Breaking News

Fauzi Bahar: Dari Laut Dalam ke Jantung Kota Padang Potret Lengkap Pemimpin Tegas, Religius, dan Dekat dengan Rakyat

Fauzi Bahar Mantan Walikota Padang 2 Periode (Dok: Ist)

Dirgantaraonline
- Pada suatu pagi di Padang, suasana Masjid Raya Ganting tampak berbeda. Puluhan remaja berbaris rapi, sebagian duduk khusyuk membaca Al–Qur’an, sebagian lainnya sibuk menyapu halaman masjid. Di antara mereka, seorang laki-laki berpeci hitam berjalan perlahan, menyapa satu per satu dengan senyuman akrab. Dialah Dr. H. Fauzi Bahar, M.Si., mantan Wali Kota Padang dua periode yang hingga kini namanya masih hangat di hati banyak warga.

Bagi masyarakat Padang, Fauzi bukan sekadar mantan pejabat publik. Ia adalah sosok yang memadukan ketegasan seorang prajurit dan kelembutan seorang pendidik, pemimpin yang menanamkan nilai religius bukan lewat pidato, tetapi lewat teladan.

Jejak Awal: Anak Nagari yang Ditempa Laut

Lahir di Kota Padang pada 16 Agustus 1962, Fauzi tumbuh di tengah keluarga yang sarat nilai agama dan adat. Ayahnya, Baharudin Amin (Wali Bahar), adalah Wali Nagari yang disegani. Sementara ibunya, Nurjanah Umar, seorang guru agama yang aktif di Muhammadiyah.

Di rumah, disiplin adalah tradisi; di surau, ilmu agama menjadi pondasi. Perpaduan keduanya membentuk karakter Fauzi sejak dini  teguh, jujur, dan tak mudah goyah. Namun yang jarang diketahui, jiwa kepemimpinan Fauzi justru tumbuh dari tempat yang jauh dari daratan: laut.

Setelah menamatkan pendidikan di Padang, Fauzi memilih jalur yang tak banyak ditempuh pemuda Minang: ia melanjutkan pendidikan ke Akademi Angkatan Laut (AAL) Surabaya. Di sana, ia tak hanya belajar ilmu kelautan, tetapi juga strategi, disiplin, dan keberanian  tiga hal yang kelak menjadi ciri khas kepemimpinannya.

Ia kemudian ditempa lebih keras lagi ketika bergabung dengan Kopaska, pasukan elite TNI AL yang terkenal dengan operasi-operasi berisiko tinggi. Menjadi bagian dari Kopaska berarti berhadapan dengan maut, menaklukkan rasa takut, dan berlatih untuk bertindak cepat dalam situasi genting.

Disiplin itu bukan untuk membuat orang takut, tapi untuk melatih diri agar mampu melindungi orang lain,” demikian prinsip yang terus dipegangnya.

Memimpin Padang: Antara Ketegasan dan Kepedulian

Tahun 2004 menjadi titik balik perjalanan Fauzi. Ia terpilih sebagai Wali Kota Padang, mengalahkan kandidat-kandidat kuat lainnya. Lima tahun kemudian, rakyat kembali memberi amanah untuk periode kedua.

Dua periode kepemimpinannya kerap dikenang sebagai masa ketika Padang berubah bukan hanya secara fisik, tetapi juga spiritual.

1. Program Religius yang Mengakar di Masyarakat

  • Subuh Mubarakah
    Fauzi sering turun langsung ke masjid-masjid di pagi buta. Bukan sekadar hadir, ia memotivasi warga, memeriksa kebersihan masjid, bahkan menyantuni jamaah yang membutuhkan.

  • Maghrib Mengaji
    Program ini berhasil menghidupkan kembali tradisi mengaji di kalangan anak-anak dan remaja. Banyak orang tua mengakui, kebiasaan ini bertahan hingga kini.

  • Gerakan Wajib Jilbab untuk Siswi Muslim
    Meski menuai pro-kontra, gerakan ini menjadi simbol upayanya membangun moral dan karakter generasi muda.

2. Penghargaan Adipura dan Penataan Kota

Di bawah kepemimpinannya, Padang berkali-kali meraih Adipura berkat kebersihan dan kerapian kota. Ia dikenal turun langsung memeriksa drainase, taman kota, hingga TPS. Bagi Fauzi, kebersihan bukan sekadar estetika  tetapi cermin akhlak masyarakat.

30 September 2009: Ketika Padang Runtuh, Pemimpinnya Berdiri

Tak ada ujian yang lebih berat bagi Fauzi selain gempa besar 7,6 SR yang mengguncang Padang pada 30 September 2009.

Gedung runtuh. Jalan retak. Ribuan orang terjebak. Kota lumpuh.

Namun di tengah kepanikan itu, warga melihat sosok yang berlari dari satu lokasi ke lokasi lain  memberi instruksi, menenangkan warga, memimpin evakuasi: Fauzi Bahar.

Ia tak pulang berhari-hari, tidur di posko bencana, makan seadanya bersama relawan. Banyak warga mengakui, kepemimpinan Fauzi di masa genting itu adalah momen yang membuat mereka menghormatinya sebagai true leader.

Kalau pemimpinnya panik, rakyatnya akan runtuh.
Itu kalimat yang sering ia ulang setelah peristiwa itu.

Pemimpin Tegas yang Tak Takut Kontroversi

Fauzi bukan pemimpin yang mencari aman. Ia berani mengambil kebijakan yang menurutnya benar, meski tak populer. Ketegasannya sering disalahartikan sebagai keras, padahal di baliknya ia ingin menjaga tatanan sosial dan moral kota.

Orang-orang terdekat menyebut Fauzi sebagai figur yang kuat, tetapi lembut ketika berhadapan dengan rakyat kecil. Ia mudah marah ketika melihat ketidakdisiplinan, namun cepat luluh ketika melihat kesedihan warga.

Setelah Tak Lagi Menjabat: Tetap Mengabdi

Meski tak lagi duduk di kursi Wali Kota, Fauzi Bahar tak pernah meninggalkan masyarakat. Ia tetap aktif:

  • Ketua LKAAM Sumatera Barat, lembaga adat tertinggi di Ranah Minang
  • Ketua Umum PB PGAI, wadah para guru agama Islam
  • Tokoh NasDem yang sering diundang untuk memberi ceramah, kuliah umum, dan pelatihan kepemimpinan

Ia memilih tetap dekat dengan masyarakat ketimbang tenggelam dalam hiruk-pikuk politik pusat.

Warisan Fauzi Bahar: Padang yang Lebih Religius dan Tangguh

Warisan terbesar Fauzi bukanlah gedung atau monumen. Tetapi nilai, disiplin, dan semangat religius yang ia tanamkan selama satu dekade kepemimpinannya.

Bagi sebagian warga, Fauzi adalah pemimpin yang “datang dari laut” namun mampu masuk ke jantung masyarakat Padang. Ia meninggalkan jejak bahwa pemimpin sejati bukanlah ia yang duduk paling tinggi, tetapi ia yang berdiri paling depan ketika rakyat membutuhkan.

Pemimpin itu bukan soal jabatan, tapi soal ketulusan melayani.
Fauzi Bahar

(Mond)

#Tokoh #Padang #FauziBahar