional #PurbayaYudhiSadewa #Underinvoicing