Oknum Prajurit TNI Curi Kotak Infaq karena Kehabisan Ongkos ke Aceh

Pratu Saifhonna Fahdil, anggota Batalyon Infanteri 203/Arya Kemuning yang ketahuan mencuri kotak infaq digiring Provost menuju tahanan usai jalani sidang di Pengadilan Militer I-02 Medan.
D'On, Medan - Di balik disiplin ketat dan sumpah prajurit yang menjunjung kehormatan negara, terselip kisah kelam dari seorang prajurit muda bernama Pratu Saifhonna Fahdil.
Ia bukan kriminal kelas kakap, bukan pula pengkhianat bangsa. Namun, langkahnya tersandung oleh sesuatu yang sepele kotak infaq masjid di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara.
Kisah ini bukan sekadar tentang pencurian uang senilai Rp1,3 juta, tapi tentang keputusasaan, tanggung jawab keluarga, dan harga diri seorang tentara yang runtuh karena situasi terdesak.
Dari Pasukan Infanteri ke Ruang Tahanan
Saifhonna Fahdil, prajurit muda berusia dua puluhan, adalah anggota Batalyon Infanteri 203/Arya Kemuning (Yonif 203/AK), pasukan infanteri mekanis yang bermarkas di Tangerang, Banten.
Unit ini berada di bawah naungan Brigade Infanteri Mekanis 1/Jaya Sakti Kodam Jaya salah satu satuan kebanggaan yang kerap diterjunkan dalam operasi-operasi penting.
Namun, pada Juli 2025, langkah Fahdil justru membelok dari jalur kehormatan itu.
Ia memohon izin pulang ke Aceh, kampung halamannya, untuk menjenguk ibunda yang tengah sakit.
Setelah menempuh perjalanan panjang dari Tangerang ke Bandara Kualanamu, uang bekalnya habis.
Tidak ada yang bisa dihubungi, tidak ada pegangan tersisa. Dalam keputusasaan itu, pikiran jernih seorang prajurit bergeser oleh naluri bertahan hidup.
Aksi Nekat di Masjid Al Muttaqin
Malam itu, Fahdil menumpang beristirahat di Masjid Al Muttaqin, yang terletak di area Bandara Kualanamu.
Di hadapannya, berdiri kotak infaq kaca berisi lembaran dan uang logam sumbangan jamaah.
Godaan kecil yang kemudian menjadi dosa besar.
Hari pertama, ia membuka kotak itu dan mengambil Rp600 ribu. Tidak ada yang curiga.
Besoknya, ia kembali. Kali ini, ia menggondol sekitar Rp700 ribu.
Namun keberuntungan tak berpihak dua kali. Seorang penjaga masjid memergoki aksinya dan langsung melapor ke pihak berwajib.
“Dalam perjalanan pulang ke Aceh, uangnya habis. Karena kepepet, timbullah inisiatif untuk mengambil uang di kotak amal,” ujar Mayor Wiwit Ariyanto, Juru Bicara Pengadilan Militer 1-02 Medan.
Total uang yang dicurinya tak lebih dari Rp1,3 juta nominal kecil, namun cukup besar untuk menghancurkan karier dan reputasi seorang prajurit TNI.
Dari Bandara ke Pengadilan Militer
Begitu laporan diterima, Polisi Militer bergerak cepat. Fahdil diamankan dan ditahan.
Kasusnya kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Militer 1-02 Medan.
Dalam sidang yang digelar beberapa bulan kemudian, ia berdiri di hadapan majelis hakim dengan kepala tertunduk.
Ia tidak membantah, tidak mengelak. Semua diakui dari niat hingga tindakan.
Hakim Mayor Ronald Sahat Hamonangan Sinaga menegaskan bahwa meski alasan ekonomi bisa dimengerti, perbuatannya tetap mencoreng nama baik TNI.
Dalam putusannya, Fahdil dinyatakan bersalah melanggar Pasal 362 KUHP junto Pasal 190 ayat (3) dan (4) UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Vonisnya: 3 bulan 18 hari kurungan.
“Perbuatan terdakwa mencemarkan nama TNI dan melanggar sumpah prajurit,” tegas hakim dalam sidang putusan.
Harga Diri Seorang Prajurit
Pangkat Prajurit Satu (Pratu) yang disandang Fahdil adalah jenjang awal dalam karier militer.
Dengan gaji pokok sekitar Rp2,6 juta hingga Rp2,9 juta per bulan belum termasuk tunjangan ia bukanlah orang yang hidup berlimpah.
Namun, bagi banyak prajurit muda, gaji itu cukup untuk hidup sederhana dan membantu keluarga di kampung.
Fahdil dikenal sebagai sosok yang pendiam dan patuh. Rekan-rekannya menyebut ia pernah ditugaskan di Papua, menjalani masa dinas yang keras dan penuh risiko.
Tidak ada yang menyangka, lelaki yang dulu tegak membawa senjata di garis depan kini harus duduk di kursi terdakwa karena mencuri uang umat di masjid.
Antara Dosa dan Pengampunan
Setelah divonis, Fahdil menjalani masa tahanannya dengan tenang.
Ia menyesali perbuatannya dan berharap masih ada ruang untuk menebus kesalahan.
Bagi sebagian orang, kisah ini mungkin hanya catatan kriminal seorang prajurit.
Namun bagi yang memahami kehidupan tentara di lapangan jauh dari keluarga, dengan tekanan tugas dan beban ekonomi kisah ini adalah cermin rapuhnya sisi manusia di balik seragam loreng.
Bagi institusi TNI, kasus ini menjadi pengingat bahwa kehormatan prajurit bukan hanya dijaga di medan perang, tapi juga di setiap langkah kehidupan pribadi.
Bagi Saifhonna Fahdil, mungkin ini bukan akhir melainkan titik balik untuk memulai lagi, dari bawah, dengan luka dan pelajaran yang mahal harganya.
(Trb)
#Kriminal #PencurianKotakInfak #OknumTNICuriKotakInfak #TNI